Senin, 22 Desember 2014

George Stinney dan Michael Jackson



Apa hubungannya George Stinney dan Michael Jackson? Selain bahwa mereka keturunan Afrika, mungkin tak ada kaitannya lagi. Tapi bagi saya, yang sampai hari ini masih terbayang wajah almarhum George, Michael mengingatkan saya akan sosok George, dan begitu pula sebaliknya.


Tahun 2009, saat Michael meninggal, dunia tersentak. Saya menonton infotainment Silet yang mengupas sosok Michael, dengan backsound "One Day In Your Life" dan "Ben". Lagu-lagu yang sangat dalam, dan dinyanyikan seseorang yang benar-benar dilahirkan untuk bernyanyi. Pernahkah kamu merasa sangat tersentuh oleh sebuah lagu padahal kamu tak paham liriknya yang berbahasa asing? Orang-orang yang memang dianugerahi bakat menyanyi memang mampu menyentuh hatimu dengan suaranya. Kamu akan terbawa; kamu dibuat merinding olehnya.

Satu hal yang masih saya ingat dari tontonan 6 tahun lampau itu adalah narasi yang kira-kira begini bunyinya: untuk seseorang yang sengsara semenjak ia kecil, bertahan hidup melampaui setengah abad justru prestasi Michael yang sebenarnya.

You know, di luar operasi-operasi dan kisah hidupnya yang penuh sensasi, Michael konon sangat menderita. Bahkan semenjak ia kecil; saat abang-abang dan ia terutama menjadi superstar. Karena itu, seingat saya, dalam satu wawancara Michael pernah bilang ia sebenarnya hanyalah seorang anak kecil. Rumornya Michael kehilangan masa kecilnya karena harus manggung di mana-mana.

Lalu apa hubungannya dengan George?

Meskipun sedih dan ngilu, sampai siang tadi saya masih saja mengetikkan nama bocah itu di mesin pencarian Google dan Youtube. Saya menonton sedikit tayangan berita tentang George yang di-upload beberapa hari lalu. Tayangannya tentang status tidak bersalahnya George. Ada sebuah video yang menampilkan foto saat George dipasangi semacam helm pelengkap kursi listrik. Judul videonya berbau "eksekusi". Meskipun yakin nggak mungkin video itu benar-benar menampilkan detik per detik saat eksekusi, tapi toh saya nggak berani menontonnya. Pasalnya foto George "berhelm" itu yang kemarin-kemarin saya lihat di google, dan yang paling-paling bikin saya ngilu.

Di kepala saya menggaung lagu "One Day In Your Life" dan "Ben" saat melihat foto inosen George. Lagu mendalam yang mengiringi sebuah kisah pilu dari bocah 14 tahun yang harus mati dieksekusi, dan "kebetulan" dinyanyikan seseorang yang juga menderita saat remaja.

Bahwa manusia tidak tahu, hanya Allah yang tahu. Tapi di dunia kita berpegang pada putusan hakim yang mudah-mudahan benar dalam memutuskan. Seperti putusan akan kasus George yang akhirnya diputuskan "not guilty"; semoga itu memang benar.

Seperti analisis pendukung George; bagaimana mungkin bocah 14 tahun berbobot sekitar 40-an kilo mampu menyeret gadis-gadis kecil ke dalam parit? Ya, bagaimana?

Bagaimana pun adanya, kisah bocah ini sungguh mengiris hati saya. Entah dengan teori konspirasi yang bermunculan~bahwa kasus ini dimunculkan kembali hanya demi meredam demo rasial yang sedang marak di Ferguson USA sana. Entah. Entahlah. Saya hanya mampu berdoa, agar George diterima di sisi-Nya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar