Setiap orang itu unik. Kata Oscar
Wilde, be yourself; everyone is already
taken. Karena keunikan masing-masing itulah, buat apa ikutan tes
kepribadian semacam MBTI segala? Apalagi yang cuma online. Seberapa jauh akurasinya
sementara masing-masing kita adalah pribadi yang berbeda satu dari yang
lainnya?
Buat orang introvert, paling nggak gue sendiri, mengenal jenis-jenis
kepribadian manusia yang digolongkan ke dalam 16 tipe ini adalah sebuah
kelegaan. Bahkan menemukan istilah introvert-ekstrovert
sudah merupakan kelegaan yang amat sangat. Sebelum tau hal-hal begini
kemungkinan besar orang-orang introvert
punya pikiran bahwa kampung halaman mereka yang sesungguhnya ada di Mars. Atau
bisa jadi mereka punya gangguan kejiwaan tertentu. Kalau bukan keduanya, gimana
mungkin kita begitu berbeda dari orang kebanyakan?
Karena itu, meski terlalu
general, tes kepribadian semacam MBTI layak diperhitungkan. Apalagi buat yang
lagi mau milih-milih jurusan kuliah. Kalau gue udah tau dari dulu mungkin jalan
karir gue akan 180 derajat berbeda dengan sekarang. Gue mungkin akan mengambil
pilihan jurusan kuliah yang lebih cocok dengan kepribadian gue. Tapi karena
sudah terlanjur, nggak ada cara lain kecuali menghadapinya saja.
Dulu, secara ajaib, gue pernah
merasa teriritasi sehabis mengikuti lumayan banyak sesi interview kerja. Ngomongin diri sendiri di depan orang lain dengan
gestur cerah ceria penuh harapan supaya bisa dipekerjakan menjadi sesuatu yang
menguras emosi gue. Gimana caranya gue menjelaskan ke orang-orang? Gue rasa
kalau gue jelasin apa yang gue rasa, orang-orang nggak akan mengerti. Nggak ada
kata yang lebih tepat untuk menggambarkan suasana hati gue saat itu selain “irritated”. Sampe-sampe gue merasa
perlu rehat dari upaya segera cabut dari perusahaan lama. LOL.
Tau kan kalau orang introvert itu paling pening kalau
disuruh berbasa-basi? Bukan kita sombong, nggak sopan atau ogah mendengarkan
orang lain. Tapi terlibat obrolan pepesan kosong penuh DERAMA amat melelahkan
jiwa orang introvert. Sungguh deh.
Apalagi kalau baru kenal, manusia cenderung bicara tentang
pencapaian-pencapaiannya kepada orang yang baru ditemuinya. Makin maboklah
orang introvert disuruh beginian.
Yahhh, walau supaya adil,
orang-orang introvert juga perlu
menanamkan ke dirinya bahwa begitulah fase mengenal seseorang. Seringnya memang
dimulai dari pembicaraan ngarol-ngidul, baru berlanjut ke hal-hal yang lebih urgent.
Lalu ada 1 hal yang sangat
membebani orang introvert saat berada
di tempat kerja, yaitu didorong-dorong supaya berakrab-akrab ria sama orang
lain. ASTAGAAAHHH!!! Momen kayak begitu dijamin bikin para introvert merasa dirinya kekanakkan dan gagal sebagai manusia
karena mesti disuruh-suruh “hanya” untuk bergaul. Kalau atasan menuntut
kompetensi orang introvert dalam
bekerja, mereka akan melakukannya dengan sangat pro. Tapi kalau dituntut supaya
lebih banyak bergaul, nah, ini persoalan lain lagi. Kalau kata Ariel Peterpan
mah, “membebaniku…”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar