Rabu, 25 November 2020

Day 25: The Last Dream I Remember Having



Empat tahun lalu. Menjelang kepala tiga. Saya sedang berkeras mengusahakan sebuah mimpi. Saya terdorong ingin membuktikan diri kepada orang-orang bahwa saya mampu berbuat lebih. Saya bertekad akan meninggalkan mereka sebagaimana Buzz di film Toy Story: melompat dengan gaya.


Sejujurnya itu tahun penuh tangis. Barangkali memang begitu ketika kita sedang menggantungkan sebuah mimpi. Jatuh bangunnya, perasaan insecure-nya, dan keraguan akankah bisa? Sangat menguras perasaan.

Saat SMA saya dapat mata pelajaran Corel Draw. Ketika teman-teman lain kebingungan bagaimana caranya membuat logo sabit tumpul SCTV jadul, nalar saya malah langsung jalan. Jadi, pakai tool untuk memotong setengah lingkaran, lalu iris lagi pakai tool yang lain. Voila!

 


 

Karena merasa nalar saya "jalan" di bidang desain grafis inilah mengapa saya mengambil keputusan untuk ambil kursus desain. Sebagian biayanya pun hasil minjem sama abang sendiri. Aspek lain yang membulatkan tekad saya adalah bahwa bidang ini setidaknya rada nyambung sama jurusan kuliah saya.

Tiap weekend saya ke tempat kursus di kawasan Grogol. Dan ya, saya bisa mengikuti tiap materi. Saya paham yang diajarkan. Dan seiring waktu berlalu saya coba-coba apply kerjaan bidang desain grafis. Saya juga beli laptop baru yang spesifikasinya kuat buat software desain. Oh, nggak ketinggalan saya buat portofolio online saat itu. Desain saya lebih ke layout majalah.

Saya yakin yang saya butuhkan saat itu hanyalah kesempatan. Saya cuma butuh sebuah perusahaan untuk menerima saya. 

Tapi itu masalahnya. Kesempatan itu nggak pernah datang. Barangkali faktor usia yang sudah lumayan banyak juga. Plus skill desain yang masih terlalu mentah. Saya mesti bersabar dan banyak latihan untuk mencapai level pro. Tapi siapa yang mau menunggu? Perusahaan? Mereka butuh profesional; apalagi di usia saya yang mestinya sudah di level jago.

Namun keraguan terbesar datang dari diri sendiri. Saat itu saya seringkali mengabaikan suara hati bahwa saya tidak cukup punya taste di bidang ini. Saya sadar nggak punya sense untuk membuat sebuah desain menjadi menarik. Skill saya pas-pasan, taste pun kurang; jadi ada harapan apa lagi? Barangkali semua itu memang bisa diasah, tapi butuh waktu berapa lama? Saya sudah hampir kepala 3!

Untuk beberapa lama saya masih keras kepala. Saya masih percaya bahwa yang saya butuhkan cuma satu pintu yang terbuka. Ketika seseorang mau membukakan pintu, saya berjanji akan mengusahakan yang terbaik.

Tapi kesempatan itu memang nggak pernah datang. Yang hadir justru kesadaran bahwa saya harus melepaskan mimpi ini. Saya harus sadar saya nggak cukup mumpuni di bidang ini.

Salah satu titik baliknya adalah ketika saya iseng ikut event menulis yang diadakan detik.com di kawasan Kota Tua. Sepulangnya dari situ ~ dengan membawa souvenir dan pujian dari panitia bahwa tulisan saya bagus ~ saya mulai berpikir untuk kembali ke track lama, yaitu menulis! Itu loh bidang, yang meski nggak jago-jago amat juga, tapi setidaknya saya sudah melakukannya bertahun-tahun.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar