Minggu, 28 Februari 2021

Tentang Stereotip


Sudah lama sejak blog ini nggak memosting tulisan yang judulnya dimulai dengan kata "Tentang". Sekarang mari kita buat satu tulisan tentang sesuatu. Tentang stereotip.


Seperti kamu bisa baca di atas, menurut KBBI, landasan stereotip adalah prasangka. Saya nggak akan membantah ini. Karena itu sebelumnya saya mau disclaimer bahwa tulisan ini sama sekali tidak ilmiah, dan lagi-lagi hanya ceracauan dan buah pikiran pribadi.

Secara spesifik saya mau membahas stereotip perempuan. Kaum saya ini diprasangkakan sebagai insan emosional yang dalam setiap aspek kehidupannya selalu mengedepankan perasaan alih-alih logika. Apakah benar begitu?

"Males ribut sama cewek."

These words got me thinking hardly. Kata-kata ini keluar dari mulut seorang laki-laki yang ditujuķan kepada seorang perempuan dalam konteks dan lingkup pekerjaan. Saya berpikir keras, bisakah kalimat ini diterima?

I am not 20. Saya tidak lagi menggebu membicarakan sebuah perubahan tentang seperti apa seharusnya dunia. Saya manusia bitter yang tidak lagi banyak berangan-angan tentang the world as it should be. Belakangan saya mencoba menerima the world as it is. Termasuk perihal sifat alamiah perempuan dan lelaki.

Bukan, ini bukan tentang gender role. Saya membicarakan sifat alamiah manusia yang tidak banyak berubah sejak jaman batu. Tentang perempuan yang lebih perasa dan tentang lelaki yang konon lebih mengedepankan logika. Sekali lagi saya mau disclaimer, ini bahasan secara umum. Kamu mungkin sekali mengenal perempuan yang pandai berpikir secara logis dan laki-laki yang cenderung sensitif.

Stereotip. Saya selalu berpikir, betapapun stereotip muncul berdasar prasangka, tapi bukan berarti sama sekali tidak benar. Sedikit saja pasti mengandung kebenaran. Dan malah stereotip muncul karena banyak contoh pendukung hingga kemudian menciptakan stigma.

"Males ribut sama cewek."

Membantah fakta bahwa perempuan memang cenderung lebih emosional sepertinya hanya akan sia-sia belaka. Perempuan memang begitu. Saya sendiri seringnya begitu. Hanya saja... mungkin... saya akan lebih senang jika tidak mendengar kalimat ini. Apalagi di lingkup pekerjaan. Seakan usaha untuk bersikap profesional, setidaknya dari diri saya sendiri, dimentahkan dan dibungkam karena lelaki tetap saja menganggap kata-kata perempuan sebagai omelan kosong belaka.


2 komentar:

  1. Aku kok jadi suka ya baca baca tulisan kakak. Bagus bahasanya mudah dimengerti. Menarik juga.❤

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hai, terima kasih sudah mampir dan meninggalkan komentar. Seneng banget ada yang suka tulisan saya <3

      Hapus