Selasa, 25 Februari 2020

Tentang Definisi Cantik Part. II (.. Just Let Me Be Ugly in Peace)



Semua perempuan itu terlahir cantik. Nggak ada perempuan yang jelek. Semua perempuan cantik dengan caranya sendiri. Nah, that's not true! Step aside! Just let me be ugly in peace!


Dalam blog ini saya sering menuliskan pemikiran saya. Beberapa tulisan ada yang cuma nyampah, terlalu blak-blakan, trying too hard to be edgy, dan, syukurnya, ada juga yang bijak. Beberapa tulisan ada yang saya take down karena satu-dua pertimbangan. Beberapa yang lain menjadi bukti sejarah kalau saya pernah berpikir A, dan ketika sekarang membaca ulang, saya tau pemikiran saya sudah berubah. Mindset saya berkembang. Wawasan saya bertambah.

Lalu hidup semakin getir.

Tanggal 01 November 2016 saya menulis kesan-kesan saya setelah menghadiri beauty class di kantor di postingan ini. Setelah membaca tulisan itu lagi sekarang, saya masih setuju semua poin di situ. Tapi, hari ini saya punya beberapa cabang pemikiran tentang definisi cantik di kepala saya. Dan pemikiran tambahan ini jelas bukan kabar gembira untuk siapapun yang menggemari semangat positivisme.

Sulit untuk stay positive di kala hidupmu terasa pahit. Sulit untuk tidak menjadi getir ketika kau merasa kesepian. Jika di hari-hari mendatang arak-arakan awan hitam menghilang lalu muncul pelangi warna-warni, pola pikir saya mungkin bakal berubah dan nggak lagi sesinis ini. Well, let's see!

Saya mau bicara (lagi) tentang definisi cantik. Saya mau bilang saya nggak setuju sama ocehan tentang semua perempuan itu cantik. Nggak! Itu nggak benar! Standar kerupawanan itu ada dan nyata. Dan kita semua orang Indonesia tau perempuan dengan ciri-ciri bagaimana yang bisa disematkan label cantik. Siapapun yang mencoba mendustai keberadaan standar ini di masyarakat harus siap-siap patah hati ketika di kehidupan nyata ketemu situasi di mana orang-orang cantik mendapat prioritas dalam hal apapun.

Perempuan cantik di Indonesia itu yang berkulit putih, wajah oval imut-imut, hidung mancung, rambut panjang lurus terurai dan langsing. Sebagian besar ciri-cirinya tertuju ke penampakan orang kulit putih. Saya nggak punya referensi yang cukup untuk bahas sejarah, tapi memang sepertinya masalah ini buntut dari mental inferior negara-negara bekas jajahan Eropa.

"Ah, nggak juga! Cantik nggak harus putih. Coba liat Tara Basro, Adinia Wirasti, Asmara Abigail..."

Setuju! Saya setuju banget cantik emang nggak harus putih. Siapa yang bisa membantah kecantikan Tara atau Adinia? Atau siapa yang bisa menyangkal kecantikan Beyonce atau Zendaya? Tapi yaaa gimana, di luar warna kulit, fitur wajah mereka masih masuk ciri-ciri kategori cantik. Coba kalau saya ~~ muka kotak, hidung pesek, rambut ikal ngembang ~~ yang dijadiin sampel, pasti beda cerita. Pasti pada bubar jalan dan balik ke keyakinan kalau emang yang kayak Pevita Pearce yang cantik jelita.

Wkwkwkwk.

Ada seorang idol perempuan terkenal Korea yang sering dinyinyirin kornet alias Korean netizen gara-gara wajah dan bentuk tubuhnya yang nggak sesuai dengan standar kecantikan di sana. Tau kan gimana tinggi dan rincinya beauty standard di sana? Sadar dirinya nggak masuk standar, sang idol pun dengan lantang bilang begini, "ya udah, kalau gue nggak masuk standar cantik di sini, gue bikin standar sendiri.". Tentu aja kornet turun komentar.
    
"Bayangin elo punya wajah kayak member Twice dan super populer di kalangan cowok-cowok, apa iya elo bakal repot-repot bilang begini?"

"Ini omongan yang keluar dari mulut orang jelek untuk merasa lebih baik."

Emang yang pait-pait begini lebih mudah kena ke saya sekarang kayaknya. Nyinyir, tapi kalau kita mau berhenti berkhayal tentang dunia yang ideal dan betul-betul realistis, kata-kata begini ada benarnya. Dan lagi, misalkan, ketika seorang perempuan menata rambutnya dengan model terbaru dan mencoba melangsingkan badannya, dia pun sedang menyesuaikan dengan standar yang ada, bukankah begitu? Menurut saya, malah lebih mudah kalau kita jujur dan mengakui lagi berusaha memenuhi standar tertentu. 

Ya udah. Nggak usah menafikan keadaan yang memang ada dan terjadi di masyarakat. Standar kecantikan itu ada, beauty privilege itu nyata. Kalau kamu bukan termasuk orang yang bisa dilabeli cantik atau ganteng, jangan buru-buru mengklaim diri sebagai korban dari situasi, karena jangan-jangan kamu sekali waktu juga menjadi pelaku yang melanggengkan beauty privelege. Coba cek lagi, pernah nggak kamu mendadak jadi lebih ramah waktu berhadapan sama cowok ganteng, lalu jutek pas dideketin cowok bertampang minimal?

Beauty Privilege is real. Yang rupawan nggak usah menafikan hak istimewa kalian, yang nggak rupawan nggak usah mengecilkan usaha orang lain ~~ "halah, dia mah naik jabatan karena ganteng/cantik aja," atau "santuy, orang cantik/ganteng mah pasti dimaapin.". Kita bisa sama-sama peka dan menahan diri untuk tidak mengeluarkan statement atau berkomentar yang menyakitkan. Pun kita juga nggak berkewajiban untuk minta maaf kepada siapapun atas privilege yang kita punya atau yang kita nggak punya. 

"Maaf kalau gue diprioritaskan bos karena gue cantik/ganteng."

"Maaf, kalau muka gue disturbing buat mata elo."

Tulisan ini bukan mau mendorong kalian yang nggak punya beauty privilege untuk pasrah sama penampilan fisik dan ogah ningkatin kualitas diri (bisa, meningkatkan penampilan menjadi enak diliat itu bisa banget), tapi saya justru mau bilang kita nggak harus cantik dulu untuk mencintai diri sendiri. Kita juga bisa nyaman dengan diri kita apa adanya. Yang saya yakini, langkah pertama yang harus kita lakukan dalam proses mencintai diri adalah mengakui diri kita seperti apa adanya kita. Akui apa yang kita punya dan nggak punya. Termasuk soal penampilan.

Apa kita bisa menghentikan situasi brengsek ini dan berharap masyarakat nggak lagi membeda-bedakan perlakuan kepada siapapun berdasarkan tampang? I don't think so. Manusia adalah makhluk visual yang menyukai keindahan. Prejudice nggak bisa dihindari. Yang paling mungkin kita lakukan adalah mendidik diri sendiri untuk nggak asal jeplak dan ngomentarin fisik orang lain. Pikirin perasaan orang lain.


So, just let us ugly in peace...
   

Tidak ada komentar:

Posting Komentar