Minggu, 07 Desember 2014

Satu Sore di Kota Tangerang

Pernahkah kamu merasa jatuh cinta pada sebuah kota? Dan bahkan kamu dibuat jatuh cinta berkali-kali. Saya mengalaminya.

Saya mengalaminya. Saya selalu cinta dan dibuat rindu dengan Kota Tangerang, kota kelahiran dan rumah saya sampai kelas 3 SD. Sekarang saya tinggal di daerah Tangerang, tapi bagian kabupatennya. Sebuah daerah yang dari tahun ke tahun makin banyak pabriknya, pergudangannya, mini marketnya, truk trontonnya. Dan jalan rayanya tetap saja buruk. Di pinggir jalan kamu akan menemukan sampah berserakan. Sungainya hitam, juga penuh sampah.

Tidak, saya tidak membenci tempat tinggal saya. Saya pribadi yang selalu mencintai rumah. Tapi, misalkan kamu, seseorang yang membaca tulisan ini, kebetulan kenal dengan Ahmed Zaki Iskandar, tolong katakan pada beliau, "dapet salam dari Kali Dadap."

Kembali ke soal Kota Tangerang, kota ini selalu sukses membuat saya rindu. Saya ingat dulu, saat pertama kali ke Kota Tangerang lagi semenjak pindah ke daerah kabupatennya, hati saya berbisik, "Sampai jumpa lagi Tangerang. Aku pasti kembali." Saya jelas punya ikatan dengan kota ini.

Sepulang kerja kemarin saya mampir ke Mal Metropolis Tangerang. Hujan turun cukup deras. Tapi berangsur reda saat saya sampai di tujuan. Hawa cukup dingin tapi saya malah beli es podeng di samping resto Pizza Hut.

Dan kamu tahu, pada waktu sore semua kota mendadak lebih ramah. Ditambah pula rintik gerimis serta jalanan basah-semua itu yang saya lihat sore tadi. Kota yang saya cintai ini sore tadi membuat saya jatuh cinta sekali lagi.

Sampai hari ini saya masih bekerja di Jakarta. Dulu juga sempat ngekos 1,5 tahun di selatan Jakarta. Tapi sebenarnya, saya nggak pernah betul-betul kepincut dengan Jakarta. Selain karena apapun tersedia, saya nggak pernah kepingin-pingin amat tinggal di Jakarta.

Saya cenderung menyukai kota modern tapi tak terlalu ambisius. Benar di Kota Tangerang banyak sekali mal berdiri (dan  bahkan berdekatan; Metos, Mall Bale Kota, Tang City). Hal ini pun sempat membuat saya jengkel dulu. Tapi melihat masyarakatnya, cara berpakaian dan cara bicara mereka, saya tahu, saya akan selalu bangga mengatakan saya orang Tangerang.

Di Kota Tangerang kamu masih bisa memprediksi waktu perjalananmu. Di sana memang banyak mall dan apartemen, tapi jalan rayanya lebar. Kota ini tidak (dan jangan sampai) penuh sesak. Kemungkinan terkena macet relatif kecil.

Warna air Sungai Cisadane berwarna coklat. Lumayan, relatif minus sampah, tidak bau dan tidak hitam. Di satu sisi sepanjang Cisadane, tepatnya di belakang Robinson, trotoarnya enak untuk dilewati. Teduh dengan banyak pohon. Beberapa tukang jajanan biasa mangkal di sini. A good place untuk santai-santai sore sambil ngemil.

Arahkan kendaraanmu ke Pasar Lama malam-malam dan bersiaplah berkuliner ria. Kamu bisa memilih kafe atau emperan. Mulai dari baso hingga sushi. Mulai dari seafood sampai combro. Kalau kamu nggak keberatan kamu pun bisa mencoba sate biawak atau darah cobra. Haha.

Buat kamu yang senang berhitung, belanjalah di Subur. Swalayan yang sudah uzur ini masih tetap jadi pilihan warga Tangerang. Harga barang-barang di Subur dibikin miring, dan itu sukses membuat warga tak sanggup berpaling.

Atau mungkin kamu bisa melakukan seperti yang kerap saya lakukan; window shopping ke Metos. Ohh, I love Metos. Saya paling menyukai mal ini di antara sekian banyak mal yang pernah saya datangi. Di sini saya biasa pijat refleksi di depan Hypermart seharga Rp 8.000 untuk setiap 15 menit. Saya biasa menyantap sebungkus Super Roti sambil mencoba-coba sepatu di toko ataupun di Matahari. Pendek kata, alasan saya lebih senang ke Metos ketimbang mal lain adalah karena apa-apa yang dijual di sana masih terjangkau untuk kantong saya.

Terutama dan yang terpenting, Kota Tangerang cukup bersih. Jalan raya di Cikokol, Kodim, Pasar Lama dan pinggir Cisadane, tampak bersih. Dan oh, saya baru lihat beberapa trayek angkot melakukan peremajaan armada. Angkot 03A jurusan Serpong-Rumah Sakit Umum berganti dari tipe carry menjadi Grand Max. Kinclong-kinclong angkotnya.

Datanglah ke Kota Tangerang, dan kamu akan melihat sebuah kota metropolitan tapi kalem dan nggak banyak gaya. Masyarakatnya modern tapi nggak bablas. No offense, tapi faktanya kamu nggak akan sering menemukan cewek berpakaian mini lagi jalan-jalan di mal. Meskipun di sini panas, tapi baju tangan buntung atau hot pants nggak eksis di kota ini.

Datang dan nikmati kenyamanan di kota ini. Nikmati sorenya yang teduh dari pagar pembatas Kali Cisadane sambil makan siomay. Seperti saya, kamu bakal dibikin merindu oleh kota ini.

Hei, Pak Walkot, teruslah menyamankan kota yang sangat saya cintai ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar