Senin, 26 Oktober 2020

Review Drama Korea Mr. Sunshine


Setelah dua tahun lamanya absen nonton drakor—atau pada dasarnya series apapun—akhirnya minggu lalu saya nonton drakor lagi. Judulnya Mr. Sunshine. Drama TVN tahun 2018 ini berjumlah 24 episode. Penulisnya Kim Eun Sook yang di Korea sana terkenal banget dan selalu ditunggu-tunggu karyanya. Beliau sekali lagi bekerja sama dengan sutradara Lee Eung Bok setelah sebelumnya duet di drama Descendants of The Sun dan Goblin. Dengan nominal investasi lebih dari setengah bujet produksi, bolehlah dikatakan drama ini layaknya drama patungan TVN dan Netflix.

 

Sinopsis Singkat

Eugene Choi (Lee Byung Hun) yang terlahir di keluarga budak di Josoen melarikan diri ke Amerika Serikat pada tahun 1871 setelah serangkaian peristiwa tragis menimpa orangtuanya. Ia menjadi kapten dari Korps Marinir Amerika dan kembali ke Josoen untuk sebuah misi. Selama di Joseon, Eugene bertemu dan jatuh cinta kepada seorang gadis bangsawan cantik bernama Go Ae Shin (Kim Tae Ri). 

Tidak seperti kebanyakan gadis bangsawan lain, Ae Shin lebih tertarik dengan berita-berita politik ketimbang kegiatan menyulam atau melukis. Sempat ditentang sang kakek, Ae Shin akhirnya diijinkan untuk berlatih menembak di bawah pengawasan Jang Seung Goo (Choi Moo Sung) untuk kemudian menjadi bagian dari Pasukan Kebenaran (Righteous Army). 

Hubungan cinta Eugene dan Ae Shin terhalang tidak hanya dari perbedaan status di antara mereka, namun juga dari tunangan Ae Shin, Kim Hui Seong (Byun Yo Han). Selain itu ada Gu Dong Mae (Yoo Yeon Seok), seorang samurai kejam yang juga jatuh cinta kepada Ae Shin dan Kudo Hina (Kim Min Jung), pemilik Glory Hotel, tempat Eugene menginap. Pada saat yang sama rakyat Joseon menghadapi upaya kolonisasi Kekaisaran Jepang dan pengkhianatan dari orang-orang yang berniat menjual negara sendiri.

 

Kenapa Mr. Sunshine?

Tahun 2018 saya aktif nonton drakor untuk keperluan freelance di situs online berita hiburan Korea. Beberapa judul cuma saya tonton dua episode awal sebagai bahan nulis review awal, sementara sebagian kecil lainnya cukup menarik perhatian untuk ditonton sampai habis. Begitu resign dari kerjaan tersebut, saya nggak pernah lagi nonton drakor manapun. Banyak drakor yang hype di antara rentang waktu 2018 sampai sekarang, tapi nggak ada yang bikin saya tergugah. Faktor utamanya adalah rasa malas; malas menginvestasikan banyak waktu untuk menggenapkan sebuah judul. Pun di tahun ini saya menggarap satu blog khusus film. Secara durasi, film jelas lebih praktis. Dua-tiga jam selesai.

Lalu kenapa kali ini berbeda? Sebetulnya nggak ada alasan yang gimana-gimana. Hanya kebetulan saya tiba-tiba kepikiran mau nonton melodrama. Pingin nonton sesuatu yang dramatis dan bergelora. Hehe. Di Twitter pun belum lama Mr. Sunshine disebut-sebut oleh sebuah akun yang lumayan punya banyak pengikut. Jadi saya pikir, oke, bolehlah dicoba satu-dua episode awal. Kebetulan pas juga sama keinginan saya buat nonton melodrama. Kalau nggak oke di episode-episode awal ya drop aja.

Nggak banyak informasi yang saya kumpulkan sebelum nonton. Saya nggak baca sinopsis dan juga nggak nonton trailer. Seperti kebiasaan saya belakangan ini, saya langsung terobos aja. Cukup lihat poster dan genre—tonton! Oh ya, tentu, saya tau film ini karya penulis kondang Goblin dan DoTS. Dua-duanya nggak ada yang menarik minat saya buat nonton. Drama penulis yang pernah saya tonton itu Lovers in Paris dan City Hall bertahun-tahun lalu. Saya lumayan suka.

 

Kesan Pertama

Sebetulnya saya nggak begitu sreg nonton drama historical Korea alias saeguk. Mungkin alasannya rada konyol, tapi memang saya ngerasa kesulitan mengidentifikasi para tokoh dengan gaya berbusana dan berpenampilan yang mirip-mirip. Kayak dulu nonton Dae Jang Geum; semua dayang warna bajunya sama. Gaya rambut dan riasan pun mirip. Haduh, baru mau ngenalin tokoh-tokohnya pun udah effort banget! Hehehe.

Mr. Sunshine sendiri mengambil setting awal abad 20, di mana masyarakat Korea mulai diperkenalkan dengan kebudayaan Barat. Unik, karena kita bisa melihat masyarakat Korea masih memakai hanbok dan seorang bangsawan perempuan ditandu kemana-mana, sementara ras kulit putih mondar-mandir mengenakan gaun dan jas modern. Nggak ketinggalan juga orang-orang Jepang yang memakai kimono dan sandal.

Buat saya Mr. Sunshine sudah menarik sejak episode pertama. Kita juga bakal langsung ngeh kalau ini sinema berbujet tinggi. Adegan perangnya nggak setengah-setengah. Latar pemandangannya juga diambil yang paling cantik. Cuma ada satu hal yang bikin saya gereget; adegan Eugene kecil pas disuruh kabur sama ibunya bertele banget. Lama banget nangis sambil tatap-tatapan sama ibunya. Hadu, kalau di dunia nyata mah ya udah ketangkep tuh bocah. Mau nggak mau saya keingetan thread Twitter tentang adegan slow motion yang konyol abis di sinetron India. Hehehe.

Setelah nonton 3 episode awal sekaligus, saya memutuskan drama ini worth to watch meski karakternya segambreng dan masing-masing punya latar belakang yang rumit. Yah, what you expect? Namanya juga melodrama. Saeguk pula. Pasti plotnya bercabang-cabang.

 

Karakter

Ada yang bilang Mr. Sunshine lebih menitikberatkan kepada pengembangan karakter, alih-alih kompleksitas plotnya. Nggak salah juga. Kelima tokoh utamanya memang berhasil menanamkan karakternya di hati penonton. Bahkan tokoh-tokoh pendukung pun nggak ketinggalan mencuri perhatian.

Dari lima karakter utama, saya familiar sama tiga di antaranya, walau cuma 2 yang pernah saya tonton karyanya. Aktor pertama yang saya kenali itu Kim Min Jung yang aktingnya pernah saya simak di drama The Thorn Birds. Saya nggak nonton utuh drakor ini waktu dulu tayang di Indosiar, tapi saya menyimpan kesan kalau drakor ini punya tokoh utama perempuan yang realistis.

 

Be careful when you take a lady's hand. We don't always carry rainbows and sunshine.


 

Kim Min Jung bukan aktris yang mudah dilupakan. Wajahnya mungkin nggak sesimetris aktris Korea kebanyakan, tapi di situ menurut saya letak daya tarik Min Jung. Di Mr. Sunshine, ia kebagian peran sebagai Kudo Hina, seorang janda pewaris hotel dari suaminya yang berkebangsaan Jepang. Karakternya sangat menarik; elegan, genit, sekaligus tangguh. Perempuan ini jago berbahasa Jepang, Inggris, Perancis dan, tentu, Korea. Selain itu doi jago bermain anggar. Kayaknya nggak mungkin ada yang nggak terpukau tiap kali Hina bertarung dengan pedang anggarnya. 

Hina pernah menyimpan rasa ke Eugene, lalu belakangan diketahui punya rasa ke Gu Dong Mae. Tapi sebetulnya motivasi utama Hina adalah mencari ibunya yang lama hilang gara-gara kezaliman sang ayah yang pro-Jepang. Adegan pertama Mr. Sunshine yang bikin saya nangis ya waktu Hina terisak-isak setelah tau ibunya sudah meninggal. Nangisnya kayak anak kecil—di balik sosoknya yang tangguh, sejatinya Hina cuma gadis kecil yang butuh ibunya.

Saya sering merasa Kim Min Jung bicara sambil berbisik di drama ini. Mungkin bagian dari karakternya yang elegan; yang terlihat tenang dan dingin di luar. Atau mungkin juga memang begitulah cara bicara wanita terhormat di masa lampau. Yang jelas kamu bisa notis kepiawaian seorang aktris/aktor berakting dari detil-detil ekspresi wajah yang mereka tampilkan. Dan Min Jung memberi kesan itu kepada penonton. Caranya tersenyum dan mengerutkan wajah dengan maksud flirting bikin karakter Kudo Hina semakin bold. Cuma satu hal yang saya agak janggal sama karakter Min Jung di sini; gaun dan dandanannya itu loh kadang-kadang kelewat ribet. Menurut saya dia paling cantik waktu pake kimono.

 

 

I wish burn brightly, then wilt. Like a flame. I do fear death, but I made up my mind.

 

Aktor kedua yang saya udah familiar itu Kim Tae Ri. Saya lihat doi di film Little Forest. Dan memang aktingnya natural gitu. Barangkali karena Tae Ri berkembang di teater kali ya. Saya jadi kepikiran kenapa idol Kpop yang menjajal akting selalu dicerca abis-abisan sama netizen Korea. Bukannya mau ngelarang siapapun mengembangkan karir, tapi toh Korea punya banyak aktor bagus. Penonton awam kayak saya pun bisa menilai akting seorang aktor. Akting adalah bagian dari seni, dan karenanya kita nggak cuma menilai dengan mata, tapi juga dengan hati.

Dalam drama Mr. Sunshine, Kim Tae Ri berperan sebagai Go Ae Shin yang memiliki dua sisi bertentangan dalam dirinya. Sehari-hari ia adalah bangsawan cantik yang polos, baik hati, namun sekaligus sedikit arogan. Adegan saat ia menduduki kursi Eugene di kantor legasi Amerika padahal posisi dia adalah tamu yang hendak diinterogasi menegaskan bahwa Ae Shin tahu betul di mana posisinya. Mau bagaimanapun ia adalah gadis bangsawan yang (harus) dihormati seluruh Joseon.

Kepolosan Ae Shin tampak sewaktu ia mengajak Eugene untuk melakukan ‘love’ bersama. Ia terpesona dengan kata yang konon lebih hebat maknanya dari gelar dan kejayaan. Namun, di sisi lain, Ae Shin adalah penembak jitu terlatih berdarah dingin yang nggak ragu membunuh siapapun target yang diperintahkan kepadanya. Pertemuan pertamanya dengan Eugene adalah pada saat ia dalam misi membunuh seorang warga negara Amerika.

Sebagai bangsawan, Kim Tae Ri menawan dalam balutan hanbok warna-warni yang cantik banget. Suaranya pun bisa terdengar sangat tegas dan bermartabat—bikin kita percaya dia memang berasal dari keluarga bangsawan. Sementara sebagai snipper, doi kelihatan mungil dalam setelan jas cowok. Bukan berarti nggak pantes, cuma kelihatan banget aja badannya kecil.

Sisi karakter kayaknya memang dipikirkan banget ya. Contohnya karakter Ae Shin si penembak jitu. Penuh perhitungan, tapi nggak pernah ragu-ragu. Terbukti dalam hal mencinta Ae Shin juga penuh keberanian. Pun dia nggak sungkan menyatakan atau menunjukkan kasih sayangnya ke Eugene. Mau bilang "aku merindukanmu" ya bilang aja. Sekalian disamperin malah. Woooww.

Selain dua aktor di atas, saya cuma sekadar tau tampang Lee Byung Hun dan sama sekali asing dengan dua lainnya. Mr. Sunshine adalah perkenalan pertama saya sama Yoo Yeon Seok dan Byun Yo Han. Dan, nggak kalah dari Eugene Choi, banyak penonton yang terpesona sama karakter Gu Dong Mae dan Kim Hui Seong.

 

I'm a bad guy. Bad guys tend to die first. That way, the good one can live longer.

 

Tentu, siapa yang bisa menolak pesona samurai gondrong berpenampilan laki banget seperti Gu Dong Mae? Sudah begitu seumur hidup cuma ada satu perempuan di hatinya. Hmm. Dong Mae sendiri mulanya adalah seorang anak tukang jagal hewan. Di masa itu, tukang jagal sama rendahnya dengan budak. Dan, seperti Eugene, Dong Mae kehilangan kedua orangtuanya dalam sebuah peristiwa tragis. Ia nyaris terbunuh jika Ae Shin kecil tidak menolongnya.

Dong Mae kemudian pergi ke Jepang dan bergabung dengan Perkumpulan Musin—bagian dari sindikat Yakuza. Balik ke Josoen, Dong Mae jadi preman penguasa yang nggak segan menebas siapapun dengan pedangnya. Ia berbisnis dengan Hina sebagai penjaga Glory Hotel, namun seiring berjalannya waktu semakin akrab secara personal dengan perempuan itu. Sayangnya, sampai akhir hayat Dong Mae cuma mengingat Ae Shin.

 

I have no idea what to do. I have never been rejected by a woman before.

 

Lalu ada Kim Hui Seong si pria flamboyan, cucu tuan tanah kaya raya. Takdirnya berkaitan erat dengan Eugene, karena keluarga Hui Seong-lah yang menyebabkan tragedi di kehidupan Eugene. Sebagai tuan muda, doi nggak pernah mikir soal uang. Sepuluh tahun di Jepang sebagai playboy kelas kakap nyatanya menghilangkan kesempatannya untuk bersanding dengan Ae Shin. Begitu balik ke Joseon, Ae Shin sudah terlanjur jatuh hati sama Eugene.

Hui Seong mengaku menyukai hal-hal indah namun nggak berguna. Dia seseorang yang menangkap keindahan dari bentuk bunga, bulan dan langit. Nggak seperti tokoh lain yang langsung pakai senjata, kekuatan Hui Seong ada di kata-kata. Setelah melewati tiga dekade tanpa tujuan, akhirnya Hui Seong mantap menjadi jurnalis yang memberitakan peristiwa-peristiwa politik di Joseon.

 

Romansa dan Patriotisme

Kelima tokoh utama Mr. Sunshine berdarah asli Joseon. Namun dalam perjalanannya, tiga tokoh punya keterkaitan dengan negara lain yang bikin penonton bertanya-tanya, bakal ke negara mana mereka mengabdi. Kudo Hina sudah berkewarganegaraan Jepang, mengikuti mendiang suaminya. Pun Dong Mae sudah mengikat janji dengan perkumpulan Musin di Jepang. Sementara Eugene Choi sudah menjadi warga negara Amerika, walau dia selalu sadar diri, kalau nanti dia melakukan kesalahan, orang Amerika bakal menyebutnya orang Joseon.

Seseorang berkewarganegaraan Amerika dan seorang warga pro-Jepang nggak mungkin ujug-ujug membela Joseon dong? Terlebih keduanya menyimpan dendam atas sistem kelas di bangsa sendiri. Dan memang begitulah sampai akhir. Tujuan Eugene dan Dong Mae sampai akhir bukan membela Joseon; mereka ‘sekadar’ menjaga perempuan tercinta mereka agar tetap tegar di jalan ninjanya. Meski Eugene Choi adalah pemeran utama, namun Go Ae Shin adalah sebenar-benarnya pemimpin plot cerita.

 

Akurasi Sejarah

Sedramatis-dramatisnya kisah cinta Go Ae Shin dan Eugene Choi, Mr. Sunshine tetaplah drama berlatar sejarah asli. Dari berbagai artikel yang saya baca, drama ini banyak diprotes masyarakat Korea atas akurasi sejarahnya. Misalnya karakter Dong Mae yang seakan menjustifikasi kalau pro-Jepang itu nggak apa-apa dan termaafkan. Lalu pihak Amerika yang diceritakan terlalu soft, padahal Amerika termasuk negara yang menginvasi Korea dan nggak kalah kejam dari Jepang. Intervensi pihak Netflix sebagai pemodal, kah?

Ada sebuah film berjudul Taxi Driver yang juga mendulang banyak kritik tentang keakuratan sisi sejarahnya. Toh pada akhirnya kritik-kritik tersebut nggak menghalangi apresiasi untuk film ini. Buat saya pribadi, Taxi Driver merupakan film berlatar sejarah dengan pendekatan humanis yang sangat menggugah. Bukan berarti akurasi sejarah nggak penting, tapi namanya medium sinema pasti diselipkan beberapa adegan fiksi. Dan bukankah sebagai produk seni, film ini sudah melakukan tugas melampaui tujuan aslinya—menghibur penonton?

Ketika sebuah film berlatar sejarah berhasil menarik minat penonton, terlepas dari akurat tidaknya sebuah data, bukankah ia sudah menggugah niat orang-orang mengulik lebih dalam tentang peristiwa sejarah yang diangkat? Bukankah itu yang harus dilakukan orang-orang mengenai sejarah—dicari tahu kebenarannya, diingat lalu diambil nilai moralnya? Sampai hari ini saya masih menunggu sinema Indonesia yang mampu menggugah hati masyarakat untuk menengok kembali sejarah negeri ini. Kalau filmnya semacam propaganda penumpasan PKI yang dulu wajib tayang setiap akhir September sih ya maaf aja. Males!

 

Plot dan Lagu Pengiring

Drama bernuansa light jarang banget menarik perhatian saya. Kalau film rom-com yang selesai sekali nonton sih masih tahan. Tapi series? Mending drama atau sekalian melodrama deh. Saya lebih suka cerita yang realistis, gelap dan bahkan tragis, ketimbang yang uwu berbunga-bunga.

Mr. Sunshine memang bergenre melodrama. Plotnya serius dan berat. Adegan berdarahnya pun bertebaran sepanjang episode. Saya sampe mikir di jaman dulu kayaknya nyawa manusia murah banget. Tapi tenang, drama ini juga masih menyisakan ruang untuk selingan komedi. Bukan yang diada-adain, tapi memang lahir dari beberapa karakternya yang memang kocak. Bahkan Eugene dan Ae Shin sering saling lempar sindiran yang jatohnya lucu.

Tapi tentu, nuansa film ini lebih banyak dramatisnya ketimbang cerianya. Belum lagi dialog, baik secara isi kalimat maupun cara pengucapan yang kadang mirip orang sedang bersajak. Kemudian ditambah lagu pengiring yang menyayat-nyayat—kamu setidaknya bakal merasa galau banget setiap episodenya kelar. Pinter banget deh musisi Korea bikin lagu yang heartbreaking begini. Biarpun nggak ngerti isi liriknya, tapi udah langsung galau aja bawaannya. Ah, Korea memang udah maju segala-galanya ketimbang negeri sendiri.

 

Lee Byung Hun

Saya nggak bahas karakter Eugene Choi bersama keempat pemain lainnya di atas karena doi harus-kudu-mesti ditulis dalam sub-bab tersendiri. Memang sesepesial itu ahjussi satu ini.

Pertama-tama, bagi yang belum tau, Lee Byung Hun adalah salah satu aktor A-list di Korea sana. Beliau bahkan udah merambah Hollywood dan jadi aktor Korea pertama yang diundang ke ajang Oscar. Sayangnya, gemilang karir akting sang aktor berbanding terbalik sama kehidupan pribadinya yang diwarnai skandal. Kamu bisa search sendiri skandal-skandal apa aja yang mengelilingi Lee Byung Hyun. Yang jelas, tiap doi menelurkan karya baru, beberapa netizen bakal nge-drag lagi skandal-skandal tersebut.

Lee Byung Hun rasa-rasanya memang one of a kind. Nggak ada yang bisa membantah kepiawaian aktingnya mau bagaimanapun. Prestasinya di kancah Hollywood pun jadi semacam aset dan kebanggaan tersendiri buat Korea. Jadi, kayak semacam dilema kalau mau menjegal karir aktingnya yang kadung membanggakan.

Dari artikel-artikel yang saya baca, kontroversi sudah mengikuti Mr. Sunshine bahkan sebelum proses syuting dimulai. Selain perkara akurasi data sejarah, pemilihan Byung Hun sebagai Eugene Choi juga menuai kritik. Image Byung Hun adalah satu hal, perkara tampang adalah hal lain lagi. Banyak yang mengaku enggan nonton Mr. Sunshine gara-gara skandal Byung Hun, sementara sebagian lagi mencerca beliau ketuaan dan nggak pantes bersanding sama Kim Tae Ri. Salah satu review yang sempat saya baca malah menyebut couple ini bak pakde dan keponakan. Wkwkwk.

Jujur, waktu lihat Byung Hun di sini saya pun merasa beliau berusaha keras untuk kelihatan lebih muda. Setidaknya dari segi kerutan wajah. Eugene Choi sendiri kurang lebih berusia 40 tahun, 8 tahun lebih muda dari usia Byung Hun saat produksi. Dan aktor satu ini memang bukan tipe aktor Korea flower boy yang wajahnya soft dan masih imut-imut padahal umurnya udah banyak. Saya sempet kepikiran, kalau bukan Byung Hun siapa ya aktor Korea yang pantes jadi Eugene Choi? Aktivitas googling saya lantas mengerucut ke dua nama: Kim Rae Won dan So Ji Sub. Dari segi usia dan perawakan bolehlah dipertimbangkan.

 

Don't cry. This is my history and my love story.

 

Tapi, ah, sudahlah. Lee Byung Hun udah paling pantes. Beliau mungkin nggak ganteng-ganteng amat, tapi kharismanya itu loh. Kalau udah senyum juga manis dan adem banget—tapi entah gimana sekaligus tersirat vibe badboy-nya, lol. Sudah begitu suaranya berat dan berwibawa—cocok untuk penggambaran seorang tentara. Kemampuan bahasa Inggrisnya pun nggak usah diragukan lagi, secara udah debut di Hollywood. Dan, yang paling penting, aktingnya meyakinkan.

Ada sebuah artikel wawancara Byung Hun dengan jurnalis Barat yang hari ini saya baca. Di situ Byung Hun memaparkan pandangannya tentang kualitas seorang bintang di diri seorang aktor. Katanya kualitas bintang bisa dilihat dari kemampuan menarik hati penonton untuk menyaksikan penampilan sang aktor lagi dan lagi, meski mungkin secara fisik si aktor ini nggak begitu wah.

Itulah yang terjadi sama saya. Di antara tiga aktor utama Mr. Sunshine, saya nggak merasa kesulitan memilih favorit. Sudah jelas Eugene Choi. Kayak ada sesuatu dari aktor ini yang menggugah saya buat eksplor karyanya yang lain. Ada satu film Byung Hun yang tersedia di Netflix dan sudah saya unduh, siap ditonton. Inikah kualitas seorang bintang yang betul-betul memancar dari seseorang yang sangat berdedikasi pada pekerjaannya? Saya nggak mau komentar banyak tentang skandal beliau, saya mau mandang hasil kerjanya aja.

Balik ke karakter Eugene Choi, apakah memang Byung Hun tampak kurang serasi di samping Tae Ri? Nggak juga sih menurut saya. Cocok-cocok aja. Kalau ada kissing scene mungkin lebih bagus lagi. Hahaha. Bukan bermaksud mesum atau gimana, tapi beberapa adegan pas mereka berduaan, dengan perasaan cinta sebesar itu di hati dua orang dewasa, kayaknya rasional aja gestur cinta mereka lebih dari sekadar berpelukan. Iya nggak sih?

 

Serasi kok...

 

Recommended?

Begitu mulai nonton dua episode terakhir, saya mulai merasa turn off. Kayak merasa episode 22 sudah merupakan puncak paling seru. Lagipula saya nggak tau gimana drama ini seharusnya diakhiri. Saya nggak keberatan sama sad ending kalau memang harus begitu. Saya nggak khawatir couple di sini nggak bisa bersatu, saya cuma khawatir dengan masa pergolakannya, karena drama ini nggak mungkin diakhiri dengan kemerdekaan Korea. Periode kemerdekaan mereka masih jauh di tahun 1945.

Drama ini megah dalam banyak aspek. Efek CGI-nya banyak yang berhasil, tapi ada juga yang gagal. Misal adegan ngobrol Eugene dan Dong Mae yang berlatar perbukitan. Itu masih kasar dan seakan mau dapet gambar indahnya aja padahal nggak realistis.

Dengan banyak aspek yang megah luar biasa, konon banyak penonton yang mengaku standar drakornya jadi membumbung tinggi semenjak nonton Mr. Sunshine. Kayak udah nggak bisa puas lagi kalau disuguhi drama ala kadarnya. Pokoknya jadi picky banget!

Kalau saya sih memang dari sononya males nonton series, jadi belum ada niatan nengok drakor lain. Pinginnya sih, kalau kesan pertama dan genrenya cocok, saya nungguin drakor Lee Byung Hyun terbaru tahun depan. Mainnya sama Han Ji Min yang saya suka aktingnya pula.

Jadi, apakah Mr. Sunshine layak direkomendasikan? Tentu. Pasti. Di antara kekurangan dan bagian-bagian yang ‘nggak masuk’ di saya, drakor ini sangat layak tonton. Saya malah kepingin rewatch lagi. Hehe. Padahal baru kelar kemarin maraton nontonnya.

Omong-omong, apa nggak bikin makin mellow dengerin kumpulan soundtrack-nya lagi dan lagi? Seneng banget berlarut-larut di mode patah hati. Ck.  

 

Gun. Glory. Sad Ending.

 

10 komentar:

  1. Saya baru nonton Mr Sunshine sekarang dan langsung jatuh hati sejak episode pertama. Padahal aslinya nggak terlalu suka dengan drama saeguk, tapi nonton ini kok memikat banget. Meski awal-awalnya agak mikir, tapi lama-lama seru banget buat ngikutin kisahnya. Nonton drama ini tanpa ekspektasi apa pun dan sekarang jadi susah move on, makanya bisa nyasar sampai blog ini ahahaha.

    Sepakat banget dengan ulasan di sini sih. Walau emang ada beberapa CGI yang agak mengganggu tapi gak masalah. Walau nggak ada kissing scene, tapi penonton bisa banget ikut ngerasain cinta yang begitu besar dan tulus dari Ae Shin dan Eugene. Lihat mereka tatap-tatapan doang udah ikutan baper ahahaha.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hai, terima kasih sudah mampir dan meninggalkan komentar. Selamat berbaper ria dengan couple Ae Shin - Eugene! ;)

      Hapus
  2. aku siy yesss banget inih drama..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Yes, banget! Hehehe. Terima kasih sudah mampir dan meninggalkan komentar.

      Hapus
  3. Saya baru selesai maraton mr sunshine...dan semua ulasanya mewakili apa yg sy rasakan dan ingin sy tulis,
    Yg pasti saat ini sy sedang menguatkan diri untuk bisa move on dari kapten eugene choi..😁

    BalasHapus
    Balasan
    1. Halo, siapapun kamu yang sudah mampir dan meninggalkan komentar. Terima kasih! Yuk bisa yuk move on dari Kapten Eugene Choi ;)

      Hapus
  4. Saya juga baru selesai marathonnn nonton Mr sunshine.. belum pernah sih sebelum nya nonton drakor se marathonnn ini sampe tengah malam huhuhu.. dan bener banget, jadi sudah move on sama Eugene choi. Sampe cari film Lee Byung hun yg lain dan search sejarah Korea atas pendudukan Jepang..

    Keren asli,

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hai, terima kasih sudah mampir dan meninggalkan komentar. Kalau aktornya main bagus memang efeknya jadi tambah kepo ya :)

      Hapus
  5. Saya baru seminggu lalu selesai nonton Mr Sunshine, dan blog ini bener2 ngewakilin yang saya rasain selama nonton maupun pas udh selesai. Bahkan saya juga ngerasa hal yg sama pas adegan eugene kecil yg bertele tele dan adegan CGI eugene dan dongmae yg kurang halus. Pokonya terima kasih banget buat penulis blog ini yg udh mewakili banget muolai dari penilaian sampe hal2 yg dirasa selama nonton ini. Dan sama kayak mba penulis, setelah selesai nonton ini saya jadi ngestalkin om byunghun hahaha. Karismanya memang ga ada obat beliau ini. Kalau urusan skandal, saya ga terlalu mau mengulik krn toh pernihakan si om sampai sekarang masih langgeng, jadi mending fokus ke karya2nya dan biarkan haters melolong. Fyi saya skrg nulis ini sambil dengerin ost mr sunhsine yg judulnya Sori :") Bener2 gagal move one sama drama yg satu ini. Sehat2 terus ya mba noviaa, salam kenal

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hai, salam kenal juga! Terima kasih sudah mampir dan meninggalkan komentar. Semoga kamu dan keluarga sehat-sehat terus juga ya!

      Hapus