Sabtu, 21 Maret 2020

Review Buku The Girls' Guide to Love and Supper Clubs



Empat ratus enam puluh satu halaman dalam dua hari! Wohoooo!!! Untuk seseorang yang sudah amat sangat jarang baca buku, dan bahkan buku terakhir yang dibaca pun beres setelah berhari-hari, pencapaian ini adalah rekor tersendiri! Nggak bisa dipungkiri memang, sistem work from home alias liburan kerja dari rumah selama dua hari kemarin, plus WIFI rumah mati di hari pertama, merupakan faktor utama dari terciptanya rekor ini. Dan ya, buku The Girls' Guide to Love and Supper Clubs bergenre Chicklit a.k.a seringan kapas dan gampang ditelan. But still, I'm very happy!


 
Sinopsis Singkat

Hannah Sugarman sudah tiga tahun bekerja di Institute for Research and Discourse (IRD)atau sering ia plesetkan dengan sebutan NIRD, sebagai asisten peneliti bidang ekonomi. Hari demi hari ia makin merasa pekerjaannya bak sebuah vonis penjara. Passion-nya sebenarnya adalah memasak. Namun tidak seorang pun yang menganggap serius hasratnya itu. Baik orangtuanya yang berprofesi sebagai profesor ekonomi maupun pacarnya yang bergelut di bidang politik menganggap kegiatan memasak hanya sebuah hobi remeh.

"Teman-temanku dan aku tidak mendobrak tembok-tembok ini hanya supaya kau bisa berakhir kembali di dapur!" ulang ibunya selalu.

Hanya ada satu orang yang mempercayai passion Hannah, yaitu Rachel, sahabatnya di kantor. Ketika Hannah sudah putus dari pacarnya dan pindah ke apartemen baru, Rachel menyemangati Hannah untuk mewujudkan ide gilanya yaitu meluncurkan klub santap malam rahasia. Lewat sebuah iklan yang diposting Rachel di media sosial, mereka mendapat 12 peserta yang mau membayar untuk masakan Hannah.

Satu masalah muncul di menit-menit terakhir hari H. Apartemen bawah tanah Hannah yang sedianya dijadikan tempat klub santap malam berlangsung mengalami kebocoran setelah diguyur hujan deras semalaman. Dengan sangat terpaksa Hannah mengganti lokasi dan menggunakan rumah induk semangnya, Blake Fisher, yang sedang bersafari politik bersama seorang anggota kongres. 

Tidak disangka klub santap malam rahasia Hannah sukses besar sampai diulas sebuah blog makanan lokal dan dibuatkan artikel kecil di koran setempat. Dari klub itu pula Hannah berkenalan dengan Jacob, seorang wartawan ganteng yang tampak sangat menyukainya. Hanya saja kesibukan Hannah dan Jacob merintangi hubungan keduanya.

Di tengah kesuksesannya itu Hannah kembali bimbang tentang pilihan karirnya. Apakah ia sudah siap untuk melepas karirnya sebagai asisten peneliti yang sudah cukup stabil demi impian memiliki usaha katering sendiri? Apakah ia sudah siap menghadapi orangtuanya yang selalu mendorongnya untuk menjadi Profesor Sugarman berikutnya? Selain itu Hannah juga tahu harus segera memberitahu Blake bahwa ia sudah memakai rumah pria itu tanpa ijin sebagai tempat operasi perkumpulan rahasia yang melawan hukumapalagi selama ini Blake sudah bersikap sangat baik dan mendukung. Jalan mana yang harus Hannah pilih?




Chicklit

Buku The Girls' Guide to Love and Supper Clubs saya beli sekitar pertengahan tahun lalu bersama tiga buku lain di bazzar buku. Iya, udah selama itu buku ini nganggur. Minat dan niat membaca saya udah betul-betul terjun bebas. Paling banyak sekarang saya baca thread Twitter dan baca berita online. Karena itu bisa membereskan satu buku dalam kurun waktu dua hari merupakan rekor bagus buat saya.

Sebelum ini saya baca buku Katwalk yang kurang lebih setipe dengan The Girls' Guide to Love and Supper Clubs. Dua buku ini bercerita tentang perempuan-perempuan muda metropolitan yang memiliki karir relatif stabil tapi di dalam hati memiliki dorongan untuk bekerja di bidang kreatif. Kalau Katrina di Katwalk berhasrat menjadi pelukis dan memiliki galeri seni sendiri, maka Hannah bermimpi memiliki usaha kateringnya sendiri. Dan batu sandungan mereka sama: tuntutan orang tua untuk mengambil pendidikan di konsentrasi yang bisa langsung diterapkan di dunia kerja. Tapi kalau harus membandingkan di antara keduanya, saya bakal bilang buku karangan Dana Bate lebih baik dari segi penceritaan.

Buku ini, sebagaimana Chicklit barat pada umumnya, punya potongan kisah tentang bertemu lawan jenis lalu langsung berakhir di tempat tidur. Cuma yang cukup menyenangkan, sang heroine dan hero diplot untuk berteman lebih dulu. Perkembangan hubungan keduanya dijalin dari saling nyaman dan saling menginspirasi. 

Oh, benar, Kat dan Justin di Katwalk pun juga sering ngobrol-ngobrol dulu sebelum saling menyatakan perasaan! Wah, kesamaan lagi...

Rupanya, lebih dari yang saya sangka sebelumnya, hubungan orang tua dan anak di Amerika sana nggak semandiri dan sebebas itu. Mungkin nggak dalam level para orang tua Asia, tapi ternyata orang tua di sana juga mengendalikan pilihan-pilihan krusial anaknya. Kebanyakan sih ya karena pertimbangan bakal distop suntikan dananya kalau nggak mau nurut. Hehehehe. Sama aja ternyata!

Buku ini ringan. Nggak sulit untuk memahami motivasi para karakternya dan pesan moral yang ingin disampaikan. Menjelang akhir, reaksi Hannah waktu klub santap malamnya kedatangan mantan mantan pacarnya cukup nyebelin menurut saya. Kenapa sih dia nggak bisa cukup mengendalikan diri dan akhirnya menghancurkan segala-galanya? Yeah, kayak attitude saya nggak jelek aja. Hahaha.

Buat saya pribadi, membaca buku ini mengingatkan saya lagi tentang passion saya sendiri. Kira-kira kapan saya berani merilis passion itu seperti yang dilakukan Hannah? 


"Terus terang aku tidak mengerti mengapa generasimu mengira pekerjaan itu harus seperti pesta yang tidak berkesudahansenang-senang terus."






Tidak ada komentar:

Posting Komentar