Jumat, 27 September 2024

We Afraid We Became We're Not



Saya baru aja melewati satu hari buruk. Biasalah, masalah pekerjaan... No, no, menerima omelan di saat saya hanya sedang ngotot get things done, lantas menangis memeluk lutut di emperan ruko, harusnya tidak menjadi keterbiasaan. 


Teman saya mendatangi saya kemudian. Seorang teman yang juga sedang frustasi dengan pekerjaannya. Dan rupanya, sama-sama baru melewati hari-hari melakukan pekerjaan sambil menangis. Apa yang kami khawatirkan dari sini pun sama; kami takut segala pressure ini menjadikan kami orang lain. Menjadikan kami yang bukan kami.

Kami jadi gampang emosi, dan pada beberapa kesempatan, kami merasa berhak emosi--kami didorong maju ke medan tempur tanpa prajurit yang memadai??!! Kami berubah jadi monster yang tidak beradab. Kami kurang ajar kepada orang lain dan bahkan kepada atasan kami.

Lantas kami menyalahkan diri sendiri: ini pasti karena PMS makanya uring-uringan, seharusnya kami tidak sampai meluapkan emosi seperti ini, kenapa kami emosional di jam profesional kami??? Y'all grown ass women, remember? Orang dewasa tidak bertingkah seperti ini. 

Pikiran jahat itu pun kerap terlintas. Kami mendendam.

"Gue sabotase juga nih perusahaan!"

Lalu menjadi orang besar kepala.

"Liatin aja kalau gue resign, mampus lah lu semua!"

Kenyataannya kami tidak se-powerfull itu. Kami dengan mudah digantikan dengan siapapun.

Lantas yang tersisa hanyalah orang jahat. Kami takut menjadi pribadi yang bukan kami.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar