Sabtu, 28 Juni 2014

Pak Amien Rais Please Keluar dari Politik

Pak Amien Rais please keluar dari politik. Bapak sejatinya seorang akademisi, dan mohon, Pak, tetaplah begitu. Mohon Bapak jadi cendikiawan saja. Jadi seorang penasehat (bijak). Jadi alim ulama. Dan pada akhirnya jadi Bapak Bangsa. Pendek kata, maksud saya yang bodoh ini, Bapak di belakang layar saja.

Bapak saat ini berdiri di kubu capres nomor 1. Banyak yang bilang Bapak tidak konsisten karena tahun 1998 Bapak dan para mahasiswa bersatu menjatuhkan rezim orba hingga Bapak disebut Bapak Reformasi. Tapi sekarang Bapak mendukung mantan menantu rezim yang dulu Bapak lengserkan. Sifat capres 1 ini sepertinya berbau orba, tapi apapun, adalah hak Bapak untuk memilih. Lagipula setiap manusia bisa berubah. Juga saya dan kebanyakan masyarakat adalah awam yang pengetahuannya tentang seorang tokoh publik berasal dari media, dan bukan kenal secara pribadi, sehingga bisa saja Pak Prabowo tidak seperti yang selama ini ditampilkan media. Singkat kata, bisa jadi Pak Amien lebih mengetahui kepribadian Pak Prabowo karena sering berinteraksi langsung. Pun cawapres Pak Prabowo juga merupakan Ketum partai Bapak bernaung. Jadi pastinya Pak Amien lebih mengetahui kepribadian dua orang tersebut. Apapun, saya tetap, menghormati pilihan politik Bapak.

Pak Amien, saya meminta Bapak untuk mundur dari politik karena sesungguhnya saya adalah pengagum Bapak. Saya seperti mama saya yang mengidolakan Bapak. Karena itu saya tidak tahan tiap ada komentar miring bahkan vulgar tentang Pak Amien dari para cyber army alias netizen. Pak Amien, apakah Bapak tahu bahwa Bapak masih menjadi magnet kuat pemberitaan media massa? Tiap ada berita yang menampilkan Bapak pasti banyak yang berkomentar, baik dari sesama tokoh nasional maupun dari kalangan masyarakat. Sayangnya belakangan berita mengenai Bapak cenderung negatif. Bapak banyak berkomentar tentang sesuatu atau seseorang yang memancing kontroversi.

Bapak pernah membandingkan Bapak Joko Widodo, rival capres dukungan Bapak, seperti Joseph Estrada, yang kata Pak Amien beliau terpilih berdasarkan popularitas, dan selama menjabat kerjanya hanya mabuk-mabukan. Bapak pernah mengatakan gelar salah satu walikota terbaik dunia untuk Bapak Joko Widodo berlebihan dan menyesatkan, karena angka kemiskinan di Solo masih tinggi semasa kepemimpinan Bapak Joko Widodo. Lalu Pak Amien pernah menganalogikan Pilpres seperti Perang Badar. Dan yang teranyar puteri Pak Amien yang sekarang tinggal di Belanda, Tasniem Fauziah, membuat surat terbuka melalui akun facebook-nya, yang isinya mendorong Bapak Joko Widodo untuk bertanya pada hati nuraninya tentang langkahnya ikut pilpres.

Pak  Amien, saya bicara begini bukan karena saya stand on the right side. Pilihan saya biar nanti di TPS. Yang jadi persoalan adalah kata-kata Bapak yang menjadi pemberitaan tersebut tidak elok keluar dari manusia secerdas dan sealim Bapak. Ketimbang seperti kritik, ucapan Bapak justru lebih terdengar seperti serangan politik. Bapak tampak sebagai pribadi inkonsisten sekaligus oportunis.



Kata Mba Hanum puteri Bapak dalam buku "Menapak Jejak Amien Rais", Pak Amien adalah seseorang yang pikirannya jauh melampaui zamannya. Saya setuju. Bapak tidak diragukan lagi adalah salah satu manusia tercerdas yang pernah dimiliki bangsa ini. Berbeda dengan sebagian besar dari kami, rakyat Indonesia, yang tidak mengenyam pendidikan setinggi Bapak. Jadi jangan salahkan kami jika mencerna kata-kata Bapak dengan kapasitas otak kami yang tidak secerdas Bapak. Level Bapak dan kami rakyat kebanyakan memang berbeda. Dan kenyataan berbicara, seseorang yang gaya bicaranya seperti kami rakyat kebanyakan, kini menjadi salah satu kandidat pemimpin negeri.

Pak Amien, dua tahun lalu saat saya membaca buku Mba Hanum, saya sampai berlinangan airmata. Saya terharu dengan kisah hidup Bapak yang coba dituliskan puteri Bapak. Saya bisa merasakan kebaikan Bapak yang tertulis di buku tersebut benar adanya. Bukan semata pembelaan seorang putri tentang ayahnya. Saya yakin Bapak memang seorang yang alim, sederhana, tapi sekaligus pemberani. Bapak adalah orang yang menyinggung suksesi di saat Soeharto masih menjabat, kan? Pada jaman itu bersikap vokal terhadap penguasa sangat riskan, bukan begitu?

Saya masih ingat salah satu poin yang Pak Amien sampaikan dalam buku itu, bahwa menjabat satu kedudukan baiknya hanya 1 kali periode. Dua kali artinya toleransi. Lebih dari dua artinya toleransi di atas toleransi. Bapak bilang semakin lama menjabat maka semakin berkurang sensitifitas seorang pemimpin. Pada akhirnya si pemimpin sudah tidak mampu lagi mengerti keinginan rakyatnya. Ia jadi hanya sebatas melaksanakan rutinitas. Seperti presiden ke dua negeri ini yang sudah berkuasa selama 32 tahun. Karena itu Bapak menilai Pak Harto juga berjasa untuk negeri ini. Di awal kepemimpinannya, Pak Harto menurut Pak Amien sangat bagus. Tapi karena berkuasa begitu lama, Pak Harto tidak lagi bisa memahami kehendak rakyat.

Intinya Bapak berkeyakinan bahwa regenerasi pemimpin sangat diperlukan. Seseorang dengan pemikiran yang fresh. Istilah Pak Anies Baswedan, kebaruan.

Pak Amien, apakah benar kami yang tidak dapat mengerti? Apakah benar media memelintir kata-kata Bapak hingga terdengar menyeramkan di telinga kami? Bapak tampak seperti pribadi, maaf, munafik. Membuat orang lain berpikir Bapak seorang pengkhianat yang memiliki banyak hidden agenda.

Pak, dari seorang pengagummu yang merasa sangat tidak enak membaca komentar pedas nan kasar para netizen, saya mohon, keluarlah dari politik.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar