Menarik bahasan ini ada di tanggal 19. Tepatnya 19 November, di hari ulang tahun saya. Menjadi menarik karena belakangan saya kerap membayangkan suami orang! Aw!
Hahaha. Saya nggak pernah selingkuh atau diselingkuhi. Karena itu saya mau bicara tentang perselingkuhan itu sendiri saja.
Sekarang kita pasti sudah akrab dengan label pelakor alias perebut laki orang. Video pelabrakan pelakor oleh istri sah berceceran di sosial media. Nggak berniat membela pelakor, mereka tentu salah, tapi memandang si perebut sebagai orang yang paling bersalah juga nggak tepat. Gimana sama laki-lakinya? Yang punya komitmen kan laki-laki alias si suami, lalu kenapa cuma menyalahkan si another woman ini? Kalau dipikirkan jauh memang kita masih punya judgment kalau perempuan itu penggoda. Kita terlalu menghayati lagu Gula-gula Elvi Sukaesih sih!
"Mana mungkin suamiku pulang ke rumahmu, jika tidak kau hidangkan gula-gula."
Ck.
Kadang bingung nggak sih sama kaum Adam? Diumpamakan sebagai kucing yang nggak bisa nolak kalau ditawari ikan asin malah manut. Malah sengaja pake frasa ini buat membenarkan tindakan pelecehan mereka tiap melihat perempuan seksi 🤦♀️
Lalu label pelakor yang selalu jadi pihak paling bersalah kayak... emang situ benda mati ya, yang bisa direbut begitu aja tanpa perlawanan? Hilih!
Apakah ini pembelaan seorang pelakor? Wkwkwk. Tentu bukan. Saya belum jadi bukan pelakor. Saya baru ke tahap punya imajinasi liar tentang suami orang aja. Hahaha.
Dan tau nggak sih, waktu saya saling curhat dengan seorang kawan tentang isu selingkuh, saya jadi berpikir... memang perselingkuhan itu sangat dekat. Sangat mungkin terjadi bahkan kepada orang-orang yang punya pernikahan stabil dan nggak punya niat untuk selingkuh pada awalnya. Sangat mungkin terjadi. Terutama di antara dua orang yang punya rutinitas di tempat yang sama. Di tempat kerja misalnya. Sangat rawan. Jika tidak sampai selingkuh, minimal saling jatuh hati.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar