Rame diomongin di Twitter bikin saya kepingin nonton Duty After School. Melihat genrenya sih cocok sama selera. Makanya setiap ada yang bahas di Twitter, saya selalu skip, takut kena spoiler. Begitu sudah mendekati penayangan part 2-nya langsung deh saya langganan Vidio. Dan inilah ulasan dan kesan-kesan saya sama drakor 10 episode ini.
Sinopsis Singkat
Bola-bola misterius tiba-tiba bermunculan di langit dan menggemparkan seluruh penjuru dunia. Namun setelah berjalan satu tahun nyatanya tidak ada kemunculan alien atau hal lain seperti yang diperkirakan umat manusia pada awalnya. Bumi seisinya pun berjalan sebagaimana biasa.
Namun suatu hari sebuah bola jatuh menghantam bumi dan menyerang manusia. Demi mendapat tambahan tenaga militer terlatih, pemerintah Korea lantas mengumumkan perekrutan prajurit dari kalangan anak SMA kelas 3. Diiming-imingi nilai tambahan untuk ujian masuk universitas, banyak siswa yang menyanggupi pelatihan kemiliteran tersebut, tanpa mengetahui bahwa mereka akan menghadapi monster-monster pemakan manusia sungguhan.
Kompetitor Drakor All of Us Are Dead?
Cerita tentang sekumpulan anak SMA yang mencoba bertahan dari situasi kacau yang tiba-tiba terjadi, kira-kira mengingatkan kita dengan apa? Yap, tentu drakor original Netflix yang booming banget tahun lalu: All of Us Are Dead (AOUAD). Sebagaimana biasa, orang-orang yang membanding-bandingkan sampai menjatuhkan salah satunya pun bermunculan.
Buat saya pribadi, saya lebih suka AOUAD daripada Duty After School. Bagian satu yang terdiri dari 6 episode masih bisa saya maklumin walau dalam hati udah komplen melulu. Oh iya, mereka kan cuma sekumpulan remaja. Kalau rada lemot dan kurang bertanggung jawab ya wajarlah. Iya, wajar kok, tapi... duh karakternya stereotipkal banget anjirr!
Protagonisnya persis film Spiderman versi Tom Holland: bocah awkward yang sobatan sama bocah gempal; target empuk perundungan. Trus ada tukang bully, ketua kelas yang mencoba bijak, cewek-cewek centil nan heboh, cewek berisi yang galak, bocah badung dan bocah-bocah medioker dari segi prestasi tapi sangat solider. Pun karakter ketua pletonnya (Shin Hyun-soo) juga standar protagonis drakor: charming, penuh tanggung jawab, rela berkorban, pemberani, dll, dst.
Lalu perkara penyakit di drakor manapun terkait penampilan para aktornya pun cukup ngeselin. Wah, tentara aktif yang kerjaannya outdoor masih punya glass skin loh. Wah, anak-anak SMA yang jarang ketemu air berminggu-minggu masih glowing loh mukanya. Rambutnya juga masih terurai lembut.
Tapi ya udahlah ya, masih dimaklumin. Masih lumayan enak buat ditonton. Tapi, begitu masuk ke bagian kedua yang terdiri dari 4 episode, serialnya jelas-jelas hilang arah. Plot hole di mana-mana. Instruktur Kim Won-bin (Lee Soon-won) kemana? Anak-anak kelas lain yang masih bertahan juga kemana? Lalu, para orang tua dan orang dewasa diungsikan kemana sebetulnya, kok nggak pernah sekalipun disorot? Ini mau dibawa kemana ceritanya woii?
Sewaktu menit-menit awal bagian kedua bergulir, saya bahkan sempet mikir, "wah, seru nih, awalnya menghindar, tapi sekarang berbalik memburu bola-bola!". Kayak konsep Peninsula, sekuelnya Train to Busan gitulah; para zombie malah jadi mainan manusia-manusia yang bertahan. Tapi nyatanya nggak gitu. Para siswa pada fokus bertahan dan menjalankan misi militer sesuai perintah awal, dengan beberapa orang masih berkeyakinan perihal poin tambahan di ujian universitas. Nggak paham juga kenapa pada naif begitu; kemana-mana chaos dan jarang nemu manusia bernyawa, tapi masih berkeyakinan tatanan hidup bakal tetap berjalan seperti biasa. Minor sih minor, tapi bukan berarti nalarnya nggak jalan sama sekali, kan?
Ending
Plot hole lain adalah tentang para napi yang terperangkap dalam penjara. Kalau dari plot, para siswa sudah sebulan lamanya berburu bola-bola. Jadi, maksudnya para napi itu bertahan sebulan tanpa asupan makanan rutin karena sipir penjara nggak keliatan sama sekali? Seada-adanya bekal di sel masing-masing, nggak mungkin juga bisa bertahan selama sebulan???
Adanya kisah para napi yang memanipulasi para siswa ini kayaknya mau memberi pesan tentang manusia yang bisa menjadi lebih jahat daripada alien antah-berantah. Sayangnya, ide semacam ini masih cuma di Train to Busan berhasil disampaikan.
Pun ide semacam ini juga yang kayaknya hendak disempalkan ke akhir cerita. Bah! Yang bener aja lo, seenggaknya pada metong gara-gara si bola-bola diundang ke ruangan yang ada siswa-siswa, apa gimana kek! Malah metong dengan cara begitu!
Hadeh hadeh hadeh hadeh hadeh.
Recommended?
Tidak. Karakternya kebanyakan dan tidak memorable. Romensnya tidak membekas. Beberapa hal sangat janggal dan patut dipertanyakan. Konsep filmnya pun nggak fokus. Survival? Bukan. Psikopat? Nanggung, di ujung doang. Mau nunjukin semboyan bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh? Buat apa juga? Wong biang keroknya satu orang yang tiba-tiba kehilangan akal aja kok. Saya juga jengah banget sama makian yang bertabur lebat di sepanjang durasi. Ya! Sekiya! Shibal!
Di-skip nggak apa-apa banget.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar