Senin, 23 November 2020

Day 22: A Letter to My Teenage Self



Saya mau sedikit cheating kali ini. Saya nggak kepingin menulis surat untuk diri saya yang masih belasan tahun. Cukup sebuah pesan singkat dan kata-kata dorongan. Ini penting. Karena saya berpikir jika hal tersebut terjadi, hidup saya bakal sangat berbeda sekarang.


Tahun itu umur saya delapan belas. Baru lulus SMA. Kakak perempuan saya nomor 4 yang saat itu (dan masih sampai sekarang) bekerja di bank menyuruh saya ikut UMPTN UI jurusan advertising. Pernah saya bilang keinginan saya untuk masuk jurusan arsitektur, tapi kakak saya itu bilang lahan mana lagi yang mau dibangun. Hemmm, padahal bisnis properti betul-betul membanjir sekarang.

Tapi okelah, advertising. Saya kan dari dulu memang suka nulis, suka buat cerita; intinya saya suka dan merasa mampu berpikir secara kreatif. Okelah, jurusan periklanan.

Tapi saya memilih give up saat itu. Oh, perlu saya info dulu kalau kakak saya yang ini biayain saya les bahasa Inggris sekitar setahunan di LIA pas SMA. Dan begitu saya lulus dia mendorong saya untuk ikut UMPTN.

Saya memilih mundur. Saya bilang pas SMA aja udah susah-payah buat bayar SPP dan lain-lainnya. Gimana nanti kuliah?

Awalnya kakak saya ini bilang, ujung-ujungnya juga pasti kebayar, udah ikut aja ujian! Saya bilang lagi susah biaya. Dan akhirnya kakak saya ini give up juga. Terserah, katanya.

Yang kakak saya nggak tau bahwa pada saat itu saya nggak benar-benar berniat menyerah. Saya cuma mau diyakinkan sekali lagi kalau biaya kuliah saya nanti bakal diusahain gimana pun caranya. Saya butuh diyakinkan bahwa saya nggak perlu ikutan pusing; itu urusan dia.

Tapi nasi susah menjadi bubur. Saya nggak pernah ikut ujian masuk PTN. Saya gap year sampai umur 24 tahun. Dan bahkan sampai hari ini masih suka terbersit keinginan untuk merasakan dunia kampus yang sebenar-benarnya. Pingin tau dunia kemahasiswaan, pingin ngerasain punya temen sesama mahasiswa yang idealis, pingin ngerti struktur organisasi kampus itu gimana. Ahhh... sampai hari ini nightmare saya masih seputaran pendidikan.

Kalau aja ada mesin waktu dan saya bisa ketemu diri saya yang berumur 18 tahun, saya mau bilang jangan ngetes terlalu jauh keseriusan kakakmu untuk biayain kuliah. Cuma berujung penyesalan yang akhirnya kebawa sampai alam mimpi hingga sekarang. Ambil aja kesempatan yang ada. Hidup untuk hari ini. Jangan sok dewasa dengan mikir ke depan tentang biaya.

Oh, my teenage myself, seandainya kamu tau keputusanmu waktu itu mengubah seluruh jalan hidupmu...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar