Jumat, 29 April 2022

Dia, Tanpa Saya

Jam lima pagi hari ini saya membuat sebuah keputusan signifikan. Lama sudah saya memikirkan hal ini. Awalnya saya ingin melakukannya nanti. Nanti, setelah muncul satu kali dulu. Tapi, berdasarkan satu momen di pagi ini, saya putuskan untuk mempercepat prosesnya.


Saya menghapus kontak seseorang di ponsel pagi ini. Seseorang yang bahkan sampai detik ini masih terus menyita pikiran saya. Dan setelah dihapus, saya menangis terisak sambil sesekali mengelus kepala sendiri dan bilang, "Nggak apa-apa, nggak apa-apa.". Benar, orang itu adalah orang yang sama yang mendasari postingan dan puisi mellow di blog ini sejak awal tahun. Seseorang yang membuat saya patah hati. 

Karena ini masih Ramadhan, bisakah saya memaknainya sebagai upaya hijrah?

Sejujurnya, saya tidak benar-benar berniat untuk move on. Sejujurnya saya belum siap untuk melepaskan. Sebaliknya, saya 'menghilang' karena ingin dicari. Miris, bukan? Saya tidak mau ia meng-update kabar saya dari status WhatsApp yang dulu sempat begitu gercep ia lihat. Ingin tahu kabar saya? Japri!

Saya ingin dicari.

Tapi, sekali lagi saya menepuk-nepuk pundak sendiri dan berkata, "nggak apa-apa, biarpun niat awalnya begitu, selanjutnya mungkin akan terbiasa juga. Nggak apa-apa. One day, the wound will not longer bleed. You'll be okay."

Lilin harapan masih menyala. Jika boleh meminta, cukuplah ia sejenak duduk bersama saya. Saya ingin mendengar pendapat dan perasaannya tentang saya. I won't ask forever. Just for a second a day.

Tapi saya juga paham, saya harus memakai akal sehat. Saya perlu mengatasi rusuh hati sendiri. Dia tanpa saya akan baik-baik saja. Tapi keluarganya tanpa dia akan menjadi sebuah tragedi. Dan saya tahu ia tidak akan melepaskan keluarganya untuk siapapun, tak terkecuali untuk saya. Untuk apa? Status WA-nya pagi ini menunjukkan usahanya demi keberhasilan dan keutuhan keluarganya. Saya tahu itu. Saya tahu sejak awal saya tidak pernah eksis di dunianya. 

Kami tanpa tahu kabar masing-masing tidak akan ada bedanya. Kami kembali menjadi dua orang asing juga tidak mengapa. Saya tidak bisa berteman biasa dengan seseorang yang dalam angan ingin saya jadikan teman hidup. Menjadi orang asing lebih bisa saya lakukan. Karenanya, meski niat awalnya seperti ini, semoga pada akhirnya saya akan betul-betul hijrah. Amiiiin.



note: judul postingan ini memang terinspirasi dari judul teenlit Mbak Esti Kinasih




Tidak ada komentar:

Posting Komentar