Sepuluh tahun lalu, seorang pengusaha mebel yang lantas merintis karir politik sebagai walikota kota kecil, lalu lanjut gubernur ibukota, sukses menjadi orang nomor satu di negeri ini. Seminggu setelah pelantikan beliau, saya menulis postingan ini. Hari ini, dalam nuansa tahun politik pula, siapa sangka saya bakal buat tulisan antitesisnya: Jokowi yang saya tidak tahu.
Saya adalah pemilih beliau 2 kali periode. Seperti kebanyakan dari kita sebagai WNI, Pemilu tahun 2014 dan 2019 adalah persoalan memilih lesser evil. Bukan karena kita-kita suka dengan kandidatnya, melainkan karena kita tidak suka dengan lawannya. Bukan karena kandidatnya terbaik, melainkan karena lawannya kelewat awikwok. Dari dulu sampai sekarang, bahkan tanpa sejarah masa lalu perihal pelanggaran HAM, saya pribadi tetap menanggap lawannya bukan orang yang kompeten untuk mengurus negara. Dan dua kali Pak Jokowi menjadi presiden pilihan rakyat.
Menjelang Pilpres 2019, ada guyonan bahwa bahkan jika Pak Jokowi memilih sendal jepit sebagai wakilnya pun beliau bakal menang telak. Sepengetahuan saya memang banyak yang puas dengan kinerja beliau di periode pertama. Menteri-menteri beliau pun terkenal ikonik; Bu Susi, Pak Jonan, Pak Bas, dan Bu Sri.
Kalau diingat-ingat, ketidaksukaan saya terhadap beliau dimulai ketika pandemi covid melanda. Eww, sungguh plintat-plintut. Bisa-bisanya berdebat soal definisi 'mudik' dan 'pulang kampung'. Lalu, saya pun jadi kurang perhatian terhadap politik, walau sedikit-sedikit saya masih tahu. Ada Omnibus Law, UU IKN, isu KPK sarang Taliban, dan, tentunya, pencalonan putra sulungnya di Pilkada Solo tahun 2020. Lalu, saya mengerutkan kening kala melihat video beliau melempar kaos/bingkisan dari dalam mobil presiden. GA GITU CARA NGASIH BARANG KE ORANG???
Sekarang ini, kalau boleh mengatakan, saya tidak tahu lagi siapa beliau. Alih-alih sebagai Presiden NKRI, beliau malah menjebloskan diri sebagai "jubir" KPU. Di tengah-tengah peraturan ASN yang dilarang berpose terselubung menunjukkan dukungan ke salah satu paslon, beliau malah berbuat sebaliknya. Tahu dong apa sebabnya? Yak, betul! Anaknya yang baru 2 tahunan menjabat walikota, yang katanya disuruh berbisnis saja, melesat mulus sebagai calon wakil presiden. Tudingan sebagai "jubir" KPU bukan tanpa alasan. Dan pernyataan-pernyataan beliau selalu terdengar dan terlihat memihak paslon 02. Lebih ngeri, terkesan sebagai upaya intervensi pada lembaga-lembaga negara demi mengamankan posisi sang putra mahkota. Lebih sangat ngeri, makin ke sini beliau semakin terang-terangan perihal politik dinasti.
Sedikit banyak inilah langkah cawe-cawe Bapak Presiden yang semakin tidak saya kenali.
- Jokowi ikut bicara soal surat suara yang dikirim lebih awal ke Taiwan (28/12/23)
- Jokowi makan malam dengan capres nomor urut 02 (05/01/24)
- Jokowi sarapan dengan Menko/Ketum Golkar (06/01/24)
- Jokowi makan siang dengan Mendag/Ketum PAN (07/01/24)
- Jokowi urun opini perihal acara Debat Capres yang saling serang (08/01/24)
- Jokowi minta KPU ubah format debat (09/01/24)
- Ketum PAN mengampanyekan paslon 02 sambil lempar-lempar susu (13/01/24)
- Menko minta warga penerima bansos berterimakasih pada Jokowi (15/01/24)
- Ketum Golkar luncurkan gerakan tadarus Al-Quran (20/01/24)
- Jokowi serahkan bansos hingga sertifikat tanah di Jateng (23/01/24)
Lalu, puncak dari ketidatahuan saya tentang siapa Jokowi adalah pernyataan beliau bahwa presiden boleh berkampanye dan boleh berpihak selagi Prabowo berdiri di belakangnya:
Sungguh ngenes rakyat Indonesia yang kekurangan negarawan. Siapa R1 sekarang ini? Sejujurnya saya berpikir Jokowi tidak punya niat jahat ke negeri ini. Saya masih yakin beliau masih menginginkan hal yang terbaik untuk negara ini. Hanya saja pemikiran dia adalah versi dia. Sesuai maunya dia. Tapi negara ini bukan punya beliau dan keluarga serta kroni-kroninya saja.
notes: artikel Copras-Copres 2024 sangat mungkin saya takedown jika 02 terpilih
Tidak ada komentar:
Posting Komentar