Kamis, 27 Oktober 2016

Muara




"Tenang, tenang, nanti ada..." Wait, ada apa nanti? Sesuatu apa yang menunggu saya nanti di suatu tempat, sebentar lagi, yang membuat saya punya alasan untuk menyugesti diri sendiri agar menenangkan diri?


Dalam banyak episode sakit batuk panjang yang saya alami kali ini, ada satu momen, mungkin salah satu yang terparah, yang membuat saya begitu frustasi. Tenggorokan sakit karena saya harus sangat memaksakan diri untuk batuk. Dan waktu itu di tempat umum. Dan, yang benar saja! Saya sudah berobat. Kenapa kali ini begitu makan waktu? Lalu, yang membuat saya semakin frustasi adalah, karena saya sadar betul tidak punya apapun untuk mengiming-imingi diri sendiri supaya bisa tenang. Apa? Obat yang selama ini diminum teratur meskipun masih ada stok di tas tapi sejauh ini belum menunjukkan tajinya. Apa? Saya juga tidak punya, seperti kemarin, bongkahan jahe yang bisa saya olah menjadi wedang. Apa? Sesuatu apa yang menanti saya di ujung sana sebagai upaya memotivasi diri untuk menenangkan diri? Karena rasa frustasimu bisa memperparah sakitmu.

Apa?

Semuanya berkaitan. Tentang hidup ini. Kadang begitu ingin tahu setelah ini apa, di mana bermuaranya, kapan, dan, terkadang, begitu ragu-ragu adakah muaranya? Ke mana bisa pulang di akhir hari yang begitu membuat frustasi? Jangan-jangan tempat bermuara yang selama ini diidam-idamkan tidak ada. Hanya mitos kosong. Padahal saya begitu ingin segera tiba di sana. Supaya diri ini memiliki motivasi dan semangat lebih untuk... lepas saja, jalani saja, tenangkan diri, karena nanti ada tempat bermuara. Tempat kembali di mana kau tidak akan menemukan apa-apa kecuali kehangatan dan rasa aman. Tempat yang akan memberimu perasaan terlindungi hanya dengan menetap di bawahnya. Tidak mewah atau menjanjikan banyak hal, hanya sekuritas saja. Tidak perlu cemas. Dalam rengkuhnya semuanya akan baik-baik saja.

Bukan ingin menafikan tempat-tempat yang nyata ada dan dimiliki sejak dulu. Tapi terkadang begitu rindu. Terlalu berat sampai membebani sistem imun tubuh. Terlalu berat hingga begitu mudah terpapar penyakit. Rindu rumah. Sebuah rumah yang lain. Yang tidak familiar tapi terasa dekat. Sebuah rumah yang tidak punya pintu atau jendela. Atau bahkan tembok dan atap. Rumah yang ini hanya punya sepasang mata dan jantung yang berdegup.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar