Sudah sejak lama buku tidak lagi jadi media penghiburan buat saya. Padahal dulu keliling toko buku bekas di Blok M adalah hal yang menyenangkan yang sering saya lakukan. Sekarang? Malas.
Kenyataannya, sekarang saya malas untuk banyak hal. Saya malas membaca, malas menulis di sini, dan, bahkan saya malas belanja. Dulu saya lumayan suka scroll si oren; entah jadi check out atau tidak. Belanja offline pun malas.
Sekarang saya hanya disiplin untuk hal yang memang wajib: bekerja sebagai budak korporat. Dan mengerjakan tugas kuliah ketika semester baru sudah mulai. Selebihnya saya lebih senang rebahan sambil scroll Twitter atau Youtube Short.
Hal lain yang malas saya lakukan sekarang adalah lebih keras mendorong diri sendiri untuk mengobrol dengan orang lain. Rasanya sudah pasrah dan menyerah. Saya tidak lagi terdorong untuk mengenal orang lain lebih dekat seperti kata Sherina. Walhasil, saya seperti kehilangan kemampuan mengobrol; membuka pembicaraan, mengangkat topik baru agar percakapan tetap berlanjut, dan menciptakan koneksi dengan orang lain. Sekarang saya hanya pandai bicara yang penting-penting; pekerjaan, misalnya.
Saya lebih lama menatap layar HP alih-alih mata orang lain. Bahkan saya menulis postingan ini di HP.
Kata orang, bicara yang penting, bukan yang penting bicara. Harusnya bagus begitu. Tapi sepertinya saya telah membawa isu ini ke level berikutnya. Yang lebih jauh. Yang lebih gawat. Mungkin bisa dinamakan level mengisolasi diri.
Kata sebuah buku di masa lampau, perempuan butuh mengucapkan sekian ribu kata per harinya. Apakah benar? Apakah berlaku juga untuk introvert?
Sebagaimana pun saya mengaku dan mengklaim diri ini introvert, saya hari ini tetap curiga, saya jadi merasa kosong seperti ini karena kurang bercakap-cakap dengan orang lain. Percakapan, bukan diskusi. Bicara hal keseharian dan remeh-temeh, alih-alih bicara soal faktur pajak, invoice dan buku bank.
Saya juga kurang tertawa. Mau tertawa bagaimana? Dengan siapa?
Jiwa ini terasa kering.
Ini akibat perbuatan tangan sendiri, saya tahu. Everything is falling. Semuanya terlepas dari genggaman satu-persatu. Dan seperti dulu, saya tidak tahu (baca: malas) cara memperbaikinya. Yang terpikir hanya memulai dari awal di suatu tempat. Semoga ada tempat itu. Segera.
Lagi-lagi saya melawan kering.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar