Lagi-lagi saya merapat ke sebuah judul gara-gara Koo Gyo-hwan. Setelah sebelumnya nonton Kingdom: Ashin of the North―lalu gigit jari karena doi nongol seuprit―kali ini saya nonton drama pendek berjumlah 6 episode berjudul Monstrous, di mana Gyo-hwan menjadi pemeran utamanya. Drama ini rilisan TVING, sedangkan saya nontonnya di VIU dengan memanfaatkan konten gratis di bulan Juni 2022. Dirilis tanggal 29 April 2022 lalu, Monstrous ditulis salah satunya oleh penulis film Peninsula yang juga memasang Gyo-hwan sebagai pemerannya.
Sinopsis Singkat
Jung Ki-hoon (Koo Gyo-hwan) dan Lee Soo-jin (Shin Hyun-bin) adalah pasangan suami istri yang sama-sama bekerja sebagai arkeolog. Namun setelah putri mereka yang masih berusia 6 tahun, Jung Ha-young (Park So-yi), meninggal akibat kecelakaan, keduanya hidup terpisah dan mengatasi trauma dengan cara masing-masing. Ki-hoon kini menerbitkan majalah berisi kisah-kisah supranatural, sedangkan Soo-jin menyendiri di Desa Jinyang.
Sebagai arkeolog andal, mampukah Ki-hoon dan Soo-jin yang sama-sama belum selesai dengan traumanya ini mengungkap misteri di balik fenomena supranatural yang melingkupi peristiwa penemuan patung kepala Budha?
Tanggung (mengandung spoiler)
Monstrous punya 6 episode dengan masing-masing episodenya berdurasi sekitaran 35 menit. Jika ditotal kurang lebih 3 jam untuk keseluruhan. Lebih lama dari durasi film pada umumnya, tapi terhitung singkat untuk ukuran drama. Sekarang ini kayaknya memang lagi trend aplikasi nonton streaming merilis drama original sendiri yang episodenya sedikit dan berdurasi pendek. Selain demi Gyo-hwan, perkara durasi yang relatif singkat inilah yang membuat saya tertarik buat nonton Monstrous.
Tapi, perkara durasi juga yang bikin drama ini seakan nanggung sekaligus nggak mengena. Jujur selama nonton saya bingung sendiri; mau dibikin vibes macam apa sih ini drama? Mau dibikin lebih mendalam, kepentok durasi. Mau dibikin singkat, jelas dan padat juga nggak "megang". Ngerinya nggak dapet, nuansa berpacu dengan waktunya nggak kena, mode bertahan hidup orang-orang yang selamat juga nggak jelas. Sepanjang drama warna layarnya memang kelabu kelam-kelam, tapi saya nggak nangkep suasana horornya. Mana sebentar-sebentar pindah ke adegan halusinasi bercampur kenangan pahit orang-orang yang kerasukan dalam mode slow motion.
Sudah begitu karakter-karakter lain kayak nggak jelas keberadaannya biar apa selain nambah-nambahin durasi. Ketika segelintir warga desa yang berhasil menyelamatkan diri ke dalam gedung Balai Kota buru-buru menutup pintu supaya yang kerasukan roh nggak ikut masuk, saya pikir... wah, vibes film-film zombi nih. Orang-orang yang masih selamat bakal berlomba-lomba bertahan hidup sekalipun dengan cara mengorbankan orang di sekitarnya. Mana ada karakter gubernur oportunis (Park Ho-san) yang cari selamat sendiri pula yekan. Pasti deh ini tentang survival-survival macam itulah.
Eh, ternyata separo durasi malah habis buat menyorot kegilaan seorang berandalan (Kwak Dong-yeon) yang nafsu banget pingin bunuh-bunuhin orang karena simply... dia berandalan. Beneran hobi aja gitu ngegebukin orang, bukan karena termotivasi ingin bertahan hidup atau bagaimana. Trus si berandalan ini juga kayak kesel banget sama remaja baru belajar bandel (Nam Da-reum) yang dari adegan flashback kayaknya sempet temenan. Si remaja bandel ini mati-matian melindungi Soo-jin yang nyelamatin dia dari serangan manusia kerasukan roh.
Sementara itu sang ibu si remaja bandel yang juga merupakan kepala polisi (Kim Ji-young) membantu Ki-hoon masuk ke wilayah Desa Jinyang yang sedang diblokade militer. Nah, lagi-lagi ini membingungkan. Bukannya harusnya mereka nih ngebut sejadi-jadinya supaya segera nyampe di Balai Kota? Nope! Malah sempet-sempetnya berhenti segala buat analisis hujan hitam sampe akhirnya diserbu kawanan gagak hitam. Jadi ini tuh maunya cepet nyampe atau gimana???
Satu adegan lagi yang bikin saya hah-heh-hoh adalah sewaktu seorang biksu dengan yakinnya berteori kalau si villain legend dari masa lalulah yang merasuki patung kepala Budha. Pokoknya pas nemu di buku lama, si biksu langsung yakin si legenda A yang bikin ulah. Saya jadi bertanya-tanya sendiri, ini saya ada yang kelewat adegan sebelumnya apa gimana? Tanpa ada analisis, kajian, riset dan tetek bengek lainnya, langsung lompat ke kesimpulan tuh gimana ceritanya, wahai writernim? Dan cara melenyapkan roh jahat dari patungnya... walahhh, tau gitu mending langsung aja dibom woiii! Ngapain capek-capek pake bikin ritual segala macem hadehhh!
Recommended?
Nggak. Buat saya dramanya nggak dapet di segala genre yang dimaksudkan. Horornya nggak kena. Dibilang misteri juga nggak ada misterius-misteriusnya. Thriller? Nggak, saya nggak dibikin merinding. Saya juga lelah dengan cara penggambaran duka yang dirasakan Soo-jin―kelamaan slow motion-nya! Satu-satunya alasan kenapa saya namatin drama ini hanyalah perkara durasi; nanggung, kelarin deh, tiga jam doang! Koo Gyo-hwan oppa, you failed to amaze me this time. Sorry.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar