Minggu, 29 Juli 2018

Apresiasi Padi



Hal-hal yang tertulis di blog ini, di luar curhatan pribadi, saya anggap adalah sebuah bentuk apresiasi. Sebagai ucapan terima kasih karena karya mereka pernah, dan bahkan terus mewarnai hidup saya. Tentang buku yang saya pernah baca, tentang film dan drama yang saya tonton, dan tentang musik yang saya dengar.


Kali ini saya mau ngomongin musik.

Kalau ditanya genre musik favorit, saya akan pilih musik rock dan RnB. Saya suka sesuatu yang garang, keras tapi nggak bising. Tapi di saat bersamaan saya suka musik yang hangat, smooth, sekaligus bisa dipake buat goyang. Dan seperti kebanyakan selera musik orang Indonesia, saya cinta mati sama musik-musik anak band.

Band pastinya selalu menjadi primadona di Indonesia—paling nggak dulu. Indonesia punya banyak band berkualitassekali lagi, dulu. Dan band pertama yang saya mau tulis merupakan salah satu yang paling terkenal. I present to you… Padi!


Padi

Padi dibentuk 8 April 1997, yang merupakan wadah kreativitas seni lima mahasiswa Universitas Airlangga, Surabaya. Padi beranggotakan lima personil, yaitu Fadly (vokal), Piyu (gitar), Rindra (bass), Ari (gitar) dan Yoyo (drum). Mereka memulai debut di penghujung tahun 1990-an melalui single Sobat yang masuk ke dalam album kompilasi Indie Ten. Genre musik yang diusung adalah pop rock dan alternative rock. Sampai saat ini Padi sudah merilis 5 album serta beberapa singel.


Cerita Anak Band

Kalau kita mengulik sejarah band di Indonesia, umumnya kita bakal mendengar sepotong cerita yang kurang lebih sama. Alkisah sekelompok pemuda daerah yang kenal di sekolah atau kampus sepakat membentuk sebuah band. Mereka mengasah pengalaman dengan tampil dari panggung ke panggung membawakan lagu barat yang sedang populer saat itu. Lalu, di satu titik, para pemuda ini memutuskan untuk membawa musik mereka ke level yang lebih jauh. Jadilah mereka berangkat dari daerah masing-masing, naik kereta, berpenampilan lusuh dan membawa modal ongkos seadanya. Destinasi mereka adalah Jakarta; kota di mana studio musik berada. Sony Music, Musica, Universal. Yang mereka bawa adalah sekeping kaset berisi lagu demo ciptaan sendiri. Bertemu produser musik genius adalah dambaan. Bagaimana pun, bakat musik mereka masih mentah. Masih perlu campur tangan seorang ahli musik yang sudah banyak pengalaman untuk mengarahkan. Dan karena masih mentah inilah cerita ditolak satu studio musik ke studio musik lainnya pasti terdengar. Satu-satunya cara menaklukan industri musik saat itu hanyalah memiliki materi musik yang bagus. Jadi tentunya nggak bisa sembarangan comot anak band untuk masuk dapur rekaman.

Padi merupakan contoh band yang punya sepotong cerita semacam itu. Dalam salah satu postingan akun Instagram resmi mereka, personil Padi dikatakan pernah tidur di sambungan kereta karena kehabisan tiket dan makan nasi basi. Kata seorang bijak, mahakarya dilahirkan dari seniman yang menderita. Nggak mungkin bisa lebih benar lagi. Coba tengok lagu-lagu macam apa yang ada di album pertama mereka, Lain Dunia.

Lain Dunia (1999)


Dulu Bukan Favorit

Masa keemasan Padi tepat ketika saya remaja. Saya tau lagu-lagu mereka dan suka beberapa lagunya. Seinget saya kaset Lain Dunia dan Sesuatu yang Tertunda juga ada di rumah. Kakak saya yang beli. Tapi, dulu saya nggak bisa dibilang nge-fans sama mereka.  Dalam pandangan saya yang masih remaja saat itu, musik Padi terlalu berat dan njelimet. Apalagi di album Save My Soul. Dan, maaf, cara Fadly menyanyikan lagu Rapuh dan Kasih Tak Sampai kok kayak orang yang baru bangun tidur ya? Sebagai remaja saya sukanya musik yang ringan dan berbunga-bunga.

Sesuatu yang Tertunda (2001)



Sekarang

Kalau umumnya band Indonesia, semakin lama malang-melintang di industri musik, lagu-lagunya semakin receh—saya sinyalir sebagai kompensasi kejayaan yang mengikis sensitivitas mereka sebagai seniman— maka Padi adalah pengecualian. Makin lama musik Padi malah semakin berat, gelap dan depresif. Mereka nggak lagi ngomongin cinta-cintaan, tapi ngomongin soal jiwa yang kering, tentang makna kehidupan dan tentang keberagaman.

Ketika sekarang sudah berumur, saya justru bisa lebih mengapresiasi musik mereka. Saya masih dengerin beberapa lagu-lagu Padi dari dulu, tapi waktu beberapa hari lalu saya nonstop nge-play lagu mereka di Youtube… rasanya tuh anjiir banget. Seakan diingatkan lagi musik macam apa yang dipunya Indonesia dahulu. Anjir, apa-apaan ini band! Lagunya amazing semua. Berkualitas, intens, dan long lasting. Lagu-lagu yang bikin anak 90-an akan selalu bilang zaman mereka adalah yang paling luar biasa. Lagu-lagu yang bikin anak 90-an teringat masa-masa ketika sisihin uang jajan cuma supaya bisa beli sekeping kaset di Disc Tara. Lagu-lagu yang mengingatkan akan memori menselotip pinggiran cover kaset supaya nggak sobek saking seringnya dibolak-balik buat baca lirik. Lagu-lagu yang bikin anak 90-an teringat MTV dan penting banget untuk tahu lagu mana yang bertengger di puncak MTV Ampuh. Masa-masa ketika hobi melototin sampul kaset karena tau ada makna filosofis yang tersembunyi di dalamnya.

Mengambil jargon MTV jaman dulu, bagi saya Padi adalah band yang “gue banget”. Band yang memang isinya seniman semua, dan mereka nggak kelihatan ingin tampil bak rock star. Karyanya murni; hanya mengandalkan musikalitas. Anak band yang memang sejatinya anak band. Nggak perlu banyak gaya. Saya nggak peduli mereka cuma pake kaos plus jeans belel tiap manggung; satu-satunya yang saya pedulikan tentang mereka adalah kesehatan raga dan jiwa merekasupaya tetap bisa terus bikin lagu berbobot.

What a golden time!

Save My Soul (2003)



Megah

Satu kata yang saya rasa paling tepat untuk menggambarkan musik Padi adalah megah. Ya, megah. Di album perdana mereka pun sudah ada lagu Mahadewi, yang kata apa lagi yang paling tepat untuk mendefiniskannya selain “megah”? Dari lirik sampai aransemen, semuanya megah.

Sepanjang sejarah musik Indonesia, tema cinta akan selalu jadi tema besar dan utama. Sejarah musik Indonesia juga mencatat betapa banyak lagu cinta picisan nan receh yang wara-wiri di industri musik negeri ini. Tapi kalau band sekelas Padi diminta bikin lagu cinta, mereka bakal nulis liriknya begini,

Coba tuk melawan getir yang terus kukecap
Meresap ke dalam relung sukmaku
Coba tuk singkirkan aroma nafas tubuhmu
Mengalir mengisi laju darahku

Atau…

Seiring jejak kakiku bergetar
Aku tlah terpaku oleh cintamu
Menelusup hariku dengan harapan
Namun kau masih terdiam membisu

Mau yang lebih gamblang?

Ingin sungguh aku bicara satu kali saja
Sebagai ungkapan rasa perasaanku padamu
Telah cukup lama kudiam di dalam keheningan ini
Kubekukan di bibirku
Tak berdayanya tubuhku

What a beautiful words! Itu pun masih ditambah aransemen musik yang intens. Lagu-lagu Padi terkenal dengan liriknya yang berisi dan puitis, tapi pada saat Piyu, Ari, Rindra dan Yoyo unjuk gigi alias pas musiknya doang, tetap terdengar luar biasa. Musik Padi adalah musik yang bikin saya paham arti dari frasa “merayakan musik”.

Padi (2005)



Lirik

Umumnya band di Indonesia memiliki ciri khas dari suara vokalisnya. Makanya kalau sampai sang vokalis ganti, musik band tersebut akan berubah total. Padi salah satu yang punya vokalis mantap; yang sekali denger kita bakal tau itu pasti Fadly Padi. Suaranya khas, caranya bernyanyinya khas.

Mungkin karena musik Padi kadang kelewat intens dan liriknya yang pakai bahasa puitis, kadang-kadang satu-dua kata bikin saya miss. Wait, wait… ini katanya apa ya? Om Fadly bilang apa? *lalu buru-buru buka google, search lirik lagu Padi*

Coba, sekali denger, apa ada yang ngeh kalau ada kata “mengeruhkan” di lagu Hitam? Atau ada yang ngeh, sekali denger, ada kalimat “merekahnya fajar hatiku” di lagu Ternyata Cinta? Karena jarang pakai kalimat sehari-hari itulah kenapa bisa utuh hafal satu lagu Padi, berikut susunannya yang benar, betul-betul sulit untuk dilakukan. Sekali lagi, musik mereka itu intens.

Tak Hanya Diam (2007)


Intro

Padi lahir di zaman ketika musik betul-betul dipikirkan secara matang. Feel lagunya sampai ke hati pendengar berkat lirik dan aransemen yang sesuai. Coba simak lagu Seperti Kekasihku. Karena lagu ini bercerita tentang teringat seseorang yang sudah berlalu, dari intro lagunya pun sudah dapet feel magis—mistis, bahkan.

Lagu progresif macam Hitam dimulai dengan garang dan digeber tanpa ampun sampai detik terakhir. Lagu megah seperti Mahadewi dimulai dengan seriosa dan diberi sentuhan orkestra. Lagu-lagu romantis seperti Menanti Sebuah Jawaban dan Ternyata Cinta bikin kita mampu mengidentifikasi sejak not pertama. “Ini sih Padi,” demikian kita berucap sejak detik pertama ketika mendengar lagu Padi


Padi Reborn


Fadly, Yoyo dan Rindra sempat bikin band baru bernama Musikimia di tahun 2012. Minus Piyu dan Ari, ketambahan Stephan Santoso. Lagunya oke; ada Redam yang jadi theme song Mata Najwa, dan Bertahan Untukmu. Kabarnya, karena ego, kemarahan dan lainnya yang bikin Padi terpisah.

Sekarang, setelah tujuh tahun vakum, muncul kabar kalau Padi bersatu lagi. Kali ini dengan embel-embel “Reborn” di belakang namanya. Kelima anggota Padi ada semua; siap menggebrak panggung musik Indonesia sekali lagi lagi. Dalam akun Instagram Padi Reborn, terlihat kelima anggota Padi balik manggung ke mana-mana, bahkan sampai ke luar negeri. Dari salah satu berita yang saya baca, selama bulan Ramadhan kemarin mereka sudah melakukan workshop penulisan lagu untuk materi album baru.

Apakah mereka balik karena asap di dapur nggak cukup mengepul kalau bukan bernaung di bawah nama Padi? Sah-sah aja kalau memang demikian. Tapi kalau untuk Padi, yang nggak perlu diragukan lagi jiwa senimannya, alasan kerinduan bermusik bersama-sama, akan saya telan tanpa banyak kritik. Apalagi kalau album yang tengah dipersiapkan nggak kalah keren dari musik mereka dulu. Kalau bisa, saya juga pingin banget nonton konser mereka. Mudah-mudahan bisa. Amiin.

So, siapa yang excited menunggu album baru Padi Reborn?

#ApresiasiPadi




  

1 komentar: