Minggu, 05 Juni 2022

Review Drama Korea MY LIBERATION NOTES (2022)


 

Setelah sebelumnya menulis betapa relatable-nya karakter Yeom Mi-jeong, hari ini saya mau nulis ulasan lengkap dari drama My Liberation Notes yang baru kelar hari Minggu, 29 Mei 2022 lalu. Dan karena saya suka banget sama drama JTBC ini, setidaknya saya mau nulis 2 postingan lagi yang masih terelasi dengan karya Park Hae-young yang juga menulis drama My Mister ini. Postingan kali ini pun kayaknya bakal panjang. Hihihi. Here we go!


Sinopsis Singkat

Tiga bersaudara Yeom, Gi-jeong (Lee El), Chang-hee (Lee Min-ki) dan Mi-jeong (Kim Ji-won) masih tinggal serumah dengan orangtua mereka di Desa Sanpo meski ketiganya sudah dewasa dan bekerja di Seoul. Setiap hari ketiganya mesti menempuh perjalanan 1,5 jam sekali jalan dengan kereta. Rutinitas yang berulang bertahun-tahun membuat ketiganya perlahan-lahan menjadi muak sekaligus merasa hampa.

Di kantor, Mi-jeong terus didesak untuk berpartisipasi dalam sebuah klub internal perusahaan yang bertujuan agar para karyawan menjadi akrab satu sama lain sekaligus mendapat hiburan di sela-sela rutinitas yang menjemukan. Mi-jeong yang berkepribadian introvert selalu menolak untuk ikut klub apapun. Baginya, berhubungan dengan orang-orang layaknya sebuah pekerjaan.

Pada titik terendahnya, Mi-jeong memberanikan diri meminta Mr. Gu (Son Suk-ku), pria misterius yang bekerja untuk ayahnya, untuk memujanya. Bagi Mi-jeong cinta saja tidak cukup. Ia ingin merasa utuh untuk sekali saja karena semua mantannya brengsek dan selalu membuatnya merasa tak berharga. Mr. Gu yang datang ke Desa Sanpo tanpa pernah menyebut nama aslinya terang menolak. Ia mengaku tidak ingin terlibat apapun dengan siapapun.

Bersama dua orang introvert lainnya yang juga tidak tergabung dalam klub apapun, Cho Tae-hun (Lee Ki-woo) dan Park Sang-min (Park Soo-young), Mi-jeong lantas berinisiatif untuk mendirikan klub sendiri bernama The Liberation Club. Agenda klub mereka adalah menuliskan hal-hal yang membuat diri masing-masing terkungkung dan berupaya agar terbebas dari problem tersebut. Dapatkah Mi-jeong dan anggota The Liberation Club mendapatkan kebebasan mereka?

 

Karakter

My Liberation Notes (MLN) secara garis besar bercerita tentang tiga bersaudara dan seorang pria misterius yang berakhir di kota mereka. Kata seseorang di Twitter, keempat poster MLN dengan tepat mengisahkan perjalanan Mr. Gu yang awalnya mengikuti tiga bersaudara Yeom sampai akhirnya menjadi bagian dari mereka.

 

Perlahan-lahan menjadi bagian dari Yeom bersaudara

 

Sebagaimana drama genre slice of life, sebetulnya MLN nggak menyajikan konflik yang gimana-gimana. Barangkali ini yang disebut drama berbasis character driven. MLN lebih tentang pergulatan para tokoh, pemikiran dan keinginan-keingan mereka dalam hidup. Saking membuminya, karakter tiga bersaudara Yeom bisa kamu temukan di sekelilingmu. Atau bahkan satu atau sedikit bagian dari ketiganya adalah diri kamu sendiri. 

Mereka adalah tiga bersaudara yang tumbuh di tengah keluarga cuek yang nggak pernah mengekspresikan kasih sayang; kalau nggak sengaja ketemu di tempat umum pun bakal cuek bebek dan pura-pura nggak saling kenal. Terdengar familiar? Seperti keluargamu? Hahaha. Dengan seorang ayah yang kelewat pendiam dan seorang ibu yang terlalu kelelahan dengan tugas ibu rumah tangga hingga setiap hari selalu merepet, sulit untuk tumbuh menjadi seseorang yang hangat.

Deskripsi sekaligus interpretasi saya tentang keempat karakter di MLN di bawah ini bisa jadi mengandung spoiler. So, you have been warned!

 

  • Yeom Mi-jeong

Bungsu dari 3 bersaudara Yeom. Umurnya sekitar 26 atau 27 tahun. Bekerja di perusahaan ternama sebagai staff desain. Bisa dibilang perusahaan Mi-jeong cukup peduli dengan kesehatan mental karyawannya, terbukti dari keberadaan klub internal dengan tujuan mengakrabkan sesama karyawan. Tapi, sebagai introvert, dorongan agar lebih membaur malah bisa sangat membebani. I can relate so much huhuhu...

Mi-jeong selalu merasa kosong dan terkungkung. Ia merasa selalu dicampakkan. Mantan pacarnya yang sudah dibela-belain dipinjami duit bahkan pada akhirnya tidak memilih dia. Teman-teman di kantornya mengakui kalau Mi-jeong berwajah cantik, tapi di lain pihak seperti tidak ada daya tarik. Ia terlalu muram dan banyak menarik diri.

Di mata orang lain, Mi-jeong mungkin terlihat sebagai pribadi yang lemah, dan bahkan payah. Tapi, dalam perjalanannya merasa utuh, Mi-jeong perlahan-lahan mampu untuk lebih mempertahankan dirinya sendiri. Ia bahkan mampu dan mau melindungi orang yang dikasihinya. Mendorong Mr. Gu masuk ke rumah supaya tidak terkena korslet listrik? Menghalau anjing liar yang hampir menyerang Mr. Gu? Done! 

Ah, dia bahkan yang duluan mendekati Mr. Gu... Permohonannya pun bukan minta dicintai, melainkan dipuja! What a fearless! Satu hal aja yang bikin saya terganggu; saya kerap melihat opini orang-orang tentang karakter Mi-jeong; dibilang aneh, nyeremin, dan berbahaya. Introvert memang langganan disalahpahami, padahal dambaan Mi-jeong sangat mendasar: dia cuma pingin ngerasa bahagia di dunia. She has a clear mind, unassuming girl.

 

  • Yeom Chang-hee

Anak tengah keluarga Yeom. Bekerja sebagai staf kantor pusat yang tugasnya keliling ngecek-ngecek kebutuhan mini market. Tipe cowok yang bisa ditemukan di mana-mana alias... wah, tipikal laki brengsek yang nyari gara-gara biar putus sama pacarnya, tapi bertingkah kayak si cewek yang problematik. Ck. 

Chang-hee bisa menjadi sangat kelewat batas kalau di dekat orang-orang. Kalau ngomong bisa cerewet banget, nggak abis-abis. Apalagi kalau udah sambat soal rekan kerjanya, Areum, yang serakah dan entitled. Kadang omongannya nyelekit; kayak seseorang yang membantingmu untuk kembali menginjak bumi di kala pikiranmu terlalu mengawang. Tapi seringnya omongan Chang-hee sangat bijak sekaligus masuk akal. 

Paling mengagumkan sewaktu Chang-hee nggak jadi PDKT sama temen kerjanya yang jelas-jelas udah ngasih lampu ijo. Dia sadar diri kalau dia nggak bakal mampu ngasih kehidupan seperti yang kemungkinan diharapkan si cewek. Kata Chang-hee, memang dia levelnya segini jadi ya pasti terlibat dengan orang-orang yang levelnya ga beda jauh. Kalau dia berpendidikan lebih bagus ya otomatis terlibat sama orang-orang yang level concern-nya juga lebih tinggi. 

Kata Chang-hee, hidup memang seperti serial hal-hal memalukan tak berujung, jadi ya udah, jalani aja. Dari awal kita lahir juga sudah memalukan kok, alias kita terlahir telanjang. 

Yeom Chang-hee best boy


  • Yeom Gi-jeong


 

Anak paling tua tapi paling egois dan kekanakkan. Tidur sekamar sama Mi-jeong tapi selalu dia yang tidur di kasur, sementara Mi-jeong tidur di atas kasur lantai. Tabiat Gi-jeong yang ceplas-ceplos berkali-kali membawa dia ke dalam masalah dan bikin orang lain sakit hati. Gi-jeong tipe yang nggak puas nolak cowok yang nembak dia secara baik-baik, apalagi kalau si cowok duda beranak. Menurut Gi-jeong tuh cowok pantesnya ditembak di kepala. 

Empat belas tahun kerja di sebuah lembaga survei dan sudah sampai di posisi manajer. Gi-jeong tipe yang memandang tinggi diri sendiri. Karena itu dia heran, kenapa di kantor cuma dia yang di-skip bosnya yang terkenal playboy? Gi-jeong orang pertama yang mendeklarasikan niat untuk mencintai sembarang orang. Tapi nasib membawanya jatuh cinta ke seorang Tae-hun yang justru adalah seorang pria layak.  

Momen jatuh cinta bagi Gi-jeong jelas membawa pengaruh positif ke cara pikirnya. Gi-jeong jadi sadar diri kalau selama ini dia sering nyakitin orang-orang sama mulutnya. Ending untuk Gi-jeong membawa insight sendiri buat saya; di tengah teman-temannya yang memberi tahu kalau melajang bukanlah hal buruk, Gi-jeong malah tetap bertahan untuk mencocokan diri dengan orang yang dicintainya. Saya pikir... seluruh dunia boleh memberitahumu tentang satu hal yang memang benar adanya tapi kalau kita kepingin hal sebaliknya, kenapa nggak? Just brave yourself!

 

  • Mr. Gu a.k.a Gu Ja-gyeong


 

Pria misterius yang berakhir sebagai tetangga keluarga Yeom. Setelah sepanjang siang kerja di Sanpo Sink atau ladang, malamnya duduk-duduk sendirian sambil minum soju dengan gelagat 'hidup enggan, mati tak mau'. Nggak banyak omong, ditanya nama pun cuma jawab 'Gu'. Satu malam tiba-tiba didatangi Mi-jeong yang meminta untuk memujanya supaya pas musim semi datang keduanya bisa menjadi orang yang berbeda.

Seseorang yang sakit dan rusak dari dalam hingga berakhir ke perilaku merusak diri sendiri dan menolak bahagia. Dari video promosi MLN, Son Suk-ku bilang Mr. Gu itu sebetulnya hatinya lembut, yang mana jadi make sense. Karena hatinya lembut itulah kenapa dia terbebani sama pekerjaannya yang keras. Belum lagi perasaan bersalahnya sama mantan pacarnya yang bunuh diri waktu disaranin ke psikiater.

Dan inilah karakter yang selalu trending setiap Sabtu-Minggu. Kuli bukan sembarang kuli. Wkwkwk. Biarpun selama di Sanpo penampilannya dekil, kusut, bajunya mulur-mulur, keringetan sebaju-baju, dan pake sepatu diinjek belakangnya, tetep berhasil mempesonakan ciwi-ciwi. Kata orang-orang, Mr. Gu itu tipe sat set sat set. Act of service. Nggak banyak cincong. Mi-jeong lagi misuh-misuh, tetep didengerin. Dimasakin ramen dan diambilin minum pula. Sudah begitu dibilang, "this is me worshiping you," sambil senyum-senyum. Dan kalau lagi menatap Mi-jeong, penonton di rumah ikutan salting. Wkwkwk.


Interpretasi

Salah satu indikasi sebuah drama berhasil menyedot perhatian adalah banyaknya teori dan interpretasi yang beredar di sosmed. Apalagi buat drama MLN yang tokoh utama perempuannya suka ngomong pakai perumpamaan. Banyak pula adegan yang diceritakan secara eksplisit. Yang paling wow barangkali teori Mi-jeong dan Mr. Gu sebetulnya skidipap (?) tapi ditampilin di layar dalam gaya metafora. Jadi, menurut orang-orang, Mi-jeong dan Mr. Gu sebetulnya nggak betul-betul mendaki bukit malam-malam trus ciuman di puncak. Sampe bawa-bawa penampakan bulan yang, jujur, saya nggak ngerti-ngerti banget.

 

Beneran mendaki bukit atau cuma metafora?

 

Interpretasi lainnya adalah bahwa yang jatuh hati duluan adalah Mr. Gu. Makanya tiap hari dia suka nyamain jadwalnya bolak-balik mini market buat beli soju sama jadwal pulang ngantor Mi-jeong. Bisa jadi benar. Karena sejak pertemuan awal, Mr. Gu seperti melihat Mi-jeong sebagai penyelamatnya.

Tapi, saya lebih suka menginterpretasikannya begini: ya, memang Mi-jeong yang menjadi alasan kenapa Mr. Gu berakhir di Sanpo, tapi cuma sebatas melihat perempuan itu sebagai penolongnya dan tidak ada tujuan romantik, karena Mr. Gu selama di Sanpo memang nggak mau terlibat sama siapa-siapa. Lantas, Mi-jeong yang sudah di ujung tanduk rasa frustasinya, terilhami perkataan Gi-jeong yang mau mencintai sembarang orang karena strategi pilih-pilih pasangan nyatanya tidak berhasil. Akhirnya Mi-jeong mendatangi si sembarang orang itu; tukang mabok yang dari segi manapun tidak terlihat seperti tipe pasangan potensial. Barangkali Mi-jeong melihat 'cahaya' di diri Mr. Gu. Atau bisa juga ia hanya terlampau frustasi. Saya meyakini opsi ke dua.

Memuja. Dalam artian saling mendukung (atau minta dikasihi sampai tahap bucin, seperti yang saya tulis di postingan sebelumnya). "Gue nggak perlu tau dalem-dalemnya elo atau masa lalu elo gimana, dukung aja gue secara tulus, kasih kata-kata manis yang menaikkan harga diri dan afirmasi positif." Kata Mi-jeong dia bersyukur nggak perlu capek-capek mengukur rasa sayang Mr. Gu, dia cukup memuja Mr. Gu seperti Mr. Gu memujanya. Terus terang, keberanian Mi-jeong mengucapkan kata-kata manis buat Mr. Gu bikin saya ikut tergetar. Saya selalu melihat perempuan-perempuan yang tidak gengsi memperlihatkan loyalitas ke prianya sebagai orang-orang yang mengagumkan. Dulu pun saya suka banget pas adegan Aeshin menyatakan rindu ke Eugene sampe disamperin ke kantor kedutaan. Well, tentu dengan catatan pria-prianya memang decent ya.


Komedi

Ada satu film Korea genre komedi yang jadi favorit orang-orang, tapi saya malah nggak dapet lucunya di mana. Paling sesekali nyengir. Bukan sok beda atau gimana, kayaknya emang saya nggak cocok sama film yang mengklaim genre komedi. Saya malah sering berakhir nggak nemu kocaknya di mana. Makanya sekarang-sekarang (dari dulu sih sebenernya) nggak begitu interest sama genre komedi. Kebanyakan mengandalkan adegan slapstick yang lucunya sekali doang. Atau bahkan nggak lucu sama sekali dan malah menyebalkan.

Saya justru suka cerita-cerita yang humornya muncul dari adegan tak terduga. Kalau kamu pikir MLN itu muram dan depresif banget, kamu nggak salah. Memang begitu nuansa filmnya. Selesai nonton kemungkinan kamu bakal merasa hampa atau nyesek. Tapi selayaknya potongan kehidupan, drama ini nggak sedih-sedih mulu, ada bagian kocaknya juga. Dan percaya deh, sekalinya beralih ke nuansa komedi, kocaknya nggak nanggung-nanggung. Paling sering komedinya itu ada di adegan yang melibatkan interaksi Mr. Gu dan Chang-hee. 

 
 
Since Day 1

Drama fenomenal dan nge-hits! Serius deh, meski perolehan ratingnya nggak tinggi, tapi drama ini jadi pembicaraan di mana-mana. Preview episodenya pun ada yang nyentuh angka 1 juta views di Youtube. Bisa dibaca di sini gimana drama dan para aktornya menyapu bersih tempat teratas 4 minggu berturut-turut sebagai drama most buzzworthy.

Konon ada efek aktor Gong Yoo yang sempet posting drama ini di akun Instagram pribadinya. Jadilah banyak yang ikutan ngepoin. Di Twitter pun selalu trending setiap Sabtu-Minggu, so pasti jadi makin banyak yang penasaran.

Kalau banyak orang yang mengaku mendapat kesan pertama "muram" dan "membosankan" dari poster atau spoiler yang bertebaran di sosmed sebelum akhirnya jatuh cinta berat sama drama ini, saya justru sebaliknya. Saya justru engage sama posternya sejak lihat beritanya di Soompi. Aura gloomy-nya itu selera saya banget. Hahaha. Saya bahkan masih inget nunjukin beritanya ke temen saya di kantor dan bilang, "Gue kok tertarik ya kalau liat drakor yang nuansanya gloommy-glommy gini..." 

Dari poster MLN saya jadi kayak makin paham selera saya dalam hal tontonan, terutama drakor. Saya biasanya langsung turn off kalau orang-orang di posternya memberi kesan tengil dan sok keren. Biasanya sih tema-tema con artist atau penjahat licin. Skip! Saya sukanya poster-poster yang humanis dan pemerannya berekspresi wajar. Poster MLN yang lagi desak-desakan di dalam kereta "kena" banget sisi humanisnya.

 

 

Cuma memang saya nggak sengebet itu buat nonton dramanya dari episode awal. Saya masih sibuk nonton maraton drama lain. Malah pas tayang barengan saya lebih ngepoin konferensi pers drama Our Blues yang memasang Lee Byung Hun. Saya baru nonton maraton setelah tayang 8 episode dan jadi penonton on going setelahnya. 

Coba-coba nonton satu episode di hari terakhir puasa (iya, saya malah ngedrakor menjelang Lebaran huffftt), what else I should do after feel so devasted? Tentu saja ngedrakor! Dan melihat dramanya trending terus di Twitter saya pun memutuskan untuk mendahulukan nonton MLN, alih-alih mantengin ahjussi kesayangan di Our Blues.

Jujur, saya nggak begitu ingat premis dramanya gimana. Pokoknya play aja dulu di Netflix. Dan saya langsung cocok sejak episode pertama; sama sekali nggak ngerasa dramanya dragging dan membosankan sampe harus nge-play pake kecepatan 1,5 seperti pengakuan beberapa orang. Dan beres lah 8 episode awal dalam waktu 3 hari aja. Hari pertama Lebaran saya kelar 4 episode; di saat saudara saya silaturahmi ke rumah mertua saya malah sibuk drakoran. Hmm gimana dong, saya orphan lajang yang di hari ke tiga Lebaran tahun ini sengaja melipir ke Bandung demi menghalau rasa sepi dan terasingkan. Please have mercy on me... 

Dan terlepas dari dampak negatif dari nonton on going drakoryang mau saya tulis dalam postingan terpisahnge-hype dramanya bareng-bareng di Twitter berbekal tagar tuh nggak bisa disangkal kerasa seru banget. Dan saya nge-hype di saat yang tepat banget. Mulai dari episode 9 tuh seru dan banyak kocaknya. Bayangin, Netflix upload jam 10 malem, kelar nonton kira-kira jam setengah 11, trus saya langsung melipir ke Twitter yang sudah pasti dramanya trending. Scroll-scroll sampe tengah malem; baca teori, penjelasan adegan yang mungkin terlewat dari pemahaman saya, dan salting bareng-bareng sama Mr. Gu. Wkwkwk. Besok Senin-nya di kantor dilema antara beresin kerjaan atau lanjut stalking tagar di Twitter. Seru!

Saya inget banget tengah malem ketawa ngakak ngeliat orang-orang pada marah-marah adegan Mi-jeong dan Mr. Gu ciuman disorot dari Mars plus gelap-gelapan pula.


 

Slice of Life

Seperti saya tulis di postingan sebelumnya, MLN banyak relate-nya ke saya. Apalagi karakter Mi-jeong yang introvert. Dan perjalanan ke kantor yang makan waktu 1,5 jam sekali jalan? Itu yang saya jalani sekarang. Bedanya saya naik motor, sementara Mi-jeong naik kereta.

Keresahan manusia-manusia dewasa yang seakan menyeret diri sendiri untuk melalui hari demi hari dengan perasaan hampa adalah perasaan yang umum melanda manusia modern dewasa ini. Seperti kata Mi-jeong, dia nggak amat sengsara, tapi juga nggak bahagia. Hanya kosong. Dan hampa. Bukankah kebanyakan dari kita merasa seperti ini? Makanya banyak yang merasa relate.

Drama ini juga diapresiasi berkat tampilannya yang jauh dari kata sugarcoating. MLN jelas bukan drama yang tepat untuk mencari referensi mode ala Korea. Dalam bahasa kasarnya, di sini nggak ada karakter yang diceritakan miskin tapi outfit-nya kece-kece. Baju-baju Yeom bersaudara sangat bersahaja; seperti sesuatu yang kita pakai juga. Apalagi Gi-jeong... walah, bajunya kayak beli di ITC wkwkwk. Sudah begitu mereka sering ngulang pakai baju yang sama pula. Coba lihat Chang-hee yang kemejanya dipake berulang-ulang; beberapa kelihatan kayak udah brudul pula. Apalagi Mr. Gu... haduhh, saya sampe kesel sendiri kalau dia muncul pake kemeja item yang ada motif bulet-bulet timbul itu lagi.

Selain itu, lagi-lagi selayaknya hidup manusia kebanyakan, nggak ada konflik yang gimana-gimana. Barangkali itu sebabnya banyak juga yang bilang drama ini ngebosenin. Episode-episode awal aja adegannya nggak jauh-jauh dari makan bareng, berangkat kerja, kegiatan kantor, sambat, pulang kantor naik kereta lagi, weekend kerja di ladang, trus makan bareng lagi. Gitu aja terus. Tapi saya malah betah nontonnya.

Tapi, sekalinya drama ini memutuskan untuk memperlihatkan hal grande, langsung dikasih adegan Mr. Gu melompat jauh cuma demi ngambil topi Mi-jeong yang kebawa angin. Dramanya memang unik banget. Random. Out of the box. Langkah pertama Mr. Gu untuk memuja Mi-jeong ditunjukkan dengan cara yang luar biasa.

 


 

Sudah nyaman melihat geng Sanpo kegiatannya begitu-begitu mulu, saya jelas jadi khawatir begitu identitas Mr. Gu pelan-pelan disingkap. Aduh, saya pikir dramanya bakal end up jadi tipikal drakor di mana cewek biasa berjodoh sama cowok kaya raya. Kayaknya lebih cocok kalau misalkan Mr. Gu ini lagi lari dari kejaran lintah darat gara-gara berhutang, alih-alih kabur dari pekerjaan lamanya sebagai mafia. Untungnya kebersahajaan dan hal-hal yang hitungannya masih realistis tetap bertahan sampai episode akhir.

 

Akting

Tukang mabok yang nggak punya gairah hidup dan berpenampilan layaknya gembel Seoul, episode-episode awal nyaris nggak punya dialog, tapi lantas berhasil menawan hati pemirsakalau bukan karena akting aktornya yang memang jago, apalagi coba? Malah kalau mau jujur-jujuran, karakter Mr. Gu sebetulnya red flag, kan? Sudah jelas bukan tipe yang bisa kamu jadikan pasangan hidup. Kang mabora yang aslinya hatinya selembut tahu cuma di drakor doang. Kalau di dunia nyata, tipe begini biasanya ringan tangan. Mana nge-ghosting Mi-jeong tiga tahun pula. Ada satu percakapan antara Hyeona (Jeon Hye-jin) dan Mi-jeong yang kerasa miris; betapa perempuan sudah sangat bersyukur dan mengapresiasi usaha bare minimum dari seorang lelaki.

Kok bisa-bisanya karakter red flag bikin kesengsem orang-orang? Tampangnya? Ya memang Son Suk-ku dasarnya ganteng sih. Tapi selagi Mr. Gu versi Seoul yang klimis belum muncul hilalnya, orang-orang sudah jatuh hati duluan sama Mr. Gu versi kuli kabupaten yang awut-awutan. Jadi, faktor utamanya apa? Kalau boleh sotoy, saya bakal bilang karisma. Ganteng adalah modal buat seorang aktor, jelas! Tapi yang paling penting itu karisma yang memancar dari kemampuan akting yang mumpuni. Caranya menatap Mi-jeong... dalam, perhatian dan betul-betul seperti memuja. Penonton di rumah sekalipun bisa merasakan emosinya. Gitu kan yang paling penting dari seorang pelakon; menyampaikan emosi lewat tutur kata dan bahasa tubuh? 

 

Mr. Gu versi kabupaten

 

Aktor lainnya pun nggak kalah meyakinkan. Malah bisa dibilang salah satu kekuatan drama ini terletak di akting para pemain. Saya melihat Ji-won yang mengaku bukan pribadi ambisius pas banget memerankan Mi-jeong yang merindu ke hal-hal mendasar, alih-alih ke pencapaian besar. Saya juga senang banget penggambaran introvert di sini yang nggak berlebihan. Artinya ya introvert juga bisa senyum, ketawa, ngobrol asal sama orang-orang terdekat. Bukan yang kayak penggambaran manusia dingin dan batu banget. Pun saya suka riasan Mi-jeong di sini nggak dibikin licin bin flawless kayak di drama lain kebanyakan. Saya masih bisa melihat ketidaksempurnaan di wajah Ji-won, walau dia sih dasarnya udah cantik aja hehehe.

Min-ki yang sering kebagian peran irit ngomong di sini tiba-tiba berubah jadi cerewet abis. Lalu Lee El... wah saya cukup surprise waktu nonton video promosi MLN di Youtube. Di situ El bilang dia sebetulnya mirip Gi-jeong yang clumsy, beda dari anggapan orang-orang yang mengira dia tipe yang elegan. Saya pikir masa iya sih, kayaknya El memang tipe tenang-tenang cool gitu. Apalagi pas disuruh nyontohin karakter Gi-jeong, wah langsung kerasa bedanya. Saya langsung nangkap cara bicara Gi-jeong yang cenderung kayak orang ngedumel dan kikuk plus ceplas-ceplos.

 

Original Soundtrack

Kelebihan dari drakor itu salah satunya adalah lagu pengiringnya. Mau dramanya jeblok secara rating pasti OST-nya tetep ber-part-part. Tetep dibikin dengan niat serius. Dan MLN punya OST yang variatif bin enak-enak. Favorit saya jelas yang judulnya Deeply; saya yakin vibe lagu ini adalah salah satu yang memikat saya sejak episode pertama. Nuansa kesepian dan longing-nya dapat banget. 

Hello, kamu tau nggak sih kenapa pelangi cantik banget? Atau kamu pernah kepikiran nggak kenapa kamu suka milky way? Sangat mewakili perasaan Mi-jeong yang pingin berceloteh tentang apapun yang terlintas di kepalanya walau mungkin memang nggak penting-penting amat. Ini persis seperti yang pernah saya tulis dalam review dorama ini.

Video musik unggahan Seoul Music juga kerasa pas banget. Saya suka bagaimana videonya menyelipkan adegan saat Mi-jeong meminta Mr. Gu untuk memujanya dalam keadaan frustasi. Nuansa longing sekaligus depresifnya nge-bland banget. 


Terjemahan

Kita hidup di jaman drakor bisa ditonton sesaat setelah tayang di TV Korea. Saya pikir itu salah satu alasan kenapa terjemahan Netflix kerasa kayak literal banget. Betul-betul kayak upaya penyederhanaan hingga maksud dialog sebenarnya kurang tersampaikan. Kejar setoran? Saya sering bolak-balik ke terjemahan english ke Indonesia. Kadang-kadang saya merasa, dari vibe adegannya, terjemahan english-nya kurang tepat, dan sering juga sebaliknya. Salah satu yang paling kerasa ada di penghujung episode final. Lovable diterjemahkan 'merasa dicintai', padahal bukankah lebih tepat 'merasa pantas dicintai'? 


Recommended?

My Liberation Notes adalah karya penulis Park Hae-young yang juga menulis My Mister dan Another Oh Hae-young. Saya sudah nonton My Mister, dan kesan-kesan saya sama dramanya bisa dibaca di postingan ini. Sementara drama Another Oh Hae-young saya cuma nyicip episode pertama dan ternyata nggak cukup memikat jadi saya skip. Jadi, sejauh ini saya nggak bisa bilang saya pasti cocok sama drama sang peulis.

Tapi kalau My Liberation Notes sih saya suka banget. Senang banget dengan bagaimana penulis mengajak penonton naik roller coaster dari episode ke episode. Mana video preview suka menipu; kirain bakal sedih-sedih sepanjang episode, eh ternyata dikasih yang manis-manis di ujung. Sebaliknya, kirain bakal nonton plot yang aman tentram satu episode penuh, eh ternyata badai menerjang juga. Bahkan sampai di penghujung ending penonton kayak masih dibikin harap-harap cemas bakalan berakhir gimana. Ah, ngomong-ngomong soal ending, beberapa orang mungkin nggak begitu suka ya. Tapi saya pribadi nggak ada masalah. Sejak awal drama ini nggak fokus ke romansa, lebih ke pesan untuk menolong sesama manusia. Persis kayak pesan moral My Mister. Itulah sebabnya adegan romens Mi-jeong dan Mr. Gu dibikin kentang dan disorot dari planet Mars. Wkwkwk.

Intinya saya suka banget drama ini. Pas nonton ini saya jadi malas nonton yang lain buat selingan sambil nunggu episode baru. Kerjaannya pasti ngecek tagar #MyLiberationNotes di Twitter buat bacain kesan-kesan penonton lain tentang dramanya. Ckck.

My Liberation Notes deserves all the hype! Recommended? F*cking yes!

 

Gitu amat sih natapnya elaahhh..

 





Tidak ada komentar:

Posting Komentar