source |
Konon pemerintah Korsel menyokong
industri hiburan mereka supaya bisa diekspor kemana-mana. Dan gelombang ini
sudah dimulai dari dua puluhan tahun lalu. Hasilnya? Kita bisa lihat sendiri
sekarang.
Pada akhirnya, hallyu
memperkenalkan sebuah cara hidup; bagaimana mereka berperilaku, bagaimana
mereka berpakaian, apa yang mereka makan dan hiburan macam apa yang mereka
nikmati. Lihat Song Hye Kyo di Full House jadi ngiler sama baju-bajunya yang
manis dan trendi. Lihat adegan makan di drakor atau variety show jadi pingin
ikut nyobain juga. Lihat selebritinya kinclong-kinclong, jadi pingin belajar
cara make up no make up. Lihat lokasi syuting yang indah-indah, jadi pingin
jalan-jalan ke Korea. Denger cara mereka ngomong, jadi pingin belajar Hangul. Yang terjadi kemudian adalah sebuah pergerakan ekonomi.
Ya fashionnya, ya makanannya, ya lokasi wisatanya, ya produk hiburannya, ya bahasanya. Semua
yang berbau Korea diburu di mana-mana. Kita terpapar ‘iklan’ yang dibawa para
selebriti itu.
Make Up No Make Up |
Salah? Nggak dong. Malah
seharusnya kita bisa mengambil pelajaran dari strategi perekonomian Korsel yang
menjadikan showbiz mereka sebagai salah satu prajuritnya. Sekarang kita tahu
sendiri Korsel adalah salah satu negara termaju di Asia, bahkan di dunia.
Yang lainnya
Bagi yang jijay sama apapun
tentang Hallyu akan sangat mudah melempar statement, “Ngapain sih ngefans sama
mereka? Hasil operasi plastik aja dibangga-banggain.” Well, ini juga jadi salah
satu poin yang bakal terlintas di benak orang-orang ketika mendengar kata Korea
Selatan: operasi plastik. Bukan rahasia lagi kalau masyarakat Korsel adalah
salah satu konsumen tertinggi operasi plastik. Dunia kedokteran mereka sudah
sedemikian maju, dan menjanjikan hasil yang mulus tanpa cacat. Sebuah foto
montase kontestan Miss Korea 2013 sempat menjadi viral terkait operasi plastik
ini, walau belum bisa dipastikan apakah ini akibat operasi plastik atau hasil Photoshop. Katanya di Korsel sana, poster iklan tentang perombakan wajah ini tersebar
di tempat-tempat umum. Hadiah ulang tahun berupa voucher operasi plastik double
eyelid procedure, konon sudah jamak diterima para remaja sana dari orang tua
mereka.
Beauty Standard |
Waktu pertama kali tahu fenomena
ini beberapa tahun lalu gue berpikir, astaga, gue pasti dapet predikat jelek
banget kali ya kalau jadi warga asli. Hahahaha. Palingan bentuk double
eyelid dan mata besar gue yang bisa bikin
iri mereka. Hehehehe. Dan alangkah ironis banget standar kecantikan di sana.
Ironis karena apa yang mereka pingin jauh terbalik dengan figur natural fisik
mereka.
Tidak ada satu pun negara yang
tidak punya standar kecantikan. Tiap masyarakat pasti punya. Kalau di
Indonesia, cewek cantik itu berkulit putih, berambut lurus-panjang dan bertubuh
langsing. Di Amerika sana, cewek cantik itu yang berkulit tan, berdada dan
berpinggung besar. Di Korea? Seperti Barbie. Yang seperti orang-orang Kaukasia:
putih, hidung mancung, mata besar, kelopak mata ganda dan dahi lebar. Sudah?
Oh, belum. Di Korea sana standar kecantikan begitu tinggi dan spesifik. Mereka
juga maunya punya muka berbentuk huruf ‘V’, dagu lancip, tulang pipi tidak
menonjol, badan seperti huruf S; dada dan bokong besar tapi pinggang mesti
kecil. Sudah? Oh, masih ada. Pernah dengar aegyo sal alias prosedur menambah
lemak di bawah mata supaya kalau tersenyum terlihat ada ‘bengkak’ di bawah
mata? Atau pernah dengar prosedur membuat ujung bibir ke atas supaya selalu
keliatan sedang tersenyum?
What the—
Ngebayangin rahang dipotong trus
dikikis aja rasanya gimanaaa gitu. Aw aw banget! Emang sih dengan bentuk rahang
segitiga mulus, kita bakal dapet fitur wajah yang manis dan lembut. Tapi kalau
mesti ‘digergaji’….? Wadawww!!!
Betapa ironisnya, mereka mengejar
standar fisik yang hampir bukan mereka sama sekali. Sungguh tidak bersyukur.
Sungguh sebuah obsesi gila yang ketinggian. Apa kabar soal kata-kata bijak
tentang mencintai diri sendiri apa adanya? Dengan internet di Korsel sana yang
terkenal kencang, apa masyarakat sana nggak pernah sekali pun tergerak mencari
artikel tentang penerimaan diri?
Well, itu pikiran gue dulu (pertanyaan
terakhir masih sering terlintas sih sekarang ini. Hehehe). Tapi kalau kita coba
menggali lebih jauh tentang kultur di sana, maka kita mungkin akan lebih bisa
memahami. Kalau—seperti yang diberitakan—banyak perusahaan mempertimbangkan
fisik calon pelamar kerja, apa kita nggak akan berusaha memberi effort lebih? Kedengerannya gila, kenapa
mau kerja jadi akuntan misalnya, kita mesti cantik dan ganteng? Tapi katanya
memang demikianlah yang terjadi di sana. Dan gue rasa kalau kita dihadapkan
dengan situasi macam itu, merombak penampilan melalui jalan operasi bukan lagi
sebuah pilihan, tapi sebuah keharusan. Ini tentang keberlangsungan hidup, cuy!
Kalau kata Sherina, lihatlah segalanya lebih dekat.
Kalau ada yang bilang fans Hallyu
di Indonesia nggak nasionalis, gue rasa nggak sejauh itu juga ya. Emang banyak
sih remaja yang saking demamnya sama Hallyu, gayanya jadi ke-korea-korean—walau
gue yakin mereka bakal tetep milih nasi pecel ketimbang bulgogi, hahahaha. Ini
sih yang perlu digaris bawahi, bahwa apapun yang berlebihan nggak pernah
mendatangkan kebaikan. Suka ya suka aja, tapi nggak usah ikut-ikutan aspek
buruk yang pastinya ada juga di Hallyu, semisal memakai baju terbuka ala mereka atau menjadi fans yang
dikit-dikit bilang, “I believe in you, Oppa, no matter what.”. Hoooo….
Begitulah kira-kira.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar