Jumat, 27 Juni 2025

Hari Kedua (SG - KL Part 3)


Semua orang tau kalau Singapura itu negara mini. Kecil dan mungil. Di hari kedua begitu banyak tempat yang saya datangi. Bermodal MRT dan dua kaki sendiri, saya pun sempat terheran-heran, kok bisa sempat ke semua tempat ini?

 

Hari kedua di Singapura dimulai dengan saya sholat Shubuh di sudut pertemuan anak-anak tangga. Setelahnya saya keluar dalam balutan baju tidur dan sandal, lantas menemukan ternyata semalam turun hujan. Saya mengarahkan kaki ke area Little India berbekal Gmaps. Bukan tempat yang gimana-gimana; memang sebuah ruas jalan di mana etnis India banyak tinggal. Di pinggir-pinggir jalan, orang-orang berjualan manisan dan kalungan bunga. Banyak juga kios dengan papan iklan bergambar perempuan India bersari. Jualan perlengkapan menikah. Saya sempat melewati kuilnya juga. Dan di daerah ini pula saya menemukan Masjid bernama Angullia. Saya langsung membuat rencana di kepala untuk sholat Jamak Maghrib - Isya nanti di situ.

  


Sebelum balik ke hotel untuk klaim sarapan, saya balik ke Mustafa Mart buat sekali lagi beli cup noddle. Niatnya buat saya makan setelah ambil sarapan di hotel biar beneran kenyang. Plus tipe mie tipis keriting kayak gitu kesukaan saya banget. Tapi akhirnya baru saya makan agak siangan sebelum check out. Sarapan di hotelnya sendiri, sesuai perkiraan, terdiri dari roti selai dan sereal. Dan semuanya serba self-service ya, alias sesi sarapan kalian termasuk mencuci piring bekas makan sendiri. Sebelum tengah hari, saya sudah mengajukan check out. Deposit saya dibalikin, sementara tas karil saya titip kembali. Beneran memfasilitasi turis banget!

 

Piring bekas makan cuci sendiri yaa..

Tujuan saya adalah Chinatown. Seperti biasa, saya naik MRT dan turun di Stasiun Chinatown. Seperti yang sudah saya tulis di postingan sebelumnya, Chinatown pun setipe dengan Haji Lane kemarin. Hanya yang satu ini lebih luas dan ramai. Saya ikut arus dan berakhir di Buddha Tooth Relic Temple and Museum. Entah pintu awal yang saya masuki itu pintu depan atau belakang, yang jelas di seberang satu sisi kuilnya ada semacam bangunan pasar. Karena sudah masuk jam makan siang, walau saya belum cukup lapar, akhirnya saya keliling dari lantai atas sampai ke bawah. Sayang banget, saya nggak menemukan satu pun kios makanan berlogo halal. Entah saya yang nggak nemu, atau memang nggak ada, secara di situ jelas-jelas daerah Pecinan.

 



Ada satu video Youtube yang saya tonton sebagai referensi sebelum pergi. Video itu tentang sebuah kios makanan halal yang dijalankan keluarga Malaysia. Namanya The 2.50 Shop. Sesuai namanya, kios itu memang menjual semua porsi makannya seharga SGD 2.5. Berhubung di sekitaran Chinatown itu saya nggak nemu makanan halal, yaudah deh saya putuskan untuk jalan kaki ke sana. Lagian kan lumayan juga dapet makanan murah. Hehehe.

Setelah dibuat bingung sama Gmaps, bolak-balik nyari arah yang benar, saya akhirnya memang benar-benar sampai di hawker tempat The 2.50 Shop berada. Tapi saya terpaksa gigit jari karena kiosnya tutup sementara untuk perayaan Idul Adha. Huft. Terpaksa googling lagi cari-cari tempat makanan halal lain. 

 


Saya jalan balik ke arah stasiun MRT Chinatown. Di sepanjang jalan, pasti ada aja rumah makan yang wanginya enak-enak. Chinesse food. Plus ada food centre yang ramai juga di situ. Saya sudah coba cari kios makanan halal di area itu, tapi beneran nggak ketemu! Akhirnya saya iseng aja masuk ke bangunan semacam mal bernama People's Park Centre. Alhamdulillah ketemu juga stall makanan muslim. Lagi-lagi Malaysia Cuisine. Saya beli nasi goreng tomyam, epok-epok isi kentang dan pisang goreng. Total SGD 8.75. Lumayanlah buat energi melanjutkan perjalanan.

 


Nasi goreng tomyum


Dari daerah Pecinan, saya naik MRT menuju Suntec City. Tujuan utama saya mau cari coklat Kitkat titipan seorang kakak. Dari aktivitas googling sih di mal ini ada Cocoa Tree; semacam toko coklat gitu. Plus di dalam mal situ juga katanya adanya mushola. 

Akhirnya, setelah pegal muterin mal, Cocoa Tree nggak ketemu. Mushola ada, tempat wudhunya yang nggak ada. Dari seorang jamaah yang baru kelar sholat juga, katanya wudhunya di toilet. Akhirnya dengan segala kehati-hatian, saya wudhu di wastafel, kecuali bagian basuh kaki. Untuk part yang ini, saya tampung dulu air keran di bidet portabel saya, lalu basuh kaki di atas toilet.

 

Suntec City

Menjelang petang, saya ke Marina Barrage. Katanya di sini tempat terbaik untuk lihat matahari terbenam. Tempatnya sendiri berupa taman lapang di pinggir laut. Ada bangunan yang tampaknya lagi mau direnovasi. Tempat ini sendiri sebenarnya semacam bendungan untuk memasok air bersih di Singapura. Ada bagian landai di atas bangunannya yang dipakai orang-orang buat nerbangin layang-layang. Sementara itu di sisi taman yang lain, view-nya adalah Marina Bay Sands dari kejauhan. Saya sempet rebahan di atas rumput untuk meluruskan pinggang yang rasanya encok banget. Wkwkwk. Lewat dari tergelincirnya matahari, akhirnya saya cabut dari tempat itu.

 


Sampai di sini, saya agak bimbang sedikit, jadi nggak ya ke Orchard Road? Saya masih harus ngambil karil ke hotel trus jalan ke The Snooze Hotel buat nunggu bis ke Kuala Lumpur. Mana belum sholat Maghrib - Isya pula. Dan semua aktivitas bolak-balik naik MRT itu dibarengi dengan jalan kaki paling sedikit 15 menit sekali jalan. Takut nggak keburu euy. Ya kali nanti ketinggalan bis.

Tapi akhirnya saya cuss juga menuju Orchard. Sepanjang yang saya ingat, dulu kalau membayangkan SG, kalau bukan si ikon kepala singa, ya jalanan trendy ini. Jadi, mesti banget lah ke sana. Dan lagi, es krim roti yang terkenal itu kan ada di sana.

 

Orchard Road



Saya akhirnya memang berhasil ke Orchard Road dan beli sandwich ice cream di sana. Nggak yang gimana-gimana, saya sendiri nggak masuk ke dalam malnya. Pun dengan es krim, sepertinya yang saya beli bukan yang lapak si uncle famous itu. Saya ngeh karena pas lagi menuju lapak es krim, ada kakek-kakek juga yang lewat naik gerobak sepeda es krim. Si kakek ini kayak abis tutup layak gitulah.

Beres dari Orchard Road, saya ke stasiun Farrer Park yang merupakan stasiun terdekat hotel dan Anguilla Mosque. Pas jalan kaki ke Masjid, saya lihat jalanan cukup ramai sama orang-orang etnis India. Dan di waktu itu pertama kalinya juga saya lihat polisi. Sumpah deh, selama bolak-balik naik MRT, ke mal, ke tempat wisata macam-macam, saya sekalipun belum pernah liat satpam alias security. Kayak... ya udah, ini negara sudah punya setting sendiri. Masyarakatnya terdidik dan terbiasa dengan peraturan, sedangkan turisnya sudah terinformasi negara macam apa yang sedang mereka kunjungi. 

Di mesjid ini saya sempat bolak-balik ragu karena yang keluar masuk cuma laki-laki. Tempat wudhunya pun dipenuhi laki-laki. Saya sudah hampir mau cabut sampai kemudian melihat poster informasi kalau jamaah perempuan bisa sholat di lantai 3. Akhirnya saya nekat masuk dan sudah mau ambil wudhu di tengah jamaah laki-laki, tapi kemudian ada bapak-bapak India yang ngasih tau kalau perempuan bisa sholat sekaligus wudhu di lantai 3. Alhamdulillah kewajiban 5 waktu di hari itu tuntas.




Eksistensi saya di Singapura malam itu lebih lama 1 jam dari jadwal gara-gara bus ke KL telat datang. Padahal saya sudah stand by di The Snooze Hotel dari jam 10, plus sempat bolak-balik buru-buru buat buang air kecil di Stasiun Bugis. Trouble terakhir di Singapura adalah pas di imigrasi. Paspor saya bisa lolos mesin scan, tapi tidak dengan sidik jari. Nggak seperti penumpang lain yang bisa melenggang santai, saya stuck di palang pintu. Ujung-ujungnya saya disuruh mundur dan diperiksa manual sama petugas perempuan di sana. Perut sudah melilit, takut banget ditinggal bus. Mana karil saya ada di bagasi bus.

Begitu dinyatakan boleh lewat, saya beneran lari keluar imigrasi. Di sana saya lihat sopir bus saya nunggu di luar sambil bertolak pinggang. Ada-ada aja kejadian di tengah malam negara orang ini.  

 

 

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar