Senin, 16 November 2020

Day 16: What Makes Me Different From Everyone Else



Merasa berbeda dan spesial sebetulnya adalah mental yang sangat saya hindari. Malah saya sebel banget sama manusia-manusia yang merasa perlu menyaingi kespesialan martabak dua telor. Pun saya sendiri merasa saya tipe medioker. Sedang-sedang saja kalau kata lagu dangdut sih.


Tapi, karena konon setiap insan itu unik, bolehlah saya gali lagi, apa sih yang spesial dari diri saya?

Ada sebuah cuitan dari akun yang saya kepoin belum lama ini. Hmm, iya, kadang-kadang aktivitas scroll Twitter saya berujung ngepoin beberapa akun yang saya temukan menjawab dengan menarik berbagai akun autobase. Sekalian mencari hiburan dan insight baru dari kegemaran orang lain yang tentu berbeda dari saya.

Cuitan tersebut meng-quote sebuah pertanyaan yang kira-kira isinya begini, apa sih sesuatu yang buat kamu mencinta diri sendiri? Twit itu kerasa pas gitu buat saya ~~ yang artinya sebenernya saya udah ada kesamaan sama orang lain, nggak berbeda juga. LOL.

Tapi coba kita uraikan aja. Cuitan itu kurang lebih menyatakan bahwa si pemilik akun nggak demanding siapapun untuk memberinya cinta. Dia busuk (secara kelakuan) dan jelek (secara fisik), jadi ya udah. So be it.

Sekali lagi, saya memang makin hari makin related sama hal-hal bitter semacam ini. Saya juga merasa begitu. Saya bukan penuntut. Sekarang saya merasa cringe sama kata-kata "bahwa di luar sana ada yang bisa menerima dan mencintaimu apa adanya". Well, kalau memang ada ya bagus. Tapi karena saya sadar diri saya belum jadi nice person, dan tidak juga memiliki penampilan fisik yang menggetarkan ~~ dua hal yang umum menjadi dasar seseorang jatuh cinta kepada orang lain ~~ saya nggak menuntut atau merasa berhak untuk disirami kasih sayang orang lain.

Pemikiran semacam ini mungkin pahit dan tidak enak didengar, tapi buat saya pribadi perspektif begini menyelamatkan saya dari rasa frustasi berlarut-larut karena belum juga dapat jodoh. Well, saya nggak hidup 33 tahun dengan masih memiliki mindset Cinderella.  

2 komentar:

  1. Awal dari kecewa adalah berharap, apalagi berharap sama org lain. Setuju si sama pandanga mu meski agak pahit. Awal yg baik untuk menerima diri adalah menyadari kebusukan diri.


    Aku juga setuju, ga semua manusia bertemu jodohnya di dunia ini, buktinya ada yg mati dalam keadaan lajang. Ya udah jalani aja hidup, kalo istilahnya camus, hidup itu absurd, hadapi aja dg berani apa adanya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hai! Terima kasih sudah mampir dan meninggalkan komentar.

      Hapus