Selasa, 11 Mei 2021

Enjoying My Meal in Calm



Setahun lalu, di bulan Ramadhan juga, saya merencanakan satu hari untuk berbuka puasa sendirian di kantor. Saya merindukan keheningan setelah di hari-hari sebelumnya momen berbuka puasa selalu riuh di rumah. Hari itu saya juga memosting sebuah story Instagram dengan caption: enjoying my meal in calm.


Saya suka sendirian. Saya banyak menghabiskan waktu sendirian. Sekarang pun, saat mengetik postingan ini, saya duduk sendirian di outlet fast food. Sebagaimana kaum introvert, kesendirian tidak menjadi masalah buat saya. Bahkan sebetulnya saya selalu butuh momen sendiri setelah menjalani rutinitas yang riuh. Tahun lalu dan setahun sebelumnya, ditambah faktor-faktor lain, riuh dapat dengan mudah memancing amarah saya. 

Masih ada jejak tulisan di blog ini perihal pengakuan saya yang ketika merasa kesepian justru kepingin menyendiri lagi. Tapi di situlah sialnya; saya sering merasa tidak punya tempat pulang—rumah. Sebuah tempat di mana saya bisa mengekspresikan kegalauan hati saya tanpa seorang pun bertanya. Sampai saat ini saya lebih suka menangis sendirian, alih-alih di sandaran bahu atau punggung orang lain.

Perkara riuh ini, tahun lalu, lantas menerbitkan banyak ide. Dalam satu kesempatan saya mengaku di depan seorang teman bahwa saya kepingin hidup soliter; hidup di pedesaan—jika memang tinggal di tengah hutan kelewat ekstrim—dengan halaman luas, tidak langsung bersebelahan dengan tembok tetangga seperti di kota. Jika tidak bisa seperti Ichiko, maka cukuplah menjalani hidup seperti Song Hye Won. Ketika akhirnya memutuskan untuk mencicil rumah ala perkotaan pun masih terselip angan menghabiskan masa pensiun di desa kelak.

Tapi memang benarlah kata orang; Allah mampu membolak-balikan hati manusia. Boleh saja saya berkoar ini-itu, berasumsi ini-itu, menduga ini-itu, tapi di masa depan siapa yang tahu? Siapa yang tahu jika bisa saja terjadi sebaliknya? Ada faktor lain tentu. Tapi saat ini saya, hati ini, merasa tidak terlalu iritasi lagi dengan momen kumpul-kumpul keluarga yang ramai dan riuh.

Kali ini saya menarik pelajaran bahwa manusia memang tidak bisa merasa terlalu pasti akan sesuatu hal di masa depan. Hal-hal pasti hanya di masa lalu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar