Rabu, 25 Agustus 2021

Hikayat Seorang Pengurus


Perkara kepala resleting jaket dan kardus bekas paket online bikin saya berpikir, ah, Mama memang sebaik-baiknya pengurus. Bukan cuma saya si gadis bungsunya yang diurus, tapi juga menantu, kucing, tanaman dan perabotan rumah. Mam, hidup memang harus berjalan terus, tapi, kualitasnya pasti berbeda antara ada Mama yang ikut mengurus dan tidak ada Mama.

 

Jadi, kakak saya belum lama ini menyerahkan jaket saya yang baru diangkat dari jemuran untuk langsung disimpan di lemari. Saya tercenung beberapa detik, menyadari kepala resletingnya sudah tidak ada. Bukan bermaksud tidak berterimakasih atas jasa cuci-jemur itu, hanya saja saya refleks berpikir hal seperti ini tidak akan terjadi saat Mama masih ada. Nyaris tidak ada yang luput dari perhatian beliau jika sudah menyangkut kebutuhan anak dan cucunya. Saya akan tulis di sini, tali bra saya yang sering lepas saat digiling di mesin cuci pun tidak akan tercecer kemana-mana kalau beliau sudah turun tangan.

Sehari-hari saya tinggal berdelapan. Dan ketika tiba saatnya memisahkan baju-baju kering ke keranjang-keranjang, Mama tahu persis bagaimana pembagiannya; mana baju saya, mana baju kakak, mana baju keponakan. Ini tugas yang hanya bisa dikerjakan sempurna oleh orang yang penuh perhatian. Saya tidak termasuk. 

Kadang-kadang Mama seperti seorang pengumpul. Kardus-kardus bekas paket online dalam berbagai bentuk akan dengan sangat telaten disimpannya tersendiri untuk dipakai lagi oleh abang ipar saya yang bisnis jual-beli sparepart mobil. Tidak ada yang meminta, hanya saja beliau begitu penuh perhatian. Tidak ada orang-orang di sekitarnya yang luput diurus. 

Ah, jangankah hal-hal cukup penting seperti itu. Beliau bahkan memunguti kertas-kertas gambaran mainan keponakan kalau sedang menyapu. Saya? Jangan ditanya! Saya bakal sapu semuanya tanpa ampun. Saya tidak setelaten itu dan, jujur saja, apa pentingnya sih kartu-kartu mainan itu? Hilang satu-dua lembar tidak akan rugi. Keponakan saya saja tidak mau repot-repot mengumpulkannya kembali.

Tapi Mama berbeda. Apa yang jadi miliknya harus dijaga, termasuk benda-benda yang di mata saya terlihat sepele. Beliau protektif, termasuk ke perkara mainan. Rasanya saya sering sekali mendengar beliau mengomeli keponakan yang kelewat barbar memperlakukan mainannya. 

"Baru beli udah rusak aja..."

Mama adalah ibu sejati. Semua mulut anaknya harus kebagian masakannya. Dulu telur dadar yang terlalu banyak tepungnya; dibagi-bagi untuk makan kami anak-anaknya. 

"Sisain buat si ini, si itu..."

Sekarang beliau selalu mewanti-wanti supaya saya menyimpan sebagian makanan untuk bekal kerja sebelum dihabiskan orang rumah lain.

"Taro dulu (simpan di tempat lain), nanti habis sama si ini, si itu..."

Saya pernah bilang, uang saya cepat menipis tiap kali harus beli makan siang di luar, karena itu beliau berinisiatif menyuruh saya menyimpan lauk malam untuk dibawa bekal besoknya. Atau yang sering terjadi akhir-akhir ini, pagi-pagi beliau akan ke warung membeli sayur dan lainnya. Hanya supaya saya bisa bawa bekal. 

Pertama kali bisa membonceng Mama, saya umumkan dengan bangga ke saudara-saudara. Hari itu saya membawa beliau ke toko tanaman. Berkebun; ini hobi yang selalu lekat dengan Mama. Di mana pun rumah kontrakan kami, sekecil apapun, pasti tidak akan luput dari pot-pot tanaman. Dulu, saat tinggal di kios pinggir jalan, Mama tetap punya taman mini. Favorit beliau adalah tanaman berdaun. Dan tidak seorang pun bisa mengitervensi jenis-jenis tanaman apa saja yang beliau mau urus. Semuanya tergantung selera Mama.

 


Mam, masih ingat batang kering yang Mama bilang Mama ambil di depan kedai orang? Dipanggil-panggil si empunya tidak muncul, jadi Mama ambil aja. Ya Allah, ampuni Mama untuk perbuatan ini, tapi momen ini masih lucu jika diingat-ingat. Karena waktu itu Mama mengatakannya seolah bangga.

Tahu pesan beliau sebelum pergi meninggalkan rumah untuk terakhir kali? Tanaman Mama jangan lupa disiram!

Tapi, Mam, tidak semua orang bertangan dingin seperti Mama. Berkebun bukan untuk semua orang, Mam. Tanaman bukan cuma butuh tanah, air dan pupuk, bukan begitu? Tapi jangan khawatir, tadi sore Opi baru siram-siram tanaman Mama.

Anak-anaknya tahu, Mama adalah seorang ibu penuh aturan jika sudah menyangkut perabotan rumah. Sekalipun panci punya aturan pakai dan cara cuci sendiri. Karpet, piring, wadah-wadah ~ semua ada aturan pakainya. Dan tidak semua jenis panci atau wajan yang boleh dipakai di kesempatan yang sama. Well, kain lap pun punya strata di rumah; lap tangan, lap meja, lap lantai. Semua ada aturannya.

Apa yang menjadi milik beliau adalah milik beliau. Dalam artian harus dijaga. Termasuk kucing-kucing. Kata ibu warung, Mama sering bawa-bawa kaleng makanan kucing sampai jauh hanya supaya kucing-kucing kami pulang. Sungguh tidak ada yang luput dari perhatian sang pengurus.

Mama selalu bilang tidak menyesal menikah dengan Papa. Karena itu sudah jodoh. Ya, Mama suka bilang begitu karena selalu membanggakan diri pernah dilamar belasan pria yang jauh lebih mentereng kehidupannya ketimbang Papa. Dengan Papa, hidup Mama tidak pernah mudah. Rumah tetap pun tidak pernah terbeli oleh Papa. Tapi, sekali lagi, Mama bilang tidak pernah menyesal bagaimana pun keadaannya.

You always said you have no regret about your destiny. But one thing for sure, I really really hope that we bring you joy in your hard times. I hope you were happy to have us as your children and grand children, cause we are so blessed to have you as our mother and granny.

You must know, everyday we miss you.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar