Hal-hal yang tertulis di blog ini,
di luar curhatan pribadi, saya anggap adalah sebuah bentuk apresiasi. Sebagai
ucapan terima kasih karena karya mereka pernah, dan bahkan terus mewarnai hidup
saya. Tentang buku yang saya pernah baca, tentang film dan drama yang saya
tonton, dan tentang musik yang saya dengar.
Kali ini saya mau ngomongin
musik.
Kalau ditanya genre musik favorit, saya akan pilih
musik rock dan RnB. Saya suka sesuatu
yang garang, keras tapi nggak bising. Tapi di saat bersamaan saya suka musik yang
hangat, smooth, sekaligus bisa dipake
buat goyang. Dan seperti kebanyakan selera musik orang Indonesia, saya cinta
mati sama musik-musik anak band.
Band pastinya selalu menjadi primadona di Indonesia—paling nggak dulu.
Indonesia punya banyak band
berkualitas—sekali
lagi, dulu. Dan band pertama yang saya
mau tulis merupakan salah satu yang paling terkenal. I present to you… Padi!
Padi
Padi dibentuk 8 April 1997, yang
merupakan wadah kreativitas seni lima mahasiswa Universitas Airlangga, Surabaya.
Padi beranggotakan lima personil, yaitu Fadly (vokal), Piyu (gitar), Rindra
(bass), Ari (gitar) dan Yoyo (drum). Mereka memulai debut di penghujung tahun
1990-an melalui single Sobat yang masuk ke dalam album kompilasi Indie Ten.
Genre musik yang diusung adalah pop rock
dan alternative rock. Sampai saat ini
Padi sudah merilis 5 album serta beberapa singel.
Cerita Anak Band
Kalau kita mengulik sejarah band
di Indonesia, umumnya kita bakal mendengar sepotong cerita yang kurang lebih
sama. Alkisah sekelompok pemuda daerah yang kenal di sekolah atau kampus
sepakat membentuk sebuah band. Mereka
mengasah pengalaman dengan tampil dari panggung ke panggung membawakan lagu barat
yang sedang populer saat itu. Lalu, di satu titik, para pemuda ini memutuskan
untuk membawa musik mereka ke level yang lebih jauh. Jadilah mereka berangkat
dari daerah masing-masing, naik kereta, berpenampilan lusuh dan membawa modal
ongkos seadanya. Destinasi mereka adalah Jakarta; kota di mana studio musik
berada. Sony Music, Musica, Universal. Yang mereka bawa adalah sekeping kaset
berisi lagu demo ciptaan sendiri. Bertemu produser musik genius adalah dambaan.
Bagaimana pun, bakat musik mereka masih mentah. Masih perlu campur tangan
seorang ahli musik yang sudah banyak pengalaman untuk mengarahkan. Dan karena
masih mentah inilah cerita ditolak satu studio musik ke studio musik lainnya
pasti terdengar. Satu-satunya cara menaklukan industri musik saat itu hanyalah
memiliki materi musik yang bagus. Jadi tentunya nggak bisa sembarangan comot
anak band untuk masuk dapur rekaman.
Padi merupakan contoh band yang punya sepotong cerita semacam
itu. Dalam salah satu postingan akun Instagram resmi mereka, personil Padi
dikatakan pernah tidur di sambungan kereta karena kehabisan tiket dan makan
nasi basi. Kata seorang bijak, mahakarya dilahirkan dari seniman yang menderita.
Nggak mungkin bisa lebih benar lagi. Coba tengok lagu-lagu macam apa yang ada
di album pertama mereka, Lain Dunia.
Lain Dunia (1999) |
Dulu Bukan Favorit
Masa keemasan Padi tepat ketika
saya remaja. Saya tau lagu-lagu mereka dan suka beberapa lagunya. Seinget saya kaset
Lain Dunia dan Sesuatu yang Tertunda juga ada di rumah. Kakak saya yang beli.
Tapi, dulu saya nggak bisa dibilang nge-fans
sama mereka. Dalam pandangan saya yang
masih remaja saat itu, musik Padi terlalu berat dan njelimet. Apalagi di album
Save My Soul. Dan, maaf, cara Fadly menyanyikan lagu Rapuh dan Kasih Tak Sampai
kok kayak orang yang baru bangun tidur ya? Sebagai remaja saya sukanya musik
yang ringan dan berbunga-bunga.
Sesuatu yang Tertunda (2001) |
Sekarang
Kalau umumnya band Indonesia, semakin
lama malang-melintang di industri musik, lagu-lagunya semakin receh—saya
sinyalir sebagai kompensasi kejayaan yang mengikis sensitivitas mereka sebagai
seniman— maka Padi adalah pengecualian. Makin lama musik Padi malah
semakin berat, gelap dan depresif. Mereka nggak lagi ngomongin cinta-cintaan,
tapi ngomongin soal jiwa yang kering, tentang makna kehidupan dan tentang
keberagaman.
Ketika sekarang sudah berumur,
saya justru bisa lebih mengapresiasi musik mereka. Saya masih dengerin beberapa
lagu-lagu Padi dari dulu, tapi waktu beberapa hari lalu saya nonstop nge-play lagu mereka di Youtube… rasanya tuh anjiir banget. Seakan
diingatkan lagi musik macam apa yang dipunya Indonesia dahulu. Anjir, apa-apaan
ini band! Lagunya amazing semua. Berkualitas, intens, dan long lasting. Lagu-lagu yang bikin anak
90-an akan selalu bilang zaman mereka adalah yang paling luar biasa. Lagu-lagu
yang bikin anak 90-an teringat masa-masa ketika sisihin uang jajan cuma supaya
bisa beli sekeping kaset di Disc Tara. Lagu-lagu yang mengingatkan akan memori
menselotip pinggiran cover kaset supaya
nggak sobek saking seringnya dibolak-balik buat baca lirik. Lagu-lagu yang
bikin anak 90-an teringat MTV dan penting banget untuk tahu lagu mana yang
bertengger di puncak MTV Ampuh. Masa-masa ketika hobi melototin sampul kaset
karena tau ada makna filosofis yang tersembunyi di dalamnya.
Mengambil jargon MTV jaman dulu,
bagi saya Padi adalah band yang “gue
banget”. Band yang memang isinya
seniman semua, dan mereka nggak kelihatan ingin tampil bak rock star. Karyanya murni; hanya mengandalkan musikalitas. Anak band yang memang sejatinya anak band. Nggak perlu banyak gaya. Saya
nggak peduli mereka cuma pake kaos plus jeans
belel tiap manggung; satu-satunya yang saya pedulikan tentang mereka adalah
kesehatan raga dan jiwa mereka—supaya tetap bisa terus bikin lagu berbobot.
What a golden time!
Save My Soul (2003) |
Megah
Satu kata yang saya rasa paling
tepat untuk menggambarkan musik Padi adalah megah. Ya, megah. Di album perdana
mereka pun sudah ada lagu Mahadewi, yang kata apa lagi yang paling tepat untuk
mendefiniskannya selain “megah”? Dari lirik sampai aransemen, semuanya megah.
Sepanjang sejarah musik
Indonesia, tema cinta akan selalu jadi tema besar dan utama. Sejarah musik
Indonesia juga mencatat betapa banyak lagu cinta picisan nan receh yang
wara-wiri di industri musik negeri ini. Tapi kalau band sekelas Padi diminta bikin lagu cinta, mereka bakal nulis
liriknya begini,
Meresap ke dalam relung sukmaku
Coba tuk singkirkan aroma nafas tubuhmu
Mengalir mengisi laju darahku
Coba tuk singkirkan aroma nafas tubuhmu
Mengalir mengisi laju darahku
Atau…
Seiring jejak kakiku bergetar
Aku tlah terpaku oleh cintamu
Menelusup hariku dengan harapan
Namun kau masih terdiam membisu
Mau yang lebih gamblang?
Ingin sungguh aku bicara satu kali saja
Sebagai ungkapan rasa perasaanku padamu
Telah cukup lama kudiam di dalam keheningan ini
Kubekukan di bibirku
Tak berdayanya tubuhku
What a beautiful words! Itu pun masih ditambah aransemen musik yang
intens. Lagu-lagu Padi terkenal dengan liriknya yang berisi dan puitis, tapi pada
saat Piyu, Ari, Rindra dan Yoyo unjuk gigi alias pas musiknya doang, tetap
terdengar luar biasa. Musik Padi adalah musik yang bikin saya paham arti dari
frasa “merayakan musik”.
Padi (2005) |
Lirik
Umumnya band di Indonesia memiliki ciri khas dari suara vokalisnya. Makanya
kalau sampai sang vokalis ganti, musik band
tersebut akan berubah total. Padi salah satu yang punya vokalis mantap; yang
sekali denger kita bakal tau itu pasti Fadly Padi. Suaranya khas, caranya
bernyanyinya khas.
Mungkin karena musik Padi kadang
kelewat intens dan liriknya yang pakai bahasa puitis, kadang-kadang satu-dua
kata bikin saya miss. Wait, wait… ini katanya apa ya? Om Fadly
bilang apa? *lalu buru-buru buka google,
search lirik lagu Padi*
Coba, sekali denger, apa ada yang
ngeh kalau ada kata “mengeruhkan” di lagu Hitam? Atau ada yang ngeh, sekali
denger, ada kalimat “merekahnya fajar hatiku” di lagu Ternyata Cinta? Karena jarang
pakai kalimat sehari-hari itulah kenapa bisa utuh hafal satu lagu Padi, berikut
susunannya yang benar, betul-betul sulit untuk dilakukan. Sekali lagi, musik
mereka itu intens.
Tak Hanya Diam (2007) |
Intro
Padi lahir di zaman ketika musik
betul-betul dipikirkan secara matang. Feel
lagunya sampai ke hati pendengar berkat lirik dan aransemen yang sesuai. Coba
simak lagu Seperti Kekasihku. Karena lagu ini bercerita tentang teringat
seseorang yang sudah berlalu, dari intro lagunya pun sudah dapet feel magis—mistis, bahkan.
Lagu progresif macam Hitam
dimulai dengan garang dan digeber tanpa ampun sampai detik terakhir. Lagu megah
seperti Mahadewi dimulai dengan seriosa dan diberi sentuhan orkestra. Lagu-lagu
romantis seperti Menanti Sebuah Jawaban dan Ternyata Cinta bikin kita mampu
mengidentifikasi sejak not pertama. “Ini sih Padi,” demikian kita berucap sejak
detik pertama ketika mendengar lagu Padi
Padi Reborn
Fadly, Yoyo dan Rindra sempat
bikin band baru bernama Musikimia di
tahun 2012. Minus Piyu dan Ari, ketambahan Stephan Santoso. Lagunya oke; ada
Redam yang jadi theme song Mata
Najwa, dan Bertahan Untukmu. Kabarnya, karena ego, kemarahan dan lainnya yang
bikin Padi terpisah.
Sekarang, setelah tujuh tahun
vakum, muncul kabar kalau Padi bersatu lagi. Kali ini dengan embel-embel “Reborn”
di belakang namanya. Kelima anggota Padi ada semua; siap menggebrak panggung
musik Indonesia sekali lagi lagi. Dalam akun Instagram Padi Reborn, terlihat
kelima anggota Padi balik manggung ke mana-mana, bahkan sampai ke luar negeri. Dari
salah satu berita yang saya baca, selama bulan Ramadhan kemarin mereka sudah melakukan
workshop penulisan lagu untuk materi
album baru.
Apakah mereka balik karena asap
di dapur nggak cukup mengepul kalau bukan bernaung di bawah nama Padi? Sah-sah
aja kalau memang demikian. Tapi kalau untuk Padi, yang nggak perlu diragukan
lagi jiwa senimannya, alasan kerinduan bermusik bersama-sama, akan saya telan
tanpa banyak kritik. Apalagi kalau album yang tengah dipersiapkan nggak kalah
keren dari musik mereka dulu. Kalau bisa, saya juga pingin banget nonton konser
mereka. Mudah-mudahan bisa. Amiin.
So, siapa yang excited menunggu album baru Padi Reborn?
#ApresiasiPadi
Padi memang keren banget, topmarkotop pokoknya
BalasHapus