Sabtu, 03 Februari 2024

Desak Anies


Pernah dengar acara bertajuk Desak Anies? Itu lohh, acara kampanye capres nomor urut satu yang isinya tanya jawab alias dialog? Kampanye sambil dangdutan itu biasa, tapi berkampanye sambil denger keluhan dan aspirasi masyarakat? Luar biasa! Eh, tapi, katanya acara ginian nggak menyentuh grassroot. Dangdutan sambil bagi-bagi sembako wae lah...

 

Pasal 34 ayat 1 UUD 1945 berbunyi fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara negara. Artinya, negara bertanggungjawab dalam pemenuhan kebutuhan dasar yang layak bagi fakir miskin dan anak-anak terlantar. Itu amanat Undang-undang.

Tapi pernah denger nggak sih sindiran yang kurang lebih begini: "bego dipiara, kambing noh dipiara, bisa buat kurban."?

Kata 'dipiara' yang adalah slang dari kata 'dipelihara', yang dalam konteks kalimat di atas artinya kebodohan dibiarkan permanen alias nggak mau berubah jadi pintar. Dalam lingkup negara, artinya tidak ada political will untuk mengatasi ini. 

Lalu apa hubungannya dengan kampanye berformat diskusi ala Desak Anies? Karena banyak suara nyinyir yang bilang bahwa masyarakat Indonesia kebanyakan nggak butuh diskusi. Nggak ngerti juga apa itu gagasan dan visi-misi. Apalagi masyarakat akar rumput--duh, kasih sembako ajalah! Atau minimal nasi bungkus dan ongkos jalan--bisa diaturlah buat dimobilisasi ke acara panggung kampanye! 

Di titik ini, saya sungguh percaya kata orang yang bilang bahwa penguasa dengan sengaja memelihara kemiskinan alias tidak mencoba mengatasi kemiskinan struktural. Kemiskinan sangat dekat dengan kebodohan. Dan masyarakat yang bodoh adalah lumbung suara bagi politisi korup. Cukup kasih sembako, cukup bagi-bagi amplop--sudah senang mereka! Apalah arti gagasan dan visi-misi; hanya omong-omong yang tak mengenyangkan perut.

Well, berdasarkan laporan dari World Population Review 2023, rata-rata skor IQ orang Indonesia adalah sebesar 78.49.

Berikut adalah proporsi penduduk Indonesia berdasarkan jenjang pendidikan yang saya ambil dari postingan ini. Data ini diambil dari Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) yang mencatat penduduk Indonesia berjumlah 275,36 juta jiwa pada Juni 2022.

 

 

Dengan kenyataan tersebut, mengadakan acara kampanye berformat diskusi adalah sebuah pertaruhan besar. Seberapa efektif? Dari segi elektoral baru bisa dilihat nanti tanggal 14 Februari 2024. Tapi bisa dilihat dari jumlah view video Youtube-nya, yang bahkan kadang-kadang terunggah di banyak kanal, terus meningkat. Peserta yang hadir pun semakin membludak dari episode ke episode. 


Salah satu poster Desak Anies yang selalu bernuansa progresif


Saya sendiri, kalau diingat-ingat, tahu soal Desak Anies dari kolom komen video Najwa Shihab saat perayaan ulang tahun Mata Najwa ke-13. Saya kemudian iseng nonton yang edisi pertama di Jakarta. Acaranya menghibur dengan sindiran-sindiran presenternya yang disambut dengan cerdik oleh Pak Anies.

Setelahnya saya rutin nontonin tiap episode, padahal rata-rata videonya berdurasi 1 - 3 jam. Yaa memang sih seringnya saya skip di bagian aspirasi, dan langsung loncat ke bagian yang sudah ada Pak Anies-nya. Tapi tetep aja, untuk sebuah video kampanye, ini adalah hal luar biasa buat saya. Kadang saya pantengin sambil nyetrika, sambil food preparation, atau sambil masak. Ke belakangnya malah suka live streaming pas di kantor.

Berikut saya list episode-episode Desak Anies sampai sejauh ini:

  1. Jakarta (16/08/23)
  2. Bandung (29/11/23)
  3. Medan (03/12/23)
  4. Banjarmasin (05/12/23)
  5. Lampung (07/12/23)
  6. Riau (13/12/23)
  7. Mataram (19/12/23)
  8. Jakarta - Edisi Golput Part 1 dan Part 2 (22/12/23)
  9. Pontianak (26/12/23)
  10. Banyuwangi - Edisi Nelayan (28/12/23)
  11. Sumbar (03/01/24)
  12. Gorontalo - Edisi Petani (08/01/24)
  13. Samarinda (11/01/24)
  14. Ambon (15/01/24)
  15. Amin-kan Dari Jauh - Edisi Diaspora (20/01/24)
  16. Jakarta - Edisi Nakes (Kolab Total Politik) (18/01/24)
  17. Jakarta - Edisi Perempuan, Lingkungan Hidup & Agararia (Kolab Total Politik) (18/01/24)
  18. Yogyakarta - Edisi Pendidikan (23/01/24)
  19. Purwokerto (24/01/24)
  20. Jakarta - Edisi Buruh & Ojol/Desak & Slepet Amin (29/01/24)
     

Salah satu momen membekas pada awal-awal saya nonton Desak Anies adalah jawaban Pak Anies untuk pertanyaan apakah boleh memilih pemimpin karena gemoy? Saya suka jawaban beliau yang bilang dengan lantang, "Bebas!"

 


 

Beliau bilang tidak ada yang salah dengan alasan apapun untuk memilih. Namun, beliau juga secara bijak menawarkan panduan memilih dengan cara melihat rekam jejak calon. Dan itu adalah hal yang secara konsisten beliau sampaikan di setiap kesempatan; menjadi pemilih rasional alias dengan cara membandingkan ketiga paslon. Pilihlah yang paling banyak kesamaannya karena sangat mungkin kita tidak selalu setuju dengan setiap gagasan beliau.

 

Salah satu episode yang paling membekas

 

Orang-orang nyinyir bilang beliau hanya menyampaikan apa yang orang-orang ingin dengar. Tapi coba simak video ini, masih di lokasi Desak Anies di Banjarmasin. Jujur saja, lebih mudah mengumbar kata-kata, "SAYA AKAN BERANTAS KORUPSI! SAYA TIDAK AKAN TUNDUK DENGAN PARTAI! SAYA TIDAK TAKUT DENGAN OLIGARKI!"

 


 

Waktu itu saya sangat terkesan dengan jawaban beliau dan kata 'apriori' yang sangat tepat konteks. Lagi-lagi, kita harus sudah adil sejak dalam pikiran.


 

Pun beliau tahu cara menempatkan diri sesuai dengan lawan bicara. Mahasiswa ngomong nyeleneh soal angin nggak punya KTP ya sikaaatt! Sudah mahasiswa, kan? Berani nyindir berarti berani juga di-counter balik. By the way, kalau yang ini bukan di acara Desak Anies ya.

 


 

Mungkin agak bias ya, tapi dari sekian banyak episode Desak Anies, saya paling suka edisi Sumbar. Amboi, urang awak memang pandai jempolan. Dari ketika sesi aspirasi, pembacaan puisi, sampai pertanyaan-pertanyaannya menarik. Penanya menyentil situasi politik terkini dengan cara yang pintar. Presenternya pun pandai membangun mood acara menjadi lebih menghibur dengan jokes soal "kacamata di etalase berapa". Lalu, yang paling seru ketika ada mahasiswa yang di-counter balik oleh Pak Anies perihal banyak janji dan omongan yang pakai bahasa tinggi. Menghibur! 

 


 

Oh, ada juga momen viral ketika Pak Anies mengelap layar ponsel penanya dengan kemeja putihnya supaya selfie mereka hasilnya bagus.

 

Edisi kampung awak yang semula di Istano Pagaruyung

 


 

Edisi Samarinda juga layak disimak, terutama saat seorang ibu berorasi dengan lantangnya. Edisi nelayan di Banyuwangi juga menyentuh dengan kehadiran nelayan yang berlayar dengan perahu kayu selama 16 jam demi menghadiri Desak Anies.

 

Lokasi dengan panorama kapal-kapal bawa batu bara

 

Nelayan itu termasuk masyarakat akar rumput bukan?

 

Saking terbukanya Pak Anies untuk berdialog tentang apapun, fenomena yang muncul kemudian adalah orang-orang seperti menuntut beliau untuk jadi sempurna. Nuntut ini, nuntut itu. Harus memihak ke kiri, harus membela yang kanan. Coba tonton edisi golput yang kolab sama Total Politik. Komen-komen setelah acara tersebut tuh kayak orang-orang mengharap beliau betul-betul menjalankan tuntutan semua orang sekalipun dengan cara menabrak aturan.


SKB 3 menteri gimana, Pak? LGBT dijamin nggak haknya, Pak? Ganja kalau untuk medis boleh dong, Pak? IKN yes or no?
 
 
Tapi harus diakui, semenjak edisi golput yang kolab dengan Total Politik, kampanye Desak Anies jadi makin viral. Buktinya episode Pontianak yang diadakan setelahnya membludak dari segi penonton offline dan online.

 

Edisi swing voters yang masih bimbang memilih

 

Sepanjang ini tulisan yang saya buat, intinya yang hendak saya sampaikan adalah bahwa di mata saya acara dialog seperti Desak Anies adalah sebuah cara memuliakan masyarakat yang barangkali baru kali ini dilakukan secara masif oleh seorang politisi Indonesia. Masyarakat didengar keluhan dan aspirasinya; sesuatu yang semakin jarang kita lihat di dunia politik Indonesia. Sebaliknya, mendengar ucapan beliau selayaknya diberi kuliah gratis.

Sesungguhnya para politisi yang sudah memegang jabatan di badan-badan eksekutif, legislatif dan yudikatif berhutang pendidikan politik kepada seluruh masyarakat. Bayangkan, setelah 78 tahun merdeka, sebagian masyarakat masih ditakut-takuti soal bansos yang bakal hilang kalau paslon tertentu terpilih! Sesat dan menyesatkan! 

Di titik ini, terpilih atau tidak terpilih sebagai presiden, Anies Baswedan sudah mengamalkan amanat UUD 1945 untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.

 

credit to owner

 



 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar