Minggu, 05 Februari 2023

Review Drama Korea: THE GLORY (2022)


Sebetulnya saya sudah beres nonton The Glory sejak awal tahun. Delapan episode saya rampungkan dalam kurun 3 hari saja, sewaktu terkapar di kasur akibat pilek sepulangnya dari kampung. Jujur, saya nonton karena terdorong hype yang luar biasa di medsos. Dan apakah drakor yang rilis separo jalan di Netflix tanggal 30 Desember 2022 ini worth the hype?


Sinopsis Singkat

Moon Dong-eun (Jung Ji-so) remaja mengalami perundungan berat di SMA. Tanpa tahu apa kesalahannya, ia terus menjadi target perundungan yang dipimpin oleh Park Yeon-jin (Shin Ye-eun), teman satu sekolahannya yang lahir dari keluarga kaya dan berpengaruh. Pada saat Dong-eun melaporkan tindakan perundungan yang dialaminya kepada pihak sekolah, gadis itu malah ditekan hingga terpaksa mengundurkan diri dari sekolah.

Luka fisik sekaligus batin yang diderita Dong-eun membuat gadis itu menentukan satu-satunya tujuan dalam hidupnya: Park Yeon-jin. Dong-eun bersumpah suatu hari nanti ia akan kembali ke kehidupan Yeon-jin untuk membalaskan dendam lalu binasa bersama. 

Dong-eun lantas menghabiskan hari-harinya untuk bekerja dan kembali melanjutkan sekolah hingga kuliah. Ia pun tetap memantau kehidupan Park Yeon-jin dan kawan-kawannya sambil menyusun rencana balas dendam. Dan hari untuk memulai pembalasan pun dimulai. Langkah pertama Dong-eun dewasa (Song Hye-kyo) adalah menyewa kamar yang terletak tepat di depan kediaman mewah Yeon-jin dewasa (Lim Ji-yeon) dan keluarganya. Selanjutnya ia menempatkan dirinya sebagai guru di sekolah putri Yeon-jin, Ha Ye-sol (Oh Ji-yul), meski untuk itu Dong-eun mesti menempuh cara-cara pemerasan. Kemudian Dong-eun juga mempekerjakan seseorang, Kang Hyeon-nam (Yum Hye-ran) untuk mencari informasi sebanyak-banyaknya tentang orang-orang di kehidupan Yeon-jin.



Kemunculan kembali Dong-eun langsung membuat Yeon-jin risau, apalagi ketika ia tahu Dong-eun menjadi wali kelas Ye-sol. Dong-eun sendiri memberi kesan bahwa ia tahu skandal yang ditutupi Yeon-jin mengenai putri kecilnya itu. Sementara itu suami Yeon-jin, Ha Do-yeong (Jung Sung-il), tanpa tahu apa yang terjadi di masa lalu istrinya, diam-diam membangun hubungan dengan Dong-eun sebagai lawan main permainan Go alias baduk.

Di lain pihak ada Joo Yeo-jeong (Lee Do-hyun) yang mengajari Dong-eun bermain Go sewaktu mereka berdua satu kampus. Ketika bertemu lagi Yeo-jeong sudah menjadi dokter. Ia yang sudah naksir Dong-eun sejak pertama kali bertemu lantas menawarkan diri untuk menjadi algojo untuk rencana balas dendan Dong-eun.

 



Perundungan Berat

Bertahun-tahun lalu, saya pernah baca komik Jepang tentang aksi perundungan di sekolah. Bisa dikatakan komik tersebut menjadi referensi penting saya dalam memahami perundungan manusia. Pertanyaan dalam benak saya waktu itu sama seperti pertanyaan para korban yang diceritakan: "Salahku apa? Kenapa aku dijadikan sasaran bully?"

Seperti kisah Dong-eun, seseorang yang menjadi korban justru yang hidupnya hancur. Seumur hidup terus dihantui pengalaman menyakitkan di masa lalu yang tak mau hilang. Sedangkan si perundung, yang tentu saja punya status di atas karena salah satu faktor perundungan adalah ketimpangan relasi kuasa, hidup mulus dan lancar seperti jalan tol.

 


Kisah perundungan di The Glory sendiri disebut memiliki kemiripan dengan kasus yang nyata terjadi di sebuah SMA di Korea. Kesamaannya adalah aksi perundungan dengan menempelkan alat catok rambut panas ke sekujur tubuh korban. Speechless? Alat catok dijepit ke badan manusia pas lagi panas-panasnya??? Bisa-bisanya remaja berkelakuan kayak setan begitu! Setan pun mungkin bakal ogah disama-samakan dengan manusia! Huh!

Di Korea sendiri yang memang tingkat kasus perundungannya tinggi agaknya sudah menanggapi bentuk kekerasan seperti ini dengan lebih serius. Kita yang di luar Korea bisa melihat beberapa selebritis yang tersandung kasus perundungan di masa lalu langsung jatuh karirnya dalam sekejab. Berlainan dari perspektif pelaku yang menilai tindakan mereka hanya sebatas main-main, perundungan sejatinya adalah kejahatan serius.

 

Karakter dan Akting

Kalau kita perhatikan, para aktor yang memerankan karakter versi remaja punya kemiripan dengan para aktor versi dewasanya. Karakter yang paling membekas buat saya sendiri adalah Park Yeon-jin versi remaja. Senyumnya nyeremin abis, kayak psikopat. Lalu yang kedua adalah pemeran Dong-eun versi remaja. Doi juga bagus dalam memerankan karakter ngenes.

 


 

Selebihnya, jujur, saya nggak merasa spesial. Song Hye Kyo? Nggak membekas buat saya. Dibilang jelek ya nggak, tapi dibilang super ya juga nggak. Di sini pun doi kurus banget, yang menurut artikel yang sempat saya baca memang disengaja untuk memberi pesan ke penonton, "Wah, manusia kurus-kecil gini bisa ngebalas dendam kayak gimana?". Efek lainnya soal badan yang kurus itu, menurut saya, doi jadi kelihatan tua. Oh, sebetulnya sesuai umurnya. Nggak apa-apa sih. Wajar. Cuma jadi janggal sewaktu doi di masa-masa kuliah.

 


 

Lalu Lee Do-hyun, hmm, sori, saya nggak merasa ada chemistry di antara dia dan Hye-kyo. Biar diceritakan Yeo-jeong cuma 2 tahun lebih muda dari Dong-eun, perbedaan umur kedua aktornya terlihat jelas. Alasan Yeo-jeong yang mau jadi algojo dari rencana balas dendam Dong-eun juga terasa aneh dan dibuat-buat. Naksir sih naksir, simpati sih simpati, tapi apa iya harus segitunya? Motivasi kuatnya apa? Latar belakang Yeo-jeong yang membuat doi mengalami gangguan kesehatan mental pun belum terjelaskan di sini. Samar-samar kayak Hwang Hee-tae di Youth of May ya; punya trauma di masa lalu. Mana sama-sama jadi dokter lagi!




Recommended?

Banyak yang suka dan merekomendasikan, tapi buat saya nggak begitu spesial. Ada bagian-bagian yang bikin saya sebagai penonton merasa janggal. Dan ngapain sih Netflix pake dibagi 2 bagian segala? Separo-separo gini? Nggak kayak original series dulu-dulu yang langsung di-drop seluruh episode. 

Saya sendiri kemungkinan besar bakal nonton bagian keduanya yang dijadwalkan tayang Maret 2023 mendatang. Kita lihat nanti bagaimana pendapat saya setelahnya!






Tidak ada komentar:

Posting Komentar