"Tenang, tenang, nanti ada..." Wait, ada apa nanti? Sesuatu apa yang menunggu saya nanti di
suatu tempat, sebentar lagi, yang membuat saya punya alasan untuk menyugesti
diri sendiri agar menenangkan diri?
Dalam banyak episode sakit batuk panjang yang saya alami
kali ini, ada satu momen, mungkin salah satu yang terparah, yang membuat saya
begitu frustasi. Tenggorokan sakit karena saya harus sangat memaksakan diri
untuk batuk. Dan waktu itu di tempat umum. Dan, yang benar saja! Saya sudah
berobat. Kenapa kali ini begitu makan waktu? Lalu, yang membuat saya semakin
frustasi adalah, karena saya sadar betul tidak punya apapun untuk
mengiming-imingi diri sendiri supaya bisa tenang. Apa? Obat yang selama ini
diminum teratur meskipun masih ada stok di tas tapi sejauh ini belum
menunjukkan tajinya. Apa? Saya juga tidak punya, seperti kemarin, bongkahan
jahe yang bisa saya olah menjadi wedang. Apa? Sesuatu apa yang menanti saya di
ujung sana sebagai upaya memotivasi diri untuk menenangkan diri? Karena rasa
frustasimu bisa memperparah sakitmu.
Apa?
Semuanya berkaitan. Tentang hidup ini. Kadang begitu ingin
tahu setelah ini apa, di mana bermuaranya, kapan, dan, terkadang, begitu
ragu-ragu adakah muaranya? Ke mana bisa pulang di akhir hari yang begitu
membuat frustasi? Jangan-jangan tempat bermuara yang selama ini diidam-idamkan
tidak ada. Hanya mitos kosong. Padahal saya begitu ingin segera tiba di sana. Supaya
diri ini memiliki motivasi dan semangat lebih untuk... lepas saja, jalani saja,
tenangkan diri, karena nanti ada tempat bermuara. Tempat kembali di mana kau
tidak akan menemukan apa-apa kecuali kehangatan dan rasa aman. Tempat yang akan
memberimu perasaan terlindungi hanya dengan menetap di bawahnya. Tidak mewah
atau menjanjikan banyak hal, hanya sekuritas saja. Tidak perlu cemas. Dalam rengkuhnya semuanya akan baik-baik saja.
Bukan ingin menafikan tempat-tempat yang nyata ada dan
dimiliki sejak dulu. Tapi terkadang begitu rindu. Terlalu berat sampai membebani sistem imun tubuh. Terlalu berat hingga begitu mudah terpapar penyakit. Rindu rumah. Sebuah rumah yang
lain. Yang tidak familiar tapi terasa dekat. Sebuah rumah yang tidak punya pintu atau
jendela. Atau bahkan tembok dan atap. Rumah yang ini hanya punya sepasang mata
dan jantung yang berdegup.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar