Bermula dari sopir truk yang mengibarkan Jolly Roger alias bendera tengkorak topi jerami di mobilnya. Lalu berlanjut ke video pengumpulan logistik menjelang demo besar di Pati, Jawa Tengah, yang menggunakan musik latar Overtaken. Huru-hara di bulan Agustus 2025 akhirnya membawa saya untuk mengenal kisah sang bajak laut dari East Blue ini.
Dulunya saya cuma tau sedikit-sedikit tentang One Piece. Secara sambil lalu aja kalau mulai ada orang yang mengambil referensi manga ini untuk menggambarkan situasi politik dalam negeri. Trus sekilas-sekilas menyimak Ferry Irwandi yang beberapa kali bikin video tentang One Piece. Ada rasa sangsi waktu si nakama ini bilang OP mengangkat isu politik, humaniora, sejarah, rasisme dan isu-isu relevan dunia nyata lainnya dalam di dalam ceritanya. How come? It's manga/anime we're talking about? Saya bukan orang yang berpandangan manga atau anime untuk anak-anak dan karenanya ceritanya pasti ringan-ringan aja. Tapi memang sudah jelas, saya nggak tau banyak makanya sedemikian mudah berprasangka.
Bosen dengan drakor dan pilihan tontonan lainnya di Netflix, akhirnya saya coba-coba cek animenya. Woooww, seribu episode lebih! Bahkan dracin 40-an episode saja saya mikir-mikir. Yah, memang sih OP per episode-nya cuma sekitar 24 menit. Setelah dipotong lagu pembuka, rekap, lagu penutup dan preview, per episodenya bahkan cuma 18 menitan aja. Tapi seribu episode tetaplah seribu episode, alias makan waktu banget cuuyy!
Tapi yaudahlah, saya nyoba aja dulu. Pingin paham juga sih referensi jokes orang-orang di medsos. Awal-awal episode biasa, agak awkward dengan cara penceritaan komikal yang lebay. Saya bahkan sempat berpendapat, ini animenya berisik. Karakter-karakternya ngototan makanya sering teriak-teriak. Cari info sana-sini, konon banyak juga nakama yang cuma baca manga dan nggak nonton adaptasi animenya. Soalnya manga kan asli dari Eiichiro Oda alias artisnya langsung. Banyak detail yang dihilangkan juga di animenya padahal ternyata berperan penting di kemudian hari. Ditambah juga animenya ini banyak filler episode alias cerita-cerita tambahan yang nggak ada di manga demi menambah durasi.
Ada satu waktu saya bolak-balik dari manga, anime dan live adaptation-nya. Sampai hari ini, dengan kurun waktu sekitar satu bulan sejak memulai petualangan dengan geng topi jerami, saya sudah beres animenya sampai arc Thriller Bark dan selesai 8 episode live adaptation. Manga? Seharian ini saya buka-buka chapter yang saya suka ceritanya. Pingin bandingin juga jokes di manga dan anime, apakah sama atau ditambahin si TOEI?
Jujur, sejauh ini saya terhibur banget nonton anime OP. Pulang-pergi di kereta nonton, jam istirahat nonton, ke toilet sambil nonton, di rumah juga nonton. Jadi keingetan waktu binge watching Money Heist yang saya definisikan sebagai distraksi. Pengalihan dari apa? Dari kehidupan yang monoton dan tak termotivasi. Huft! Walaupun pada akhirnya keseharian saya jadi tambah monoton. Kapanpun dan di manapun nunduk mulu, terpaku sama layar kecil di tangan. Nggak sadar langit berubah warna di luar jendela kereta. Hmm, begitulah adanya.
Pernah dalam satu hari di hari libur, saya menonton 18 episode sekaligus! Semenarik dan sepenasaran itu! Beneran sehari-hari nonton OP melulu. Palingan sewaktu demo membara di dalam negeri, saya skip nonton karena mantengin timeline Twiter. Yahh, sepolitik-politiknya OP, tetap yang terpenting adalah yang beneran terjadi di dunia nyata saya. Oh, by the way, pengibaran Jolly Roger oleh demonstran menjalar ke seluruh dunia. Paling baru ada di Nepal dan Perancis.
Sewaktu nonton dengan kecepatan yang lumayan ngebut, saya suka ngebayangin apa rasanya mengikuti OP sejak kecil? Yap, OP sudah bertahan 27 tahun sejak melakukan debut di tahun 1997. Animenya sendiri masuk ke Indonesia sekitar awal tahun 2000-an. Saya ngebayangin aja, gimana rasanya jadi bocah--spesifiknya bocah lelaki karena OP memang masuk kategori shonen--yang setia menunggu setiap minggu di depan televisi. Atau mungkin juga menanti manganya terbit. Saya bayangkan mereka hapal semua jurus Zoro dan karakteristik pedang-pedangnya. Menikmati setiap lagu pembuka dan nggak mau ketinggalan setiap detik lagu penutup. Lalu tumbuhlah mereka menjadi wibu! Melihat coworker yang bisa bahasa Jepang, saya rasanya hampir yakin, mahasiswa-mahasiswa sastra Jepang mulanya terinspirasi dari anime dan manga.
Wkwkwk. Seru kali ya masa kecil yang tumbuh dengan sebuah obsesi akan sebuah pop culture dan masih berlanjut sampai dewasa. Seinget saya, saya semasa kanak-kanak tidak begitu enjoy nonton apapun. Kalau orang-orang seusia saya pada masa kanak-kanaknya punya kenangan bangun pagi di hari Minggu demi nonton kartun di RCTI, saya justru nggak setermotivasi itu. Dari dulu sampai sekarang, kalau ada kesempatan, saya lebih memilih tidur sampai matahari tinggi dan nggak minat menukarnya dengan apapun yang nggak urgent. Wkwkwk.
Tapi, apakah karena sudah sangat lama, maka memulai OP dari sekarang bisa dibilang sudah terlambat? Well, 1000 episode dan 1000 manga memang bukan perkara enteng, tapi OP sendiri belum tamat sampai sekarang. Para nakama belum tau juga apa itu one piece yang ditinggalkan Gol D Roger dan menjadi idam-idaman bajak laut seluruh dunia. Tapi, seperti kata Ferry Irwandi, jalinan cerita OP yang begitu kaya dengan semesta yang begitu kompleks, saling bertautan dan dirancang sedemikian rapi, bikin penggemarnya lupa harta karun bernama satu potong ini. Enjoy aja dengan cerita-cerita petulangannya. Gila, kan? Kok bisa dari Orba masih berkuasa sampai hari ini mulai bangkit lagi, OP belum tamat juga? Wkwkwk.
Saya sudah selesai sampai Thriller Bark. Dan sejak awal memulai, saya sudah mengatakan pada diri sendiri kalau saya bisa cabut kapan aja. Begitu saya sudah nggak enjoy nontonnya, ya sudah tinggalin. Sekarang pun saya ngikut catatan para nakama tentang episode-episode filler animenya. Pokoknya skip episode-episode yang bukan canon. Dan jujur aja, seperti banyak pengakuan nakama lain, OP juga ada bagian bertele-telenya. Buset dah, kalau lagi battle tuh kayak nggak kelar-kelar. Sekian episode buat duel sampingan doang.
Soal duel ini buat saya jadi kayak pedang bermata dua. Di satu sisi, busettt, alot banget, bwangg! Tapi, di sisi lain, kedahsyatan duelnya terasa begitu wholesome. Epik banget. Makanya, ada perasaan "lah, begini doang?" begitu melihat duel di LA-nya. Setelah di anime ada duel panjang Luffy dan krunya dengan Don Krieg, Kuro, Mihawk sampai Arlong, trus nonton LA-nya jadi kayak melongo sendiri. Hmmm, nggak berasa grande-nya njiir.
Bukan berarti OPLA jelek yah. Mereka punya cara bercerita sendiri untuk menjalin cerita dan karakter yang begitu kaya dari konten originalnya. Cuma yahhh, saya setuju dengan beberapa komentar miring, misalnya lebih kayak lagi cosplay daripada bikin serial utuh. Hehehe. Trus pemeran Zoro... hmm, Mackenyu, the man you are... Anjirlah, ganteng plus seksi abis! Wkwkwk. Tapi, ada tapinya, Zoro versi LA kebagian sisi cool dan jagoannya aja. Ditambah fakta Mackenyu pakai suara serak berat laid back. Yahh, cukup disayangkan. Padahal, setidaknya yang saya tau sampai detik ini, si marimo ini juga sama baka-nya kayak si senchou. Songong tapi tolol. Kalau kata satu youtuber yang saya tonton videonya, menggambarkan karakter Zoro yang begitu emang susah. Jadi yaudah, ambil sisi jagoan keren dan badass-nya aja.
![]() |
I watch for the plot. The Plot: 👆 |
Dan satu komplen terbesar saya tentang LA-nya tuh soal pencahayaan. Plislah, banyak banget adegan gelapnya. Terutama pas di rumah Kaya; udah diterangin maksimal tetep aja remang-remang cuy! By the way, OPLA bakal rilis musim keduanya tahun depan. Infonya pun musim ketiga sudah sekalian dibikin. Melihat sulitnya membuat versi live action-nya, terbukti butuh 3 tahun untuk bikin musim keduanya dan itu pun cuma 8 episode, OPLA mungkin nggak akan mencapai konklusi ketika si Mugiwara menemukan One Piece. We'll see.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar