Rabu, 26 Januari 2022

Choose to Watch While The World Break Up and Fall on Me



Apa yang kamu lakukan saat patah hati? Makan-makan? Minum-minum? Melancong keluar kota? Tidur seharian? Mengurung diri? Keluar mencari teman ngobrol?


Sering kali saya katakan bahwa saya selalu suka sendirian--butuh waktu sendirian lebih banyak dari orang kebanyakan selayaknya introvert. Dan one of best parts dari tinggal sendirian adalah fakta bahwa kamu tidak perlu meredam tangismu di balik bantal. Kamu bisa menangis habis-habisan tanpa takut seseorang mendengar isakmu, lantas mendobrak pintu kamar untuk bertanya ada apa. 

Hanya saja kali ini berbeda. Saya sedang tidak ingin sendirian. Sebaliknya, saya ingin berada di sekitar orang-orang dan mengobrol tentang apa saja. Saya sedang merasa tidak keruan. Meski tidak mencurahkan mengapa saya segalau ini, saya bersyukur Jumat lalu memutuskan untuk menginap di rumah seorang kakak perempuan saya. Obrolan kami tentang Kpop, drakor, Kim Hwat, dan Reza setidaknya membuat saya teralihkan. Gulai daun singkong pun cukup membantu menaikkan mood.

Hari Minggu pun sama saja. Saya masih ingin ditemani.




Konon, kita mendengar bukan untuk paham, tapi untuk bereaksi. Berapa banyak momen curhat kita yang tiba-tiba beralih menjadi ajang curhat teman kita? 

"Kalau gue sih..."

"Tapi gue..."

"Lu masih mending, gue..."

Alih-alih kita yang curhat, malah teman kita yang kebagian bicara lebih banyak. Hah. Ingin saya ingat selalu pesan kecil ini saat mendengar curhatan orang lain: "don't make this about you.". Manusia memang begitu. Kita selalu merasa punya cerita yang lebih seru untuk diceritakan. Kita cenderung ingin didengar ketimbang mendengar.

But don't get me wrong. Saya justru ingin mengapresiasi teman-teman saya yang menyediakan diri saat saya bilang ingin menelpon atau pada saat saya gamblang menyatakan minta ditemani ngobrol. Waktu yang mereka luangkan--saya sangat berterima kasih. Dan pada saat itu rasanya tidak buruk juga mendengar suara orang lain lebih banyak, alih-alih mendengar suara sendiri yang mendengungkan betapa perasaan sakit ini membuat saya gamang menjalani hari setiap kali bangun tidur di pagi hari.




Bestie, gomawoyo~

Patah hati umur berapa pun sama tidak enaknya. Hanya saja di saat kamu mengalami ini di usia 34 dengan status single, kamu mungkin akan mulai berpikir hal-hal yang pantas untuk dilakukan dan tidak pantas dilakukan. Saat umur 20-an saya tidak akan ragu untuk just lay here and forget the world seperti dianjurkan Snow Patrol.

Hemm, entahlah. Bahkan di kepala 3 saya masih ingin menenggelamkan diri ke film, series, drakor atau Youtube seakan saya tidak selalu diingatkan oleh jam biologis yang terus berdetak. But what am I supposed to do about it?


Tidak ada komentar:

Posting Komentar