Minggu, 21 Agustus 2022

Review Drama Korea: SQUID GAME (2021)

 

Blog pribadi. Tidak atau belum dimaksudkan untuk tujuan komersil. Walhasil isinya pun suka-suka. Nge-review tontonan pun tergantung mood lagi pinginnya nonton apa. Seperti yang satu ini; hype-nya jelas sudah berlalu sejak tayang perdana tahun lalu, tapi saya baru nonton sekarang, nggak lama berselang setelah Netflix bikin pengumuman kalau sekuel Squid Game bakal tayang di akhir tahun 2023 atau awal 2024. Well, you do you, I do me.

 

Sinopsis Singkat

Seong Gi-hun (Lee Jung-jae) tinggal dengan ibunya yang sudah renta. Hidupnya menyedihkan sejak dipecat dari pabrik dan bercerai. Suatu hari, dengan presentasi yang unik, seseorang mengundang Gi-hun untuk mengikuti sebuah permainan dengan hadiah besar. Terdorong keinginan mendapatkan uang dengan cepat, Gi-hun pun menyanggupi undangan tersebut.

 


 

Rupanya permainan yang dimaksud memang berhadiah sangat besar. Total 456 milyar uang yang diperebutkan; dihitung dari jumlah peserta yang kesemuanya memiliki masalah hutang. Hanya saja permainan ini mempertaruhkan nyawa; kalah berarti mati. Permainan ini pun dilakukan di tempat rahasia dan secara ketat dijaga oleh para penjaga berkostum pink serta topeng. Begitu juga dengan pemimpin permainan yang rahasia identitasnya terjaga rapi di balik topeng hitam.

Pertama kali mengetahui bahwa taruhan dari permainan mereka adalah nyawa, para peserta yang bertahan serempak mengajukan hak voting untuk menentukan lanjut tidaknya permainan. Hasil yang didapat kemudian adalah bahwa permainan dihentikan dan semua peserta dikembalikan ke tempat tinggal masing-masing. Namun, ketika diberi kesempatan kedua, sebagian besar peserta termasuk Gi-hun memutuskan untuk kembali ke dalam permainan meski sudah tahu taruhan mereka adalah nyawa sendiri.

 

Mati-matian

Para peserta yang secara sukarela kembali memang sudah seputus-asa itu. Seperti kata Front Man (Lee Byung-hun), hidup para peserta di dalam maupun di luar lokasi permainan sama-sama terasa bak neraka, tapi setidaknya di permainan yang dipimpinnya para peserta mempunyai kesempatan yang sama untuk berjudi keberuntungan mendapat hadiah besar.

Gi-hun bertekad membawa ibunya berobat dan mencoba mendapat hak asuh putrinya. Cho Sang-woo (Park Hae-soo), teman masa kecil Gi-hun yang sudah dianggapnya bak adik sendiri, terlilit hutang besar dan malu menemui ibunya karena menjadikan kios jualan ibunya sebagai jaminan hutang. Padahal Sang-woo adalah kebanggaan di lingkungan tempat tinggal Gi-hun karena berhasil lulus dari universitas ternama.

 


 

Peserta selebihnya antara lain adalah Kang Sae-byeok (Jung Ho-yeon), pelarian Korea Utara yang butuh uang untuk membawa ibunya melewati perbatasan ke Korsel; Oh Il-nam (Oh Young-soo), manula dengan tumor otak yang mengaku tidak punya tempat yang dituju jadi sangat bersemangat mengikuti permainan; Ali (Tripathi Anupam), imigran asal Pakistan yang putus asa meminta gaji dari bosnya yang zalim; Jang Deok-su (Heo Sung-tae), gangster kejam yang lari dari kejaran bos besarnya; Ham Mi-nyeo (Kim Joo-ryung), ibu-ibu oportunis dan banyak mulut; Ji-yeong (Lee Yoo-mi), mantan napi yang baru keluar dari penjara untuk kasus pembunuhan ayah tirinya yang abusif.  

Seratusan lebih peserta mati-matian mengeliminasi peserta lain baik dalam permainan, maupun di luar permainan. Tidak ada yang benar-benar kawan; ketika permainan dimainkan beregu pun ternyata teman seregu menjadi musuh yang harus dikalahkan meski dengan cara curang. Kadang, hanya karena tidak kebagian jatah makan berupa sebutir telur, sebagian peserta harus baku hantam sampai mati.


Seperti Hidup

Memainkan permainan anak-anak yang sepele dengan hadiah ratusan milyar tapi taruhannya nyawa, kira-kira siapa orang di balik kegilaan semua ini? Main semacam petak umpet, main kelereng, tarik tambang dan tapak batu; beneran dihargai uang sebanyak itu? Tambahan uangnya pun berdasarkan peserta yang kalah alias mati. Wahh.

Dari deskripsi Wikipedia, Hwang Dong-hyuk, kreator, penulis sekaligus sutradara serial 9 episode ini mengaku mendapat ide dari kesulitan hidupnya sendiri, sekaligus dari realita ketimpangan ekonomi di masyarakat dan sistem kapitalisme. Barangkali sama aja di belahan dunia mana pun; yang tajir melintir di tiap negara cuma sekitar satu persen dari keseluruhan populasi. Selebihnya? Mati-matian bahkan untuk sekadar memenuhi kebutuhan dasar hidup.

Kalau diibaratkan Front Man itu kayak pemimpin sebuah negara; orang yang bikin peraturan dan bertanggungjawab agar peraturan tetap terlaksana. Well, yah, kadang-kadang aja sih teguh sama peraturannya. Kalau Bos-bos Besar punya request tertentu agar permainan lebih seru, semisal membiarkan atau bahkan memicu agar orang-orang yang terikat aturan ini membangkang lalu saling berantem... ya bisalah diatur. Apa sih yang nggak bisa demi kesenangan orang berduit?

 


 

Lalu penjaga-penjaga bertopeng yang punya hirarki sendiri berdasar simbol di topengnya ibarat aparat yang tugasnya menjaga sekaligus "bersih-bersih". Yahh taulah ya maksudnya bersih-bersih apa, kalau di Squid Game sih salah satu tugas mereka adalah mengeksekusi peserta yang kalah sampai jadi abu. Oh, sama cheating peraturan demi kantong sendiri sih. Ups.

Kemudian posisi yang paling penting adalah peserta alias masyarakat pada umumnya yang nyawanya sama sekali nggak berharga; toh kita-kita ini ada banyak kan? Nggak apa-apa dong hidup kita yang sudah sengsara ini jadi bahan hiburan orang-orang yang duitnya udah nggak ngerti mau dihabisin dengan cara apa lagi? Melihat orang-orang miskin baku hantam demi secuil makanan rupanya jadi tontonan mengasyikan bagi sebagian orang.

Miris. Kata seorang tokoh di drakor ini ada kesamaan orang yang nggak punya duit sama sekali dan orang yang duitnya nggak kehitung: mereka sama-sama bosan dengan kehidupan. Bedanya kalau orang miskin bosan nggak bisa seru-seruan sama nyawa orang lain hanya demi membunuh kebosanan. Huft.

 

Recommended?

Tentu. Sangat pantas untuk semua hype dan penghargaan yang didapatkan. Makna terselubung dari drakor ini dapet banget. Pesan moral yang dibawa oleh tokoh Gi-hun pun sangat jelas; bahwa kebaikan hati akan selalu membuat perbedaan di dunia. Dan memang kayaknya yang cerdik alias banyak akal kayak dia ini kan yang biasanya paling jago skill bertahannya. Pun, seperti yang disuarakan oleh Kakek Il-nam, sekalipun hidup seumpama permainan yang tidak adil, tetap nggak bakalan seru kalau kita cuma duduk cari aman di bangku penonton; terjun langsung sebagai "pemain" barulah asyik. By the way, dengan komplitnya keseluruhan plot cerita berikut pesan moralnya dalam rentang 9 episode, menurut saya pribadi, sekuelnya sama sekali nggak penting sebetulnya.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar