Kamis, 16 Juni 2022

Coldhearted



"Mainnya bareng-bareng. Pinjemin mainan kamu ke Putra ya... Jangan pelit-pelit, nanti nggak ada yang mau temenan sama kamu loh." Pernah dengar nasehat orang dewasa ke anak-anak yang seperti ini? Orangtuamu ke cucunya, kakakmu ke anak-anaknya, atau mungkin kamu sendiri pernah melakukannya ke keponakan?


Dari dulu saya tahu saya pribadi individualistis. Saya bukan orang yang siap menolong orang lain dengan cara apapun dan kapanpun. Saya akan berhitung sejauh mana pertolongan itu bisa saya lakukan tanpa menyusahkan diri sendiri. Jika kakimu sakit dan kamu perlu menyebrang jalan, saya tidak bersedia menggendongmu. Saya hanya bisa sebatas memapahmu.

 

Saya tidak memiliki hati selembut kapas.


Saya seorang medioker yang mengaku sadar diri. Saya bukan orang yang selalu siap sedia mengulurkan tangan, tapi di saat yang sama saya pun bukan orang yang sering meminta uluran tangan orang lain. Saya bukan penolong, tapi saya juga memastikan diri untuk tidak menjadi beban orang lain.

 

But lately, I feel like I take this individualistic trait way too far.

 

And somehow, I feel like I have every right to be like that.

 

Pada satu waktu saya merasa ikut bertanggungjawab atas masa depan keponakan-keponakan saya. Atau atas masalah yang menimpa rumah tangga kakak saya. Paling tidak saya merasa seharusnya saya ikut andil untuk memberi nasehat dan wejangan kepada keponakan-keponakan, dan menolong sebanyak yang saya bisa ke saudara-saudara lain yang sedang kesusahan.

Tapi kemudian saya merasa muak; karena kondisi mereka berlarut-larut. Lalu saya bilang, "terserahlah! Nggak mau komen-komen lagi. Terserah!"

Saya merasa tidak menjadi karakter utama di kehidupan sendiri. Kenapa selalu kecipratan drama orang lain? Saya bahkan tidak pernah dipuji karena selalu hadir dan bisa diandalkan dalam banyak situasi gawat yang menimpa keluarga. Jadi untuk apa?

Logika saya berkata, "Saya nggak bisa dan nggak mau jadi tumpuan orang lain. I already have my own burden. I live by myself while you all have spouse and kids to support you.. or at least to acompany you at home. I struggle with my job everyday too. Twelve hours a day Monday to Friday outside, three-four hours to commuting alone, just to find myself alone and abandoned on weekend. Have no friends or someone to talk to. My friends canceled our plan to hang out very often and I end up felt isolated. So, no, put your problems somewhere else. I have no reasons to be nice."

 

I feel like I have every rights to be more and more individualistic person. I have every right to put myself first before anyone else. Right?


But once again, it feels like it's going way too far. I make everything transactional. Look how far loneliness leads you. 

 

Padahal manusia tidak bisa hidup sendiri. Menjadi sedingin ini tidakkah berbahaya juga? Saya bahkan sering kaget sendiri kalau sudah mengkritik cara hidup orang lain dan bagaimana saya memutuskan untuk jauh-jauh dari mereka agar tidak kecipratan drama. I feel like a whole jerk. Dasar sok sibuk! Sok nggak punya waktu! Everyone knows all you did is watching drakor! Lagian orang minta tolong apa sih? Stop pretend like you're that important! Stop pretend like you are the one who suffer the most!

Kata orang dewasa, "Jangan segan-segan menolong orang lain. Jangan pelit-pelit sama orang lain. Nanti nggak ada yang mau nemenin kamu loh..."

I just... don't know...




Tidak ada komentar:

Posting Komentar