Minggu, 24 Juli 2022

Review Drama Korea: THROUGH THE DARKNESS (2022)



Halo, kembali lagi dalam postingan review drama Korea. Kali ini saya mau mengulas drama kriminal rilisan SBS yang saya tonton maraton di VIU. Judulnya Through the Darkness. Drama 12 episode ini merupakan adaptasi dari buku nonfiksi yang bercerita tentang seorang profiler kriminal pertama di Korea, Kwon Il-yong. Sedikit trivial, drama ini sempat tertunda selama tiga minggu dikarenakan penayangan Olimpiade Musim Dingin 2022. Untunglah saya bukan penonton on going. Kebayang gimana geregetannya nunggu episode lanjutan selama hampir sebulan. Hehehe.


Sinopsis Singkat

Kembali ke tahun 90-an, warga Seoul dilanda kecemasan akibat runtutan peristiwa penyerangan sekaligus pembunuhan yang mengincar para perempuan yang tinggal sendirian. Pelaku dikenal dengan nama Topi Merah. Tidak jelasnya motif pembunuhan hingga modus operandi menyulitkan kepolisian untuk mengidentifikasi pelaku. 

Pada satu kasus pembunuhan terbaru, polisi akhirnya berhasil menciduk seseorang yang tampak memiliki motif. Namun, meski kasus dinyatakan selesai, seorang detektif bernama Song Ha-young (Kim Nam-gil) secara keras kepala tetap melakukan penyelidikan. Naluri detektifnya berkata polisi sudah salah tangkap. Terdakwa membuat pengakuan semata karena ditekan polisi. Ha-young dalam hal ini menggunakan metode wawancara kepada narapidana pembunuhan demi menganalisa perilaku kriminal.

 


 

Penyelidikan Ha-young membuahkan hasil ketika seorang remaja diseret ke kantor polisi oleh seorang warga dengan tuduhan percobaan pembunuhan. Dari sesi interogasi, Ha-young mendapati si remaja itulah sang Topi Merah. Kesalahan penangkapan pelaku ini pun membuat geger warga. Kepolisian dikecam habis-habisan oleh masyarakat, apalagi kemudian beredar kabar bahwa polisi berhasil memecahkan kasus dengan bantuan "nasehat" narapidana. Polisi dianggap sangat tidak kompeten.

Demi meredam kecaman, petinggi kepolisian pun mengumumkan divisi terbaru yang diberi nama Tim Analisis Perilaku Kriminal di bawah pimpinan Kook Young-soo (Jin Seon-kyu) yang dulunya adalah seorang kepala badan forensik. Young-soo sejak lama berkeras bahwa Korea memerlukan profesi profiler kriminal demi menangkap pelaku kejahatan lebih cepat. Meski dimulai dari ruangan gudang yang sangat minim fasilitasi, Young-soo dan Ha-young perlahan-lahan membuktikan kontribusi mereka dalam memecahkan kasus-kasus besar termasuk kasus mutilasi anak dan kasus pembunuhan berantai yang mengguncang satu Korea.


The Raincoat Killer: Chasing a Predator in Korea

Selain nyaris merenggut mimpi seorang calon atlet anggar, krisis ekonomi besar-besaran di tahun 1998 juga menjatuhkan sebuah keluarga kaya raya sampai benar-benar bangkrut dan bahkan terlilit hutang besar. Lalu, bagaimana dengan orang-orang yang sudah dari dulunya hidup pas-pasan? Tentu semakin melarat.

Orang-orang yang terhantam krisis IMF seperti Na Hee-do dan Baek Yi-jin bisa saja benar-benar ada di dunia nyata. Beda dengan Yoo Young-chul, seorang pembunuh berantai terkenal dari Korea Selatan; kalau orang ini sungguhan ada. Dari serial dokumenter berjudul The Raincoat Killer: Chasing a Predator in Korea, saya diberi gambaran bagaimana krisis ekonomi yang mengguncang dunia turut berdampak pada kondisi sosial masyarakat. Jurang pemisah antara si kaya dan si miskin semakin lebar. Kecemburuan sosial tak terelakkan. Sebagian orang terisolasi atau mengisolasi diri karena merasa tercerabut dari masyarakat. 

 


 

Rasa frustasi akibat krisis ekonomi tidak serta-merta membuat seseorang menjadi kriminal, namun latar belakang seorang kriminal tidak mungkin lepas dari situasi ekonomi dan isu sosial di sekitarnya. Kira-kira demikian salah satu poin yang saya dapat usai menonton serial dokumenter 3 episode yang mengupas drama penangkapan seorang Yoo Young-chul yang sudah pasti menjadi inspirasi karakter Gu Young-chun (Han Joon-woo). Seperti pernyataan jaksa, motif Young-chul membunuh para korbannya yang merupakan orang-orang kaya dan PSK adalah kemiskinan dan kebencian. Dalam serial dokumenter ini pun sang profiler pertama Korea muncul menjadi salah satu narasumber.

Nonton Through the Darkness tanpa menonton serial dokumenter Yoo Young-chul sama sekali bukan masalah. Saya lanjut ke dokumenternya semata karena tersedia di Netflix dan termotivasi pingin nonton dokumenter sesekali. Bagaimana alur penangkapan Young-chul betul-betul digambarkan persis di Through the Darkness. Dan saya benar-benar dibikin ngeri. Barangkali karena memang apa yang diceritakan sungguhan terjadi. Pun penceritaannya begitu dramatis. Betapa biadabnya!

Kebalikannya, saya anteng-anteng aja nonton Through the Darkness. Nonton sambil makan pun nggak masalah meski banyak dialog sadis tentang mutilasi.


Polisi

Baik di kisah fiksi maupun dokumenternya, diperlihatkan bagaimana kinerja polisi dalam menangani kasus. Seorang narasumber bahkan berkata kalau kepolisian harus mengakui bahwa kinerja mereka memang jelek sebelum kasus Young-chul. Dengan cara yang ganjil, seorang pembunuh berantai nyatanya memberi sumbangsih terhadap reformasi sekaligus kemajuan dalam hal metode penyelidikan di kepolisian Korea.

Selagi nonton Through the Darkness, jujur saya jadi kepikiran aparat penegak hukum di negeri sendiri. Sekarang ini ada istilah populer kalau sebuah kasus nggak viral, maka nggak bakal diusut polisi. Sudah banyak contohnya. Tapi, saya masih skeptis, setelah ramai-ramai viral lalu akhirnya sebuah kasus ditanggapi polisi, setelah itu apa? Ujungnya bagaimana?  

 



Entah seperti apa kenyataannya kalau di Korea sana, tapi di drama-drama mereka sering diceritakan seorang polisi bisa naik pangkat kalau berhasil menangani kasus besar. Dan tekanan masyarakat serta media seakan benar-benar memecut satu institusi untuk bekerja lebih keras demi menuntaskan kasus. Itu yang masih saya ragukan dari institusi dalam negeri: ketuntasan. Jangan-jangan rame-ramenya di awal doang, jangan-jangan tersangka ditangkap just for the show, apalagi kalau yang terlibat orang berduit kayak kasus sayap suci belum lama ini, wah wah...

*sebagian teks hilang*

Haduh-haduh, nulis begini aja saya udah waswas.

 

Bromance 

Saya nggak ada masalah sama akting para aktor di sini. Kim Nam-gil cakep dan pas-pas aja jadi tipe serius yang hobi memicingkan mata. Ceritanya kan dia lagi berusaha menembus isi hati manusia gitu loh. Tapi kalau urusan bromance saya malah lebih suka hubungan antara Young-soo dan Heo Gil-pyo (Kim Won-hae). Lucu aja gitu ngeliat duo ahjusi ini; beneran memperlihatkan dinamika rekan kerja yang saling percaya namun terhalang situasi dan kondisi. Gil-pyo, meski awam sama profesi profiler beserta manfaatnya, tetap mau berusaha agar proposal Young-soo tembus. Sebagai sunbae yang sudah bertahun-tahun bekerjasama, Gil-pyo percaya seratus persen kepada Young-soo. Kadang doi sembari becanda ngecek-ngecek apakah Tim Analisis Perilaku Kriminal masih punya semangat untuk berkontribusi meski selalu diremehkan pada awalnya.

 

Bromance mereka pun saya suka

 


Recommended?

Iya. Bagus kok dramanya, meski untuk ukuran genre thriller, saya nggak cukup dibikin tegang. Padahal mungkin seharusnya penonton kaya saya ikutan frustasi seperti Ha-young ketika menghadapi kegilaan para kriminal yang cenderung bangga dengan kejahatannya. Alhamdulillah saya nggak ikut terpengaruh.

Saya suka plotnya yang rapi dan tidak tumpang tindih walaupun ada bagian ketika dua kasus pembunuhan berantai dimunculkan berbarengan. Kalau boleh komplen satu hal aja mungkin perihal karakter Jung Woo-joo (Ryeo-un), yang konon adalah seorang ahli statistik. Ahhh, saya ngeliatnya dia kayak admin aja, alih-alih seorang ahli statistik. Perannya di sini sebatas nyari dokumen kasus dengan pola modus operandi yang mirip dan cetak-cetak dokumen. Terlalu canggih untuk disebut ahli statistik. Hihihi.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar